Sunday, August 26, 2012

Be True To Who You Are

Winner of 1D Fanfic Contest

by @desidhew , 18 




“You don’t know oh oh.. You don’t know you beautiful.. Oh oh oh that’s what makes you beautiful. So girl come on, yow! You got it wrong, yow yow! Wohoooo! This is so much fun! Haha.” Pekik Zayn Malik girang sambil menambah kecepatan.
“Perhatikan jalan, Zayn!” Louis Tomlinson yang duduk di sampingnya mulai panik.
“It’s gotta be youuuu! Only youuuu huuu~” bukannya berhenti, Zayn malah menoleh ke Louis dan menyanyi tepat di telinganya, membuat mobil yang dikendarainya hampir keluar jalur. Bad boy.
“Damn you, Zayn! You want to kill us all?!” Harry Styles ngomel.
“Sorry, Man! Wouldn’t do that again.” Zayn melirik ke arah Harry sambil memainkan kedua benda unyu di atas matanya yang tampak seperti ulat bulu.
            “Oh God, please! Don’t take my soul before I eat all foods in the world!” Niall Horan pray dramatically. -__-
“Trust him, guys!” Liam Payne menepuk bahu Zayn. “You did good, buddy! Keep driving.”
“That’s what makes you beautiful, Daddy!”
Cowok-cowok One Direction, Zayn, Liam, Harry, Niall, dan Louis sedang dalam perjalanan menuju rumah mereka di London. Zayn ngotot ingin nyetir meskipun dia baru belajar. Louis sebagai pemilik mobil mengijinkannya karena sekarang sudah lewat tengah malam dan mereka akan lewat jalan tikus. Lagi pula Zayn harus sering belajar kan?
“Tell me I’m a screwed up mess! That I never listen, listen!” Zayn mulai lagi. Sambil goyang pula.
“Aarghh whatever, Bad Boy!” Harry menutup wajah dengan kedua tangannya.
“Tell me anything but don’t you say he’s what y—”
“ZAAAYYN LOOK OUT!” jerit Louis tiba-tiba.
Zayn shocked. Everybody’s screaming. Kacau moment.
Ciiiiiiiit~
CRAAAASSSSSSHHHHH!!! 
Mobil mereka terhenti. Setelah hening mengerikan yang cukup lama, perlahan-lahan Zayn mengangkat kepalanya yang membentur stir mobil. Benjol. Poor Zayn.
“D-did I hit something?” bisik Zayn pelan. Suaranya bergetar. Serak. Seksi.
“Or someone.” Kata Niall sambil menyentuh pelipisnya yang memar. Poor Niall.
Mereka saling pandang dengan tatapan ngeri. Lalu bagai dikomando, mereka semua kompak keluar mobil dan mencari tahu apa yang terjadi di luar sana.
Seorang gadis tergeletak di jalanan dengan darah segar mengalir keluar dari kepalanya.
Zayn baru saja menabraknya.
***
“Oh.. My.. God!” Zayn gemetaran. Dia meremas rambutnya karena frustasi sambil menggigit bibirnya.
“Holy shit! We killed her!” pekik Harry tak kalah panik.
“Shut up, Harry! She’s alive. Tapi lukanya parah juga.” Kata Liam setelah memeriksa denyut nadinya.
“Cepat bawa masuk ke mobil sebelum ada yang melihatnya!” Louis membuka pintu belakang. “Untung ini bukan di jalan raya.”
Zayn, Louis, Liam, dan Harry langsung menggendong gadis itu masuk ke dalam mobil.
“Where’s Niall?”
“Here!” ujar Niall susah payah setelah memuntahkan burger Nandos terakhirnya di bawah sebuah papan berkarat yang bertuliskan “Avalanche Street”. Inilah yang terjadi pada Niall setiap kali melihat darah.
Mereka segera membawa gadis itu ke rumah sakit. Zayn gemetar hebat. Ketakutan dan rasa bersalah yang amat sangat membuat wajahnya pucat pasi hampir seperti wajah gadis itu. But instead of blaming him, the boys calm him down.
“We’re all with you. Everything is gonna be okay.” Mereka merangkul Zayn bergantian.
Semalaman mereka semua setia menunggu sampai tidak tidur. Zayn bahkan menghabiskan malam dengan sholat tahajud. Berdoa agar cewek yang dia tabrak baik-baik saja, agar dia tidak dipenjara, atau yang terburuk, kehilangan fans dan dikeluarkan dari 1D.
“Dia sadar!” bisik Louis di ujung pintu mushola rumah sakit esok subuhnya. Zayn langsung berlari menuju kamar gadis itu bersama Louis. Begitu pun dengan Harry, Liam, dan (setengah nyawa) Niall yang mengikuti mereka berdua di belakang.
“Are you okay, girl? I’m so sorry. Aku bener-bener gak lihat kamu. Waktu itu gelap banget, kamu tiba-tiba lewat, dan…Well, I’m not gonna blaming you. I am sorry.” kata Zayn cepat sampai ngos-ngosan.
Gadis itu melongo melihat Zayn ada tepat di depan wajahnya. Siapa juga yang tidak bakal melakukannya saat melihat ketampanan cowok British Pakistani ini?
“Sebagai permintaan maaf kami akan menanggung semua biaya pengobatanmu sampai sembuh.” Tambah Liam. Good Daddy.
“Dan akan mengantar kamu pulang setelah kondisimu membaik. Ngomong-ngomong kamu tinggal dimana?” Tambah Zayn.
Hening.
“Hello?” Zayn dadah-dadah di depan muka cewek itu.
Masih hening.
“Jangan-jangan dia amnesia!” kata Niall pada Zayn dan langsung membuat Zayn bergidik ngeri.
“Hello? What’s your name, girl?” dia masih bergeming sambil menatap kelima wajah itu satu persatu. Antara bingung dan terpesona.
“Hey, what’s your name?” Zayn repeated.
“My name?” kata cewek itu akhirnya.
“Yaaa!” Zayn memekik senang, hampir menangis. Setidaknya cewek yang dia tabrak tidak jadi bisu atau tuli.
