written by Natasha Violin
Dengan konsentrasi tinggi , aku berusaha keluar dari pub.
Tapi rupanya kepalaku terlalu pening dan kakiku terlalu lunglai untuk diajak
bekerja sama.
Alhasil dalam sekali langkah saja, badanku terjatuh.
Tunggu, aku tidak merasakan dinginnya lantai pub di malam
hari. Sebaliknya , justru aku merasakan badan hangat seseorang.
Aku melihat orang yang menangkap badanku itu… oh , pasti aku
mabuk berat karena orang yang menangkapku ini cowok ganteng yang terlalu
ganteng untukku si cewek biasa.
Sayangnya aku tak bisa berlama-lama melihat wajahnya sebelum
pandangan mataku berubah gelap.
***
Aku mengerjapkan mataku ketika sinar matahari menerpa
wajahku. Kepalaku masih terasa pusing, dan perutku mual.
Aku melihat sekeliling ruanganku yang tampak asing di
mataku.
Kamarku tidak sebesar ini dan di kamar apartemenku tak ada
poster-poster band tak jelas ini.
Aku terkesiap ketika pintu kamar ini dibuka , dan seorang
cowok dengan rambut berantakan dan anting hitam itu menghampiriku.
Ia tersenyum lega melihatku bangun. “Oh God, I thought
you’re dead” katanya memegang keningku , memastikan suhu tubuhku normal.
Aku melongo. Siapa cowok ini???
Lagipula, bagaimana bisa aku ada disini? Semalam aku…
tunggu. Aku tak ingat apa yang terjadi padaku semalam.
“Where did you found me?” tanyaku.
“Pub. You'ere drunk” katanya sambil mengambil barang bawaanku.
Aku berusaha mengingat-ingat tujuanku ke pub…. Aku bersama
Dave, cowok Indonesia yang satu kampus denganku. Dan ia membelikanku sebuah
minuman yang tak kutahu kandungannya. Yang pasti alkoholnya cukup tinggi sampai
aku teller. Ia terus membelikanku minuman itu, dan selanjutnya yang kuingat ia
membongkar tasku dan pergi meninggalkanku…
Dave brengsek.
Aku membuka tasku dan mengobrak-abrik isi tasku. Dan benar saja,
dompet dan teleponku semuanya tidak ada.
“Shit” kataku mengumpat.
“What’s going on?” Cowok itu menatapku bingung.
Aku menarik nafas panjang-panjang berusaha untuk tidak
meledak-ledak. “Well, I went to the pub last night with my date and I think he bought
me high-alchohol drinks and when I’m drunk , he took all of my stuffs” pekikku.
Cowok itu menunjukkan ekspresi turut bersedih “You should
stop date him then”
“Of course!” teriakku.
Ia tersenyum melihatku “Uhm, what’s your name by the way?”
“I’m Michelle, you?”
“Zain”
“Oh, thanks for helping me, Zain. I should go home now”
kataku turun dari tempat tidurnya.
Zain tampak keberatan dengan yang kuucapkan “Wait, you said
you lost all of your money , how could you back to your home?”
Aku mengumpat lagi dalam hati. Zain benar. Aku tak bisa naik
underground atau taksi atau bus. Berjalan kaki? Rumahnya sepertinya jauh dari
apartemenku tinggal.
Zain tersenyum ramah kepadaku “How about I drive you to your
place?”
Aku terpaksa mengangguk.
***
“Thanks for everything, Zain. I really appreciate it” kataku
padanya saat kami sudah sampai di depan gedung flatku.
Zain mengangkat bahu sebagai tanda tak masalah “Be careful
next time , young lady” katanya tersenyum.
Aku mengangguk. Oh lama-lama ia terlihat cakep juga sambil
tersenyum begitu.
Aku buru-buru menghapus dugaanku itu dan pergi naik ke
apartemenku.
***
Zayn's POV
“Where have you been?” tanya Niall.
“Drive the girl last night?” kataku sambil mengambil cookies
di meja.
Niall melotot “You? Driving?”
Aku menatap sewot dirinya. Aku memang belum mendapatkan SIM
, tapi yah sudahlah hanya sekali ini juga aku menyetir. Demi cewek bernama
Michelle itu.
Ia seperti punya magnet yang ingin membuatku dekat
dengannya. Aneh memang ia bisa jatuh ditengah sibuk begini.
“Paul said we can bring our date to Music Festival” kata
Liam mengingatkan.
Mendadak seberkas ide muncul dibenakku. Sebenarnya aku lelah
di-gossipkan dengan banyak cewek yang bahkan tak aku lirik sama sekali.
Mungkin dengan Michelle ini ia bisa digossipkan, kali ini
dengan nyata.
“You’ll bring that girl, wont you?” Niall menatapku
Aku tersenyum sambil mengangguk. “She didn’t know I’m on
band”
“Shut up you. She must be cool” ujar Liam.
“That what makes her beautiful” kataku mengajak bercanda.
Kontan Niall dan Liam tertawa mendengarku.
***
“Siapa?” Aku membuka pintu apartemenku masih sambil
mengingit rotiku.
Aku terkesiap melihat cowok yang kemarin membantuku itu,
bisa muncul lagi di hadapanku.
“Am I disturb you?”tanya Zain
Aku menggeleng , mempersilahkan Zain masuk ke dalam
apartemenku yang sederhana.
“Why you here?” tanyaku penasaran.
Zain tampak sibuk meneliti setiap furniture rumahku yang
Indonesia banget. Aku sengaja mendesainnya sedemikian rupa agar tak kangen
dengan negara sendiri.
“Oh yeah, I was wondering to ask you out” Zain menatapku
memohon.
Aku mengerutkan keningku setengah tak percaya ia sedang
mengajakku kencan. Ia harusnya il-feel melihatku mabuk di pub dan mengumpat
segala macam. Tapi ia tidak. Keren…
“That would be great. When?”
“Saturday night”
Aku mengangguk setuju. Untung saja minggu ini sedang tak ada
banyak tugas kuliah. Bisa-bisa aku batal kencan dengan cowok ini.
“Uhm, are you busy today?”
Aku melihat jam di dinding. 1 siang. Kelasku jam 3 hingga
jam 5… apa itu bisa dibilang sibuk?
I’ve class at 3 until 5” jawabku.
Zain tersenyum senang “Do you want go to the park ,
tonight?”
Ia pastilah penyihir. Ia pasti membacakan mantra yang
membuatku tunduk dengannya. Apa yang bisa kulakukan selain mengangguk
mengiyakan?
***
“I’m actually live in Indonesia. Do you know where is it?”
tukasku di sela-sela kami berjalan menyusuri taman di malam hair.
Zain mengangguk “I ever went to there, once”
“How about you? You look like from middle east or somewhere”
Aku tidak bohong. Muka Zain ini seperti campuran arab atau
sebangsanya. Tapi justru itulah yang membuat ia ganteng.
Ia mendengus geli “Pakistan-British”
“Oh… I see”
Kami berdua memutuskan untuk duduk di salah satu kursi
taman di bawah pohon rindang yang
sejuk.
Aku merapatkan sedikit jaketku karena udara malam London di
musim semi tidak terlalu baik.
Zain yang kulihat kemudian mengeluarkan sebungkus rokok dari
saku jaket vasity nya yang keren. Ia mulai menyalakan rokoknya dan
menghisapnya.
Aku mulai terbatuk-batuk dengan asap rokok Zayn “”No offense
but can you please stop smoking? I have asthma” kataku mulai meringis
kesakitan.
“Ops sorry” Ia menyesap rokoknya sekali kemudian
mematikannya.
“Thankyou” kataku merasa tak enak dengan kondisiku sendiri.
Karena penyakit sialku ini ia harus terpaksa menghentikan
kebiasaannya itu.
Padahal aku bisa saja memaki orang yang merokok di hadapan
orang.
“Do you like music?”tanya Zain mengalihkan pembicaraan.