“I…”
Zayn menatapnya penasaran. “Yes, girl?”
“I… I don’t know. I don’t remember.”
***
            Zayn merasa seluruh tulang di kakinya hilang saat mengetahui bahwa cewek yang dia tabrak benar-benar hilang ingatan. Tiba-tiba Zayn merasa diputar-putar dan mau pingsan. Untung Liam dan Louis langsung menangkapnya.
            “Astaghfirullahaladzim! What should I do? I make a girl lost her memory. I ruin her future, her life.” Kata Zayn dalam hati. Sedih sekaligus takut.
“Are you sure you can’t remember your name? Think! Think harder!” paksa Harry. Louis langsung menjitaknya. “She’s weak you idiot!”
“Kalau kami bagaimana? Pasti tahu dong siapa kami?” tanya Niall kepedean.
“One Direction? You must be know that, don’t you? Baby you light up my world like nobody else..?” tanya Niall sambil goyang saat menyanyikan reff lagu “What Makes You Beautiful” itu.
Hening.
“Niall Horan, Zayn Malik, Liam Payne, Harry Styles, Louis Tomlinson?”
Masih hening.
“Carrots, cats, spoons, Irish… Vas Happening?! NO?!” Niall frustasi sendiri karena gadis itu malah menatapnya bingung. Terlebih saat Niall melebarkan kedua tangannya sambil tersenyum lebar saat berkata ‘’Vas Happening’’.
“Ergh, what are you doing, Nialler?” Liam menepuk jidatnya.
“Well... She’s not Directioner.” Niall showed his puppy eyes. The boys langsung memelototinya.
“Sorry… Cuma memastikan, siapa tahu kalau kita dia ingat.” Niall membela diri.
Memangnya kita sekeren itu apa, sampai-sampai orang amnesia bisa tau One Direction?” sahut Harry.
“Who am I?” cewek itu menyela.
“WHO YOU ARE?!” sahut the boys bersamaan. Mereka semua saling pandang. Bingung harus bilang apa.
“Ava!” celetuk Niall.
“Ava?” tanya cewek itu.
“AVA?!” pekik the boys.
“How did you know?” tanya Zayn heran. Niall menggiring the boys ke sudut ruangan dan membisiki mereka sesuatu.
“Well… Bagaimana pun kita harus memanggil dia dengan sesuatu kan? Berhubung kita menabraknya di jalan Ava… Ava apa ya…” Niall menggaruk kepalanya, “Yah, pokoknya ada Ava-Ava-nya, so…”
“So you wanna call her ‘Elm’ if we hit her in Elm Street?!” sahut Harry sedikit kesal.
“Nope. I wanna call her Freddie.” Jawab Niall polos.  The boys langsung memelototinya lagi.
“It’s better than call her ‘Victim’, right?!” sanggah Niall. “’Hey Victim, what’s up?!’ That’s sooo not cool, lads!”
“Okay Niall, Ava is good. Thank you.” kata Liam menghentikan perdebatan.
“So…What we gonna do with Ava?”
***
            So here’s the situation. One Direction bertanggung jawab atas hilangnya ingatan seorang gadis berumur kira-kira 17 tahun yang entah siapa namanya—tapi Niall memberinya nama Ava. Mereka tidak bisa mengantar cewek itu pulang karena tidak ada yang tahu dimana rumahnya. Dan akan sangat kejam kalau mereka menelantarkannya begitu saja.
            Dan amnesia bukan satu-satunya masalah. Kaki kiri gadis itu mengalami masalah dan dia tidak bisa jalan kecuali dengan bantuan tongkat. Dan itu membuat Zayn semakin merasa bersalah.
            “We’re take care of her!” usul Liam.
            “WHAT??” pekik yang lain.
            “I agree with you!” sahut Zayn selaku penabrak gadis.
            “Well, I’m not!” protes Harry.
            “Do you have any better idea?” tanya Liam. “Menurutmu apa yang akan wartawan tulis kalau kita menelantarkan dia? Kau mau kita kehilangan semuanya? Penggemar, popularitas, even respect?”
            “NO! Tapi… Membawa cewek gak jelas ke rumah kita—”
            “Gak jelas gimana? Jelas-jelas dia cewek. Dia punya dada!” Niall mulai lagi. Louis langsung membekap mulutnya. “Shut up, Horan!”
            “Kalian tenang aja, aku yang akan merawat dia sampai sembuh. Aku yang menabraknya. Kalian gak perlu ikut bertanggung jawab.” kata Zayn pasrah. Kasihan Zayn :(
            “Gak bisa! Kita ada di mobil itu sama-sama. Jadi kita juga harus bertanggung jawab sama-sama.” kata Louis dewasa sambil merangkul Zayn dengan tangan kanannya (tangan kirinya membekap Niall).
            “Thanks, Man!” Zayn tersenyum. Bangga memiliki teman-teman yang peduli seperti mereka.
            “Dan hanya sampai cewek itu sembuh, kok. Memangnya bakal berapa lama sih? Bagaimana? Agree?” Tambah Liam.
            “Agree.” Jawab Zayn lesu, tapi berusaha untuk tetap tersenyum.
            “Agree!” kata Louis, yang disambut anggukan oleh Niall (mulutnya masih dibekap Louis).
            “Harry?”
            Hening.
            “Well… selama dia gak bakal teriak kalau aku tiba-tiba naked, I think it’s not a big deal. I agree.”
***
            Jadi sekarang Ava tinggal bersama the boys di rumah mereka. Di sana dia mendapatkan pelayanan kelas satu. Ada dokter pribadi yang akan mengeceknya setiap hari dan perawat yang akan membantu mengurus segala keperluannya.
            Tapi tidak ada lebih perhatian pada Ava selain Zayn. Dia begitu merasa bersalah padanya sampai-sampai dia berpikir dia harus menjaganya dua puluh empat jam sehari, tujuh hari seminggu. Zayn bahkan merelakan kamar tidurnya untuk dipakai Ava, dan sebagai gantinya dia tidur di sofa setiap malam. Zayn juga yang menyiapkan makanan, mengganti perban, menggendong Ava ke tempat tidur, bahkan membantunya belajar berjalan lagi.
            Begitu juga dengan Liam, Louis, Niall, dan Harry. Sekarang mereka lebih terlihat seperti kakak yang baik daripada tersangka-yang-sedang-berusaha-menebus-kesalahan. Mereka juga membantu menyebarkan info tentang Ava di twitter. Berharap ada anggota keluarga atau siapa pun yang sedang mencari keberadaannya.
            Tapi dua bulan berlalu, tidak ada perkembangan apa pun. Tidak ada informasi tentang Ava ataupun keluarganya, dan keadaannya juga belum membaik. Dia masih belum bisa berjalan. Tapi the boys masih setia untuk merawatnya. Sampai Ava sembuh, seperti janji mereka.
***
            “Halo, Ava? Nih, aku bawa sarapan.” Zayn masuk ke kamar Ava dan duduk di samping tempat tidurnya.
            “Here.” Zayn menyodorkan sendok ke mulutnya.
            “Heeey, aku bukan anak kecil. Aku bisa makan sendiri, kok.” Ava menyingkirkan sendok itu. Zayn langsung manyun.
            “Belum ngerti juga ya?” kata Zayn lesu. “Just let me do this, okay? It makes me feel better.” Ava langsung merasa bersalah. “Maaf, Zayn. Aku gak bermaksud.”
“Makanya nurut dong!” ekspresi Zayn langsung berubah ceria lagi. “Now aaa~”
            Ava berusaha menyembunyikan senyumnya. Melting melihat tingkah Zayn yang menggemaskan.
            “AYAMKUUU! IT’S GONE!” teriak Niall dari luar. Ava yang sedang mengunyah langsung melirik Zayn. Zayn mengangkat bahu sambil nyengir dan menautkan alisnya. “O ow…”
            “Udah makan aja. Dia punya banyak stok ayam kok.”
            Ava tersenyum geli. “Hey, makasih banyak ya? Maaf sudah merepotkan.”
            “I do this to make me feel better. It’s my fault, remember?” Zayn memotong ayam dengan sendok.
            “Tapi… aku harus tetap berterima kasih.”
            “Mungkin kita baru impas setelah kamu balas menabrakku pakai Double Dekker.” Kata Zayn. Lalu mereka berdua tertawa tanpa mempedulikan Niall yang merengek di luar sana karena ayamnya diambil Zayn.
***
            Hari ini Danielle Peazer dan Eleanor Calder, pacar Liam dan Louis datang ke rumah untuk menyiapkan pesta ulang tahun Harry. Mereka berencana mengundang cewek-cewek cantik sebagai teman kencan Harry sekaligus sebagai kado. Ini idenya Louis dan Eleanor. Kasihan Harry jomblo terus, pikir mereka.
            Selama Danielle dan Eleanor ada di rumah, Ava bersembunyi di kamar seharian. Dia malu bertemu dua gadis cantik itu. Bahkan sampai pesta dimulai malam harinya, dia masih tidak mau keluar kamar.
            Tok tok tok. Someone’s knocked Ava’s door.
            “Who’s that?”
            “It’s me, Zayn. Would you open the door?”
            “Hold on.” Jawab Ava. “Sebentar ya, mungkin bakal agak lama. Ngopi-ngopi aja dulu!”
            “Hahaha okay, I’ll call Starbucks.” dari dalam kamar Ava bisa mendengar suara tawa renyah Zayn yang khas itu.
            Ketika Ava membuka pintu tampaklah sesosok Zayn Malik dengan kemeja putih dan dasi hitam dipadu dengan celana panjang hitam dan sepatu yang keren. Cowok ini bukan cuma ganteng, tapi tampan setampan-tampannya! Just give him a white horse, and he’ll turning into Prince Charming!
            “What?” Ava mengintip lewat pintu yang dia buka sedikit.
            “Kenapa kamu masih di sini? Ikut pesta yuk?” ajak Zayn.
            “Dengan kaki begini… Naah.” Ava menggeleng.
            “Tapi ini kan ulang tahun Harry?”
            “Yaah, itu.. I’m sorry. Aku cuma malu sama teman-teman kalian, terutama Danielle dan Eleanor.”
            “Kenapa malu? Kamu kan temannya One Direction juga.” Bujuk Zayn.
            “Dan mereka berdua pacarnya One Direction. Aku di sini aja, deh.”
            “Zayn! What are you doing here?” tanya Eleanor yang tiba-tiba lewat. Ava kaget dan langsung menutup pintu kamarnya.
            “Um... lagi nyari teman kencan.” jawab Zayn asal. “Tapi kayaknya susah nih. Huh, masa Zayn Malik dateng ke pesta sendirian sih?”
            “Aaah, I see.” Eleanor melirik jahil ke arah pintu.“Serahkan padaku. Minggir sana!”
Sebelum Zayn pergi, Eleanor mengedipkan mata kearahnya dan Zayn membalasnya dengan acungan jempol.
            “Hey, can I come in?” Eleanor masuk ke kamar Ava bahkan sebelum Ava bilang “Iya”.
            “You Ava, right? Aku sudah dengar tentang kamu dari Louis. Kenapa gak ikut gabung sama kita?” tanya Eleanor lembut. She’s such like an angel.
            Ava menunduk dan memandangi kakinya yang diperban. Eleanor tersenyum.
            “Don’t worry, I have something for you. Tunggu ya.”
            Saat kembali Eleanor membawa sebuah tas make up kecil dan gaun cantik warna ungu muda.
            “Apa itu?”
“Aku kasihan sama Zayn karena dia kesepian di pesta. Kamu lihat kan tadi mukanya? Pathetic! Jadi ayo bantu aku untuk kasih dia teman kencan yang cantik malam ini!”
***
Ingat adegan Bella Swan sebelum pergi ke prom dalam film Twilight? Meskipun kaki Bella digips tapi Edward Cullen bilang dia sempurna.
Seperti itulah kira-kira Ava sekarang. Saat dia muncul di halaman belakang bersama Eleanor, semua orang di sana memandangnya kagum. Dan mata siapa lagi yang paling melotot kalau bukan mata cokelat Zayn Jawaad Malik.