Aku mengangguk antusias “Of course. I like singing”
Zain tampak senang “Sing me a song”
Aku menarik nafas mengambil ancang-ancang menyanyi… dan
menyanyikannya salah satu lagu favoritku , Next To You yang dinyanyikan Chris
Brown dan Justin Bieber.
“Amazing is the only word I can say right now” puji Zain.
Aku tersipu malu. “I’m just amateur. How about you? Can you
sing?”
Zain berdeham sekali kemudian menyanyikan lagu Superhuman
juga dinyanyikan oleh Chris Brown.
Aku mengulangi kata-katanya “Amazing is the only word I can
say right now. You can be a success singer you know”
Zain mendengus mendengarnya “I can…”
***
Zain membawaku ke festival musik tahunan di London Music
Fest. Dan disini banyak sekali artis-artis , dominan Inggris yang akan
meramaiakan acara.
Aku membaca brosur festival itu dan melihat-lihat siapa saja
yang tampil. Adele, Bobby Valentino , Christina Aguilera , Elton John , Jessie
J , Leona Lewis , Maroon 5 , Natasha Bedingfiled , One Direction …
Tunggu. One Direction tampak tak asing di telingaku. Ada
banyak teman-temanku yang menyukainya. Kalo tak salah ia kan bekas finalis
X-Factor.
“Zain, do you know One Direction?” tanyaku kepada Zain yang
berada disampingku.
Zain menatapku lesu “Well, you know sooner or later you will
know it. But.. I thin k you should know that I’m one of the performer here. I’m
one of One Direction”
“Oh. Now I know why people looking at you” kataku polos.
Aku tak bisa menyalahkan diriku sendiri karena kurang gaul
sampai tak sadar cowok yang jalan denganku adalah artis terkenal. Aku terlalu
sibuk kuliah sepertinya sampai tidak tau siapa itu One Direction.
Yang kutau kan mereka 5 orang cowok yang digandrungi banyak
cewek.
“Hhmm, I just performed one song in the end of the show. So
, we can watch together”
“Okay, but are you okay with this crowd?’
“Doesn’t matter, Michelle”
Well, kami memang menonton festival musik itu dengan
semangat. Tapi sejak Zain mengatakan ia adalah artis, membuatku agak… minder.
Pasalnya, aku mendapat tatapan jahat dari sejumlah gadis dengan kaus one direction
dan spanduk I Heart Zayn.
Saat Zain pamit kepadaku untuk segera ke backstage, aku
membuka blackberry ku dan mulai melakukan riset kecil-kecilan tentang One
Direction.
Ternyata namanya Zayn Malik. Ia masih 19 tahun… setahun
lebih muda dariku. Ia pernah kencan dengan artis tua dan ia punya banyak tato.
Ia merokok , ia pakai anting ( ia tidak memakainya selama ini ) , ia peminum
dan bahkan mabuk dengan salah seorang personil lainnya, Harry Styles.
Aku menarik kesimpulan dibanding yang lain, ia adalah si
‘bad boy’ nya. Aku merasa risih sih karena aku benci cowok bad boy.
Aku berhenti membaca artikel tentang One Direction ketika
mereka mulai tampil menyanyikan single terlaris mereka, What Makes You
Beautiful.
Dari mereka berlima, memang sih yang paling ganteng
menurutku Zayn…
Saat bagian ia solo , Zayn tak segan menatap kearahku dan
tersenyum kepadaku.
Cewek-cewek yang menyukai One Direction terutama Zayn
langsung mendorongku tak senang. Malah ada orang yang menarik rambutku sebal.
Pada akhirnya, festival musik itu berlangsung dengan
sempurna. Tambah sempurna ketika Zain datang membawakanku sekuntum mawar merah.
Aku tersenyum mengucapkan terima kasih. Kurasa aku beruntung
tak sengaja bertemu dengannya.
***
Zayn's POV
Sejak festival musik itu, aku dan Michelle resmi berpacaran.
Yeah, akhirnya aku menemukan juga orang yang mau mengertiku dan tentu saja
tidak munafik.
Banyak cewek yang menarik hatiku tetapi semuanya
menginginkanku karena aku ini artis terkenal. Aku lelah berhadapan dengan orang
seperti itu.