Eleanor tersenyum puas melihat hasil karyanya. Ava cantik sekali malam ini. Eleanor pun meninggalkan Ava di pintu, lalu dia menuju ke Louis dan cowok-cowok 1D yang lainnya.
“There’s your date, Zayn!” bisik Eleanor di telinga Zayn yang tidak bisa melepaskan pandangannya dari Ava. Captivated. Overwhelmed.
“Kamu kok hebat banget sih, Sayang?” puji Louis pada Eleanor sambil memberinya ciuman di pipi <333
Kemudian, dengan malu-malu tapi mantap Zayn menghampiri Ava yang berdiri dengan tongkatnya yang diberi pita ungu oleh Eleanor. So cute.
“Aku pasti kelihatan norak ya dengan pita-pita ini?” kata Ava minder.
“Why you always insecure? You look perfect.” Lalu Zayn mengulurkan tangannya, “Be my date for tonight?”
***
Zayn dan Ava duduk di sudut sambil memperhatikan semua orang yang sedang berpesta. Sesekali mereka tertawa saat melihat ada salah satu dari mereka yang bertingkah konyol selama berdansa.
“You’re lucky you know?” kata Ava tiba-tiba. Menghentikan tawa Zayn saat melihat Harry yang menggila di lantai dansa sambil membuka pakaiannya satu persatu dan melemparkannya ke kolam renang.
“Hahaha you’re crazy Hazza—What?” tanya Zayn.
“Those lads...” Ava menatap ke arah the boys.
“Yeah, kami semua jauh dari rumah. Jadi kami memutuskan untuk jadi sahabat sekaligus keluarga  bagi satu sama lain.” Zayn memandang teman-temannya dengan bangga.
“Kamu tahu? Setelah kejadian malam itu, gak pernah sekalipun aku mendengar mereka menyalahkan aku, padahal semua itu jelas salahku. Gara-gara aku ceroboh. Mereka bahkan mau ikut merawat kamu padahal itu bukan tanggung jawab mereka. Mereka semua berdiri di sampingku. Mereka gak meninggalkan aku sendirian.”
“I wish I was you.” kata Ava pelan.
“Why?”
“I never have a friendship like that. You make me jealous.” Kata Ava sedih.
“‘Never’?” tanya Zayn bingung. Menyadari ada yang salah.
“Y-Yeah, I can’t remember that. Jadi sama aja kan?”
“But you have us. Now you have a friendship like that.” Zayn tersenyum sambil menggenggam tangan Ava untuk pertama kalinya. Dan hasilnya adalah salting.
“Hoammhh aku bosen nih!” Zayn pura-pura menguap untuk memecah suasana, “Dansa yuk!”
“Hah?!” Ava kaget, “Aku kan gak bisa dansa, Zayn.”
“Ayolaaah! Nanti aku ajarin. Just trust me, okay?”
***
“Zayn, I can’t!” Ava berdiri kaku di atas kaki Zayn yang bergerak mengikuti musik. So cute.
“You’re doing good!” Zayn tersenyum.
“Oh my God, please don’t let me fall, Zayn!” pekik Ava saat hampir terpeleset.
“I’m here. I won’t let you fall, I promise.” Kata Zayn protektif sambil menggenggam tangan Ava erat-erat. Aah, this guy…
Lagu “Gotta Be You” mengiringi mereka berdua dan pasangan-pasangan lain yang juga berdansa. Liam and Danielle. Louis and Eleanor. Harry and a lot of girls. Niall and foods.
“Thanks for being my date.” Kata Zayn. Wajahnya berada tepat di depan wajah Ava.
“You’re welcome...” jawab Ava sambil tersenyum malu.
Kemudian jantung Zayn berdetak tidak wajar. Ada ribuan kupu-kupu terbang di dalam perutnya. Seolah waktu berhenti berputar. Seolah tidak ada siapapun di tempat ini selain mereka berdua. Zayn menatap dalam matanya.
Duarr!!!
Suara kembang api. Happy birthday, Harry Styles!
“Wow, it’s beautiful!” Ava berdecak kagum.
“But it’s nothing to compare with you.” kata Zayn pelan sambil mengangkat tangannya ke wajah Ava. Membelainya lembut tepat saat lagu itu mulai terdengar.
Under the lights tonight
You turned around, and you stole my heart
With just one look
When I saw your face I fell in love
It took a minute girl to steal my heart tonight…
***
Suatu malam Zayn pergi ke atap rumah yang datar, duduk sendirian sambil memandang bulan yang menggantung indah di langit malam kota London. Asap mengepul keluar dari mulutnya. Dengan kaos tanpa lengan dan rokok ditangan, he looked so damn cool!
            Ceklek. Bunyi pintu dibuka.
            “Eh, sorry. Aku kira gak ada orang.” Ternyata Ava.
            “Oh hai, Ava!” Zayn menoleh sambil mematikan rokoknya. “Sini duduk! Bulannya lagi bagus lho.”
            “Emang gak ganggu? Keliatannya kamu lagi semedi.”
            “Haha ya enggak lah. Sini!”
            “Okay.”
            Pelan-pelan Ava berjalan ke arah Zayn dengan tongkatnya. Tidak tega, Zayn berdiri dan membantunya berjalan lalu mendudukkannya di sampingnya. What a gentleman!
            “Kamu ngapain sih naik ke sini segala? Kan bahaya. Kalau kamu jatuh gimana?”
“Aku bosen. Pengen cari udara segar. Kayaknya di atap sini seru.”
“Astaga!” suara Zayn meninggi. Ava bersiap-siap menerima semburan kemarahan.
“Ternyata kita sama ya? Bisa punya pikiran kalau di genteng itu seru.” Lalu batu-batu kerikil berjatuhan di kepala Ava. Gubrak -___-”
“Tapi lain kali kalau mau naik ke sini bilang aku dulu, ya? Atau bilang ke the boys. Tapi jangan deh, bilang ke aku aja. Nanti biar aku yang temenin. Oke?”
Whatever you want, Zayn.” Ava menahan tawa. “Kamu sendiri ngapain di sini?”
            “Well, it’s my favorite place. Aku biasa mikir di sini.”
            “Hmm... Such a nice place to think.”
            “Yep! Kita bisa lihat London dari sini. Bagus kan?” Zayn menunjuk ke lautan lampu-lampu kota di bawah sana. Mata Ava berbinar-binar melihat pemandangan indah di hadapannya.
            “Hey Ava, I wanna say sorry.” kata Zayn lagi.
            “For what?”
            “Three things.” Jawab Zayn. “First, for hit you at that night. Maaf ya aku sudah buat kamu jadi begini?”
            “Yaah… semua sudah terjadi kan?” kata Ava. “Dan aku juga gak bisa untuk gak bersyukur untuk itu. Karena kejadian malam itu aku ketemu kalian. You guys are amazing. Dan sungguh itu bukan karena kalian adalah One Direction.” Zayn tersenyum sambil menggigit bibir. Tersanjung.
            “And what’s the second apologize for?”  tanya Ava lagi.
            “Oh ya! Second… For call you ‘Ava’ because we hit you in a random street named Ava something.” Zayn nyengir.
            “Actually, Zayn, I prefer Ava than Freddie or Victim.” Ava tertawa.
            “Haha! Yeah, that’s terrible. Niall was stupid.”
            “No he’s not! I think he’s cute.” Ada rasa panas yang aneh membara di dalam diri Zayn saat Ava memuji Niall.
            “And what’s the third for?” kata Ava lagi.
“Yang ketiga adalah…” ekspresi Zayn berubah. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum berkata lagi.
“Kamu tahu kan aku merasa sangat bersalah karena sudah bikin kamu jadi begini?” Zayn started. “Aku merawat kamu, menjaga kamu siang malam, dan lain sebagainya itu untuk bertanggung jawab. Untuk mengurangi rasa bersalah yang bikin aku hampir mati.”
            Tapi lama-lama, semakin aku kenal kamu, aku merasa kalau alasanku melakukan semua itu adalah karena hal lain.”
You know, when we dance in Harry’s party last week... It was one of the best moment of my life. And it makes me….” Zayn bingung.
            “Just say it, Zayn.”
            “Hash! I’m sorry… It’s just… Rasanya, rasanya  aku gak pengin ingatan kamu kembali.”
            “Why? Memangnya kamu mau jadi susterku selamanya?” Ava akan tertawa, tapi Zayn mengangkat tangannya dan meletakkannya di pipi kanan Ava sambil menatap matanya dalam-dalam.
            “Because I’m not there. There’s no Zayn Malik in your past.” Baru sedetik Ava merasakan kehangatan tangan Zayn di pipinya, Zayn melepasnya.
            “Mungkin aja kan, kamu punya seseorang yang spesial di masa lalu, yang pastinya itu bukan aku. Dan kalau ingatanmu kembali, itu artinya kamu bakal…umm.. dan aku…” Zayn makin kebingungan bagaimana cara menyampaikan perasaannya ke Ava. That three little worlds that he always been dying to tell her.
            Ava tersenyum. Lalu balik menatap mata Zayn. Sejenak mengagumi bulu matanya yang lentik itu.
            “I think I don’t have a special guy in my past, or my future, like the guy who’s sitting in front of me right now.” Ava meraih tangan Zayn dan menggenggamnya. “Thanks for everything, Zayn. Thanks for keeping me alive.”
            “My pleasure...” Zayn menggigit bibir lagi sambil melemparkan senyuman termanis yang dia punya. Beginilah kalau Zayn Malik sedang tersipu.
            Entah karena angin malam yang berhembus lembut membelai mereka, atau karena langit berhiaskan bulan purnama kota London yang romantis, Zayn pun menunduk, mendekatkan wajahnya ke wajah Ava hingga mereka berdua bisa merasakan hembusan napas masing-masing. Yakin dengan apa yang bakal terjadi selanjutnya, Ava menutup mata dan menunggu benda lembut itu menyentuh bibirnya.
Zayn lifted her chin and…    
Cups!
.................
            “Thank you!” bisik Zayn malu-malu tepat di depan wajah Ava yang sekarang semerah tomat setelah mendapat ciuman dari one of the sexiest man alive.
            “For what?” tanya Ava dengan nada yang sama seperti sebelumnya.
            “Two things!” Zayn membentuk huruf V dengan jarinya. “First, for not put me in the jail.”
            “Hahaha okay… and?”
            “And…” Ava tenggelam dalam mata (dan bulu mata) indah Zayn untuk yang kesekian kalinya. “Thanks for make my ‘perfect kiss’ dream come true.”
***
            Pagi ini Zayn gelisah karena harus meninggalkan Ava untuk konser di luar kota. Padahal dia dan anak-anak 1D hanya pergi satu hari dan langsung pulang.
            “What’s wrong with you?” tanya Liam pada Zayn sebelum naik ke mobil.
            “I think he need vitamin A!” kata Harry ke Liam sambil tersenyum jahil.
            “A FOR AVA!” teriak Niall di telinga Zayn. Harry tertawa puas.
            “Shut up, Nialler!” Zayn mencekik Niall.
            “Yeah kill him, Zayn!” Harry malah menyemangati mereka. Liam dan Louis cekikikan.
            “Hold on!” Liam teringat sesuatu. “I forgot my toothbrush! Wait me, please!” Liam pun berlari masuk ke dalam rumah mencari sikat gigi kesayangannya.
            “Where are you, buddy?... AVA?!” pekik Liam kaget saat melihat Ava…. bisa jalan tanpa tongkat!
***
            Ava terkejut bukan main. Gelas yang dia pegang jatuh ke lantai. Rahasianya selama ini akhirnya ketahuan.
            “Guys, you go first. Nanti aku menyusul. Ada yang perlu aku bereskan dulu di sini.” Liam menelepon Louis sambil terus menatap Ava tajam. Ava menunduk sambil meremas jari-jarinya yang gemetar. Takut. Malu.
            “How you gonna explain this?!” desak Liam.
            Dengan suara bergetar, Ava menjelaskan semuanya. And it’s complicated.