@jennygordon6688 : @zaynmalik poor you boy dating a fake
girl
@IloveZaynM : @zaynmalik you should know that it’s clearly
impossible girls will date you because your Zain , they date you because you’re
Zayn
#myopinion
@AmandaMalik : I watched ur perform @ MusicFest couple weeks
ago, and saw ur arrogant girl show off that she dates you! #bitch
@Laura1D_swag : You really deserve a better girl than that
slut @zaynmalik if you weren’t in the band, I bravely say she will leave you!
@kissmeHarryS : @zaynmalik I guess she wants popularity =D
@BiebBTR1D_4ever : Woops! Look what I found @zaynmalik
pic.twitter.com/4e912V91b
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku melihat tweet-tweet yang
masuk ke mentionku. Lelah juga diperlakukan begini. Menuding semua pacarku
tidak-tidak. Tapi rasa penasaranku mengalahkan rasa kesabaranku. Aku membuka
link yang dikirim salah satu fan itu dan menemukan gambar Michelle dengan
seorang cowok. Oh , aku akan bilang itu rekayasa jika cowoknya macam-macam.
Sayangnya aku kenal cowok itu. Ia Dave. Cowok brengsek yang membuat Michelle
mabuk waktu itu.
Aku yang mudah emosi , tak memikirkan apa-apalagi selain
anggapan bahwa yang dikatakan semua fans-fansku itu benar. Michelle benar
memanfaatkan dirinya untuk menjadi terkenal mendadak.
Seketika itu juga aku merasa jijik dengannya…
***
Biasanya siang hari di hari Rabu kulalui dengan bersantai di
apartemen , menonton DVD atau jalan-jalan dengan Dave, teman seperjuanganku
dari Indonesia. Well, yeah ia mengakui ia mencuri semua uang dan teleponku
karena tak memiliki uang jajan. Tapi ia tak jadi mengambilnya dan mengembalikan
semuanya kepadaku dengan keadaan utuh. Kami sempat jalan sebentar di hari
Minggu. Ia mengajakku makan di sebuah restoran yang sangat enak sekali.
Aku harus mengajak Zain kapan-kapan kesana.
Hari ini rencanaku untuk tidur seharian karena lelah sehabis
ujian tengah semester batal ketika aku mendapat tamu tak terduga.
Zain berdiri di depan pintu apartemenku tampak tampan
seperti biasanya dengan varsity. Aku harus memutar bola mataku sekali baru
dapat menutupi kegugupanku melihat wajahnya.
Dengan ramah aku menanyakan ada apa ia kemari. Bukannya ia
bilang ia sibuk rekaman album keduanya?
Zain tampak berbeda dari biasanya. Hari ini ia terlihat bad
mood dan menolak bertatap mata denganku.
“I wanna talk with you” katanya ketus.
Aku mengerutkan kening. Aku benci jika seseorang mengucapkan
kata itu. Pasti ada sesuatu yang tak beres terjadi.
“What? What’s going on?”
“I saw a pict of you with date asshole guy , what’s his
name? Dave?”
Aku tersenyum mendengar permasalahannya “You came here ,
because that stupid picture? Who picture me?Crazy fans?”
Zain menggeleng “Don’t ever treat my fans like that. Maybe
they were right you just want me because I’m on the band, right?”
Aku menatap tajam Zain tak percaya ia mengucapkan itu. Aku
menggeleng kepadanya “No Zain. Otherwise, I like the ordinary Zain. Thanks for
coming. And by the way I’m disappointed you said like that”
Saking kesalnya aku , aku sengaja membanting pintu.
Semua kenangan manis dengan Zain yang kulewati bersamanya…
Saling menyuapi, piknik di pantai, makan malam berdua , cincin yang ia berikan
padaku, dan semua hal baik yang pernah ia lakukan padaku … semuanya tak berarti
lagi sekarang hanya karena ucapan sengitnya itu.
Tidak bisakah aku punya ending yang baik ?