            Ava sama sekali tidak hilang ingatan dan kaki kirinya hanya terkilir sedikit dan sudah sembuh total sejak lama. Satu lagi, she’s true Directioner. Dia tahu siapa One Direction dan apa artinya ‘Vas Happening?!’.
Ava kaget luar biasa sewaktu dia bangun di rumah sakit dan menyadari bahwa yang menabraknya adalah One Direction, idolanya. Ava pikir dengan pura-pura amnesia dan lumpuh, the boys akan bertanggung jawab dan membawanya ke rumah. Dan dia berhasil.
            Tapi itu bukan satu-satunya alasan. Ava ternyata sebatang kara dan homeless. Semenjak dia pergi dari rumahnya di salah satu kota kecil karena masalah keluarga, dia hidup dengan teman-temannya yang merupakan sekelompok geng. That’s why waktu the boys menyebarkan info tentang ava di twitter, tidak ada satupun yang mengenalnya.
            Suatu hari saat Ava melewati Pusat Kota, dia melihat lima orang cowok tampan bersuara emas di layar tv raksasa. Itulah pertama kalinya Ava mengenal One Direction dan langsung tergila-gila dengan mereka. Dan semenjak itu juga, Ava selalu ke sana hanya untuk melihat idolanya muncul di tv.
Suatu malam Ava dikejar-kejar geng jalanan karena ketahuan akan kabur— semenjak mengidolakan 1D Ava berpikir untuk meninggalkan gengnya dan menjalani kehidupan yang lebih baik. Tapi karena panik Ava tidak sadar kalau ada mobil yang sedang melaju kencang.  And that’s all happened.
Ketika ia terbangun di rumah sakit dan Niall berkata “Jangan-jangan dia amnesia!” terbersitlah ide gila itu di kepala Ava. Dengan begitu, anak-anak 1D tidak akan mengembalikan Ava ke jalanan dan malah akan memberinya tempat tinggal yang lebih dari sekedar layak.
Ava berbohong bukan hanya untuk bisa dekat dengan One Direction. Tapi juga untuk melarikan diri dari geng bengal itu, dan untuk merasakan bagaimana tinggal di rumah sungguhan bersama orang-orang yang lebih beradab. Bonus istimewanya, orang-orang beradab itu adalah One Direction.
What a bad girl. Bad girl for bad boy.
***
“Wow! What a story! Tapi bagaimana aku harus meyakinkan diriku kalau ini bukan bullshit ya?” Kata Liam setelah mendengar cerita Ava yang kedengarannya memang seperti dibuat-buat.
Ava menurunkan bagian belakang t-shirtnya dan memperlihatkan tato di punggungnya. Simbol geng.
“Mereka sendiri yang mentato ini ke tubuhku.” Liam langsung membekap mulutnya.
            “Okay, I believe you… what’s your real name?”
            “[YN].” Jawabnya. “Tapi kalau boleh, setelah pergi dari sini aku ingin tetap pakai nama Ava, supaya lebih susah buat mereka menemukan aku. Aku gak mau kembali ke mereka lagi.”
            Ada hening yang cukup lama sebelum akhirnya Liam berkata, “Kenapa harus minta ijin? You are Ava. And always be. Dan tempat ini masih akan jadi rumahmu. Aku gak akan bilang ke Zayn soal ini. Tapi kamu harus janji, suatu saat kamu akan bilang yang sebenarnya. Oke?”
“Tapi…”
“Yaah, kamu memang salah karena bohong. Salah banget! Tadinya aku marah dan berniat ngusir kamu. Tapi setelah aku mendengar cerita kamu aku jadi kasihan. Lagi pula gak ada salahnya kamu tinggal di sini. Dan jujur, sejak ada kamu di sini, Zayn jadi lebih ceria. Semenjak putus dari Perrie, mantannya, dia jadi galau dan sering menyendiri di genteng kayak orang gila. But thank you for bringing our Bradford Bad Boi back.”
            “Thank you so much, Liam.” Mata [YN] berkaca-kaca.
            “Hey, why you’re crying?” Liam menunduk dan menghapus air mata [YN].
            “Karena kamu baik, baik banget. Padahal aku udah buat salah. Sekarang aku tahu, rasanya punya keluarga sungguhan pasti seperti ini…”
            Seketika Liam merinding. Terdorong oleh rasa kasihan, simpati, sekaligus terharu, dia pun memeluk [YN]. “Ya, dan seperti inilah rasanya dipeluk ‘Daddy’”
***
“Avaaa main yuk!” seru Zayn pada suatu pagi.
“Kemana?”
“Udah ikut aja! Katanya kamu mau cari udara segar kan?”
Lagu “One Thing” seolah mengalun entah dari mana saat Zayn dan [YN] naik Double Dekker keliling London. Dan mereka naik di atas.
“Gimana? Udah segar kan sekarang?” tanya Zayn. By the way, Zayn keren lho dengan kaos putih dan kaca mata hitamnya.
“Amazing! Aku belum pernah—maksudku, aku gak inget aku pernah naik ini sebelumnya. This is so much fun! Thanks Zayn.”
“I’m glad if you happy. Aaaah~” Zayn melebarkan tangannya. Menikmati angin, sambil curi-curi kesempatan merangkul [YN]. Oldskul, but always cute.
            “Zayn?” [YN] pikir mungkin ini saatnya untuk memberitahu Zayn yang sebenarnya.
            “Yeah?” Zayn sambil membuka kaca mata hitamnya dan menatap [YN]. [YN] pun tersentak.
Ya Tuhan! Bagaimana mata indah itu akan memandangku lagi setelah dia tahu yang sebenarnya?
            “Kamu mau bilang apa, Ava?” Zayn membuyarkan lamunannya.
            “Ah? Itu… Umm…Tato kamu bagus ya, Zayn? Hehe.” jawab [YN] salting sambil menunjuk asal salah satu tato Zayn di balik kaosnya yang terbang-terbang tertiup angin.
            “This?” Zayn menurunkan bagian atas kaosnya dan memperlihatkan tato itu dengan lebih jelas ke [YN]. “Be true to who you are.”
            “Apa?!”
            “Itu arti tato ini… Jujurlah sama diri kamu sendiri. One of my favorite.”
            [YN] tersentak lagi. Be true to who you are. Be true
            “You hate liars, Zayn?”
            “More than anything in the world. Di agamaku, dan agama lain juga tentu saja, bohong itu dosa. Aku paling benci pembohong.”
            “Walaupun untuk kebaikan?”
            “Haha! Itu cuma pembelaan. Coba pikir deh, manusia memang selalu berbohong untuk ‘kebaikan’ kan? Untuk melindungi dirinya sendiri, untuk mendapatkan keuntungan, atau menghindari hukuman. Itu baik kan? Tapi yang namanya bohong ya tetep aja bohong! Dan aku benci itu.”
            [YN] gemetar. Pikirannya melayang. Zayn, andai kamu tahu yang sebenarnya…
***
            “I knew she’s a liar! I knew it! Aku sudah curiga dari waktu di rumah sakit. Dan aku utang satu jitakan padamu ya, Louis?!” kata Harry emosi.
            “Tapi Liam benar, kapan terakhir kali kita liat Zayn ceria, ketawa lepas haha hihi, setelah dia putus dari Perrie? Setelah ada dia kan?” kata Louis membela [YN].
            “Tapi dia bohong, Louis!”
            “Tapi dia bukan malaikat, Harold!” sanggah Niall, “Siapa sih di dunia ini yang gak pernah bohong? Kamu gak pernah?” Harry langsung bungkam dibuatnya.
            “Niall’s right. Kita ambil aja positifnya, kalau ternyata cewek cantik di pesta Harry itu gak cacat dan gak amnesia. Dia ‘sempurna’.” lanjut Louis.
            “Haha, yeah you’re right, Lou! Lagi pula dia bilang dia akan memberitahu Zayn secepatnya. Dia cuma menunggu saatnya tepat supaya Zayn gak marah, walaupun aku yakin Zayn bakal marah juga. Tapi paling tidak dia tahu. So, I need your help guys! Tolong bantu [YN] untuk menjelaskan ke Zayn kalau selama ini dia cuma pura-pura…. What’s wrong, guys?” Liam bingung saat ia melihat mata the boys menatap sesuatu di belakang Liam dengan pandangan ngeri. O ow.
Liam turned...
“Is that true?”
Zayn dan [YN] baru saja kembali dari jalan-jalan.
“I’m asking you Liam Payne, is that true? HA?!” dengan tiba-tiba Zayn melempar tongkat yang dipakai [YN] ke seberang ruangan. Everyone’s shocked. Ternyata semengerikan itu kalau Zayn Malik marah.
            “I’m so sorry, Zayn!” [YN] mulai menangis. Ketakutan setengah mati.
            “Zayn…” Liam mencoba menjelaskan tapi Zayn menepisnya.
            “Shut up!”
            Zayn menunjuk [YN]. “Masih ingat kata-kataku barusan tentang pembohong? Aku lebih benci pembohong daripada pembunuh, tau?!”
            “I’m sorry, Zayn, aku memang bohong, tapi…”
            “Tapi apa? Demi kebaikan? Kebaikan yang mana? Makan tidur gratis di sini?!”
            “ZAYN!” untuk pertama kalinya, Harry maju membela [YN].
            “Kalian… Bisa bisanya kalian menyembunyikan ini semua?!”
            “Kita juga baru tahu dari Liam…”
            “Tapi kalian bakal merahasiakannya juga kan?” tantang Zayn.
“And you! Kamu tahu gimana frustasinya aku setelah nabrak kamu? Aku tuh hampir mati tau gak?! Aku hampir gila karena udah bikin anak orang celaka! Tapi ternyata selama ini aku cuma dibohongi penipu murahan sepertimu… ” Zayn kembali membentak [YN] yang pipinya benar-benar basah oleh air mata. Seluruh tubuhnya gemetar hebat.
[YN] berlutut di depan Zayn, berharap kalimat “aku memaafkanmu” keluar dari mulutnya.
“Biasanya aku tahu kalau seseorang  bohong sama aku, tapi kamu berhasil bikin aku ketipu. Selamat ya, mestinya kamu dapat Oscar. Now go!”
            “Zayn…?!”
            “Kamu bisa jalan sendiri kan? Keluar dari rumah ini sekarang juga!” Zayn menarik paksa [YN] keluar dan mendorongnya sampai-sampai [YN] terjatuh.
            “Zayn maaf! Maafin aku!” jerit [YN].
            “Zayn are you crazy?!” bentak Niall. The boys berniat membantu [YN] tapi Zayn menutup pintu dengan keras.
Brakk!
            “Zayn, I’m sorry! Please, forgive me… Aku akan pergi tapi please maafin aku dulu! Aku minta maaf. Zaaaayynn! Please…” suara tangis [YN] yang memilukan dari balik pintu membuat Liam, Harry, Louis, dan Niall jadi tidak tega.
            “Zayn…” Louis mencoba membujuk Zayn.
            “Jangan ada yang coba-coba bawa dia masuk, atau… atau aku keluar dari 1D!” lalu Zayn melesat pergi.
            Perlahan-lahan suara [YN] menghilang. Dia juga sudah pergi.
            “Forgive us, Whatever-Your-Name-Is…” kata Niall sedih sambil memandang ke arah pintu.
***
            Semenjak pertama kali mengenalnya di X-Factor sampai hari ini, belum pernah the boys melihat Zayn semarah ini. Dia mengunci dirinya di kamar seharian. Dan itu membuat the boys khawatir.
            “Zayn, can I come in?” tanya Harry dari luar. Tanpa menunggu jawaban, Harry langsung masuk ke kamar Zayn. Dia sedang duduk bersandar pada sisi tempat tidurnya yang menghadap jendela yang terbuka lebar.
            “What’s happening to your room?” kata Harry menyadari kamar Zayn sangat berantakan seperti kapal pecah.
            “Don’t you smell that? Kamarku bau pembohong. Besok aku bakal menyingkirkan semua ini.” jawab Zayn pelan sambil meniupkan asap rokok dari mulutnya.
            “Bloody hell, Zayn! Segitu bencinya kah kamu dengannya?” Harry tidak habis pikir. “Aku juga benci dia bohong, tapi…”
            “You know I hate liars, Harry!”