***
Zayn’s POV
“Talk to me” Liam menepuk kursi disampingnya , menyuruhku
duduk menceritakan masalahku.
Aku sedang bingung. Aku memang merasa aku ini belum
seutuhnya stabil. Buktinya dengan melihat foto Michelle dengan cowok lain saja
aku sudah naik pitam. Dan sekarang setelah mendengar Michelle bicara ia kecewa
denganku karena men-judge dirinya seperti itu, aku sangat menyesal dan ingin
mengigit lidahku karena berkata bodoh.
“I mad with Michelle because a fan gave me a pict of her
with another guy, and everything bad about her. And I feel so stupid I believe
them. I mean they’re my fans , they wont lie”
Liam terkekeh mendengarku “You should love your fans but
don’t influenced by them. Jealous girls are crazy , Zayn. Just like Danielle
being bullied by crazy fans.
They love you because you are their idol. But Michelle… I
believe she loves you as you not Zayn from One Direction”
Aku tercengang. Liam, kenapa ia selalu bijak?
Dan kenapa kebijakannya tak menular sedikit kepadaku? Aku
merasa bodoh sekarang…
***
Semua panggilan dan SMS dari Zain tak ada satu pun yang
kurespon. Pertama karena aku sangat kecewa dan sedih mendengar ucapannya itu.
Kedua karena aku sibuk. Dan ketiga kurasa sebaiknya aku mengakhiri hubungan
dengan si artis terkenal itu sebelum semuanya semakin buruk.
Aku selalu mendapatkan pesan-pesan benci dan mention yang
semuanya tak enak dibaca. Bukannya aku takut ada orang yang mengancam ingin
membunuhku atau segalanya, tapi aku lelah.
Saking lelahnya aku ingin sekali kembali ke Jakarta dan
melupakan semuanya disini.
Bersama dengan keluarga dan orang yang memang serumpun
denganku lebih baik sepertinya.
@michellelele : pengen balik ke Jakarta L Kangen semuanya!
Aku mendesah membayangkan kuliahku berakhir dan benar dapat
kembali ke Jakarta…
***
Zayn’s Perspective
Dengan bantuan google translate aku mencoba men-translate
ucapan Michelle dengan bahasanya itu.
Dan aku kaget melihat ia kangen dengan rumahnya dan ingin
kembali ke rumah.
Apa ini semua gara-garaku?
Lama-lama aku lelah , semua telepon dan SMS ku tak ada
satupun yang dijawabnya. Aku kan sudah minta maaf, dan tidak bisakkah ia
memaafkanku sekali ini saja? Segitu bersalahkah aku sampai ia tidak meresponku
sedikit pun.
Rasanya aku harus berbciara lagi dengannya.
***
Aku mengintip dari balik tirai kamarku dan mendapati Zain
sedang jalan kemari. Aku berdecak kesal. Aku muak sekali melihat wajahnya.
Seperti yang kuduga ia menggedor pintu apartemenku dan
meneriakkan namaku , menyuruhku membuka pintu. Tentu saja aku menolaknya.
Zain rupanya tak menyerah ia bahkan terus menggedor pintu
dan bahkan mengancam akan mendobrak jika ia rasa perlu.
Aku mau tak mau menyahut , awas saja jika kau berani
mendobrak. Aku tak akan bicara dengannya seumur hidupku. Seperti biaya hidupku
disini kelebihan banyak saja. Untuk makan aja kadang aku harus berlapar-lapar
ria demi menghemat uang jajan.
Oh iya aku lupa dia artis yang punya banyak uang.
Hujan mulai mengguyur London yang belakangan ini memang
sering hujan. Dan aku lupa tangga luar apartemenku tidak ditutupi atap.
Suara Zain mulai melemah seiring terbalap dengan suara hujan
yang deras.
Aku merosot di balik pintu apartemenku jadi sedih juga Zain
harus kehujanan. Bagaimana bila ia sakit???
Dari balik pintu aku mendengar ia bernyanyi salah satu lagu
miliknya, Moments.
Air mata jatuh di pipiku mendengar nada sedih dibalik
nyanyiannya itu.
Setelah ia selesai bernyanyi ia mengucapkan salam perpisahan
“Maybe I deserve this. You’ll never forgive me. But I was honest with you. Deep
in my heart I’m really regret it. I’m sorry, Michelle…”
Dan yang kudengar selanjutnya derai suara mobil yang
berangsur menghilang dari apartemenku…
Aku merasa menjadi cewek terburuk sedunia.
***
Aku menangis kencang setelah kejadian barusan. Hampir sejam
waktu kupakai untuk menangis membuat mascaraku luntur.
Rupanya aku terlalu tenggelam dalam kesedihan sampai tak
menyadari ada banyak missed called di blackberry-ku.
Aku melihat nomor asing meneleponku setidaknya 15 kali. Baru
ingin meneleponnya, nomor itu kembali meneleponku.
Dengan suara parau aku mengangkat telepon itu “Hello?”
“Michelle! I’m Liam. Well, I had a bad news for you…”
“What?” tanyaku masih terisak.
Liam tak berbicara untuk beberapa detik. Ia menarik nafas ,
mendesah sebentar dan aku bisa mendengar nada kesedihannya terpancar dari
kata-katanya “Zayn… he died, car accident after back home from ur flat”
ujarnya.
Seluruh air mata yang kupunya rasanya tak cukup untuk
meluapkan kesedihanku kali ini. Berita itu, berita itu tak mungkin benar
terjadi. Ini pasti april mop atau semacamnya.
Ia…. Ia tidak boleh meninggal!
Kali ini tak ada lagi air mata yang mengalir, yang ada hanya
suasana gelap seperti saat pertama kali aku bertemu dengannya.
***
Yang kuingat selanjutnya , aku berada di rumah sakit.
Bersama semua anggota One Direction lainnya dan tentu saja keluarga Zain.
Mereka semua 0- terutama keluarganya menatapku penuh
kebencian.
Yeah semua ini salahku karena membiarkannya menyetir di kala
patah hati amat sangat. Ini semua karena aku tak mau memaafkannya.
Aku terlalu terpukul sampai tak dapat menangis setitik pun.
Jika boleh memilih, aku juga ingin mati sekalian karena tak sanggup menanggung
kesalahanku ini.
Untuk terakhir kalinya, aku diberi kesempatan melihat Zain.
Orangtuanya sempat menolak , tapi dengan bantuan teman-teman Zain mereka
akhirnya mengalah meski tak
ikhlas.
Aku masuk ke ruangan Zain dan melupakan semua emosiku
disana. Aku menggoyang-goyangkan tubuh Zain berharap ia hanya bercanda. Aku
berharap ia hanya mengerjaiku seperti yang sering ia lakukan padaku.
Tapi ia tidak bereaksi apapun. Dia kaku. Jantungnya tak
berdenyut lagi.
Melihat orang yang kau cintai terbaring tanpa nyawa seperti
itu … sangat menyakitkan. Seolah kau ingin menukar nyawamu asal ia selamat. Oh
andai aku punya pilihan seperti itu. Ia…. Ia anggota band terkenal. Ia tidak
boleh mati.
Dengan sisa perjuanganku membuat ia hidup lagi… aku
menciumnya berharap dengan ciumanku ini ia kembali bernafas. Ia dapat kembali
ke dalam pelukanku. Dan kami bisa kembali bercanda gurau lagi bukannya seperti
ini.
Aku mendesah putus asa. Ini bukan cerita dongeng dimana
orang mati bisa bangkit kembali karena ciuman dari orang dicintainya…
Namun di dunia nyata ada yang namanya keajaiban.
Zain membuka matanya , ia meringis kesakitan…. Tetapi
setelah melihat wajahku persis di depan wajahnya , ia tersenyum “I must be in
the heaven right now. I thought I’ll lose you forever, Michelle”
“No. You will not lose me again. Never”
Aku mengusap wajah Zain dan menangis di dalam pelukannya.
Hanya dengan cinta , kau bisa membuat semuanya menjadi
nyata.
The End
No comments:
Post a Comment