            “Yeah, more than anything in the world. I know. Tapi dia melakukan itu ada alasannya! Memang itu untuk keuntungannya sendiri, tapi apa kamu tahu apa keuntungan itu? Untuk menyelamatkan diri!”
            Zayn sangat ingin bertanya pada Harry apa maksudnya. Tapi dia tidak ingin terlihat peduli pada gadis itu lagi.
            “Liar is a liar, no matter what’s the reason is. Get out of my room. And don’t make me ask you twice.” Kata Zayn datar sambil membuang rokoknya. Harry mendengus.
            “You’re funny, you know, Zayn? You hate a liar but you’re liying to your self.” Kata Harry sambil melangkah keluar. Zayn menunduk, tidak ingin menatap mata hijau Harry yang menatapnya tajam.
“Lebih baik hapus saja tato kebangganmu itu dan ganti dengan tato ayam!” Kata Harry lagi tepat sebelum ia menutup pintu kamar Zayn.
***
            “AVA NOOO!!” Zayn menjerit histeris. Dadanya naik turun dan seluruh tubuhnya berkeringat. Bad dream.
            “Oh my God!” Zayn menutup wajahnya dengan tangan. Lega semua itu hanya mimpi.
            Tapi tidak! Itu bukan cuma mimpi. Ava (or [YN]) sedang membutuhkannya. Dia di luar sana, sendirian dan menderita. Dan kenangan-kenangan tentang [YN] tiba-tiba memenuhi kepalanya. Senyumnya, tatapan matanya, genggaman tangannya, lembut bibirnya…
            “Zayn, what have you done?!” Zayn bicara pada dirinya sendiri. Dan seketika itu juga Zayn bangkit, memakai varsitynya, lalu melesat keluar.
            “Hey, where are you going?” tanya Liam yang sedang asyik menelepon Danielle di ruang tengah.
            “I’m gonna find her!”
            “WHAT?!” pekik Liam, “I’ll call you latter, babe! Bye, I love you.”
“Are you mad? It’s 3 a.m. and it raining outside!” Liam langsung melompat dari kursi.
            “And she’s alone out there!”
Liam sangat ingin berkata “Akhirnya kau sadar juga!” tepat di depan muka Zayn, tapi didorong oleh rasa persahabatan yang kuat, Liam tidak melakukannya.
            “But you couldn’t drive well yet, Zayn. You’ll endanger yourself.”
            “I don’t care! She was left because of me. I kicked her out! I’ll try it even it will be my last effort!” katanya lantang. Liam menghela napas.
            “We’re go together. I’ll wake the boys up. Wait us, okay?” Liam pun segera naik ke atas membangunkan yang lainnya, dan mengganti piyama kura-kuranya.
            Zayn duduk dengan gelisah. Firasat-firasat buruk memenuhi kepalanya. Dia tidak bisa menunggu lagi.
            “It’s too long! I’m sorry guys.”
***
            “Forgive me, Ava…” kata Zayn selama perjalanan. Menerobos hujan. Rasa bersalah yang membuatnya hampir mati itu muncul lagi.
            Satu jam lebih Zayn mencari tapi [YN] tidak juga ketemu. Dan itu membuat Zayn semakin frustasi. And Zayn plus frustration is equal with disaster. Berkali-kali Zayn hampir membuat dirinya celaka karena ngebut di tengah hujan.
            “THINK, ZAYN! THINK!” jerit Zayn. “Ava, where are you baby?”
            Tiba tiba handphone Zayn berbunyi. Ringtone-nya “Na Na Na.
            “Yes, Liam? Sorry I—”
            “Pusat kota!”
            “What?”
            “Pusat kota! Di sana ada kita. Mungkin dia ada di sana. Kami akan segera menyusul.”
            Meskipun Zayn sendiri tidak tahu apa maksud Liam, tapi mengikuti dorongan hati, Zayn pun tancap gas menuju ke sana.
            “Ava?!” Zayn tidak percaya [YN] benar-benar ada di sana, duduk meringkuk di bawah toko yang sudah tutup. Zayn segera menghentikan mobilnya dan keluar menerobos hujan menghampirinya.
            “Forgive me, Zayn, please forgive me. I’m so sorry.” Zayn tersentak saat ia melihat [YN] terus menggumamkan kalimat itu di bawah hujan sambil mendekap tubuhnya sendiri yang basah kuyup, entah sejak kapan.
            “Ava?” panggil Zayn sambil berlutut dan meraih tubuhnya. Tapi [YN] terlalu lemah dan kedinginan. [YN] langsung jatuh ke pangkuan Zayn.
“Oh my, God! You’re freezing.”
            “Z-Zayn? Is that you?”  kata [YN] dengan gigi bergemeletuk.
            “Yeah it’s me baby, I’m here.” Zayn membelai wajah [YN] yang basah dan sedingin es.
“I-I’m sorry…” [YN] terisak. “I’m so sorry. Aku minta maaf.”
            “No no no, it’s not your fault. It’s mine. I’m sorry.” Zayn memeluk [YN] erat sambil menggenggam tangannya yang dingin. Seolah itu bisa membuatnya lebih baik. [YN] sudah diguyur hujan deras selama berjam-jam.
            “Did you drive here?” tanya [YN] lemah.
            “Ya, I did.”
            “But…”
            “But I’ll do anything for you, to save you. I love you Ava, [YN], or whatever your name is. I love you so much. And I wouldn’t let you go again. Never. Sekarang aku mohon, bertahanlah.”
            [YN] tersenyum. Akhirnya Zayn mengatakannya. Dengan susah payah [YN] mengangkat tangannya yang satunya lagi dan menyentuh wajah Zayn yang basah tersiram air hujan. Zayn meletakkan tangannya di atas tangan [YN] yang menyentuh pipinya. Lalu mencium tangan itu dengan lembut. Kemudian, masih sambil tersenyum, mata [YN] lamat-lamat menutup.
            “NO! PLEASE, STAY WITH ME! AVA?!” tapi Zayn tahu usahanya sia-sia.
***
            Cahaya putih yang teramat terang menyilaukan [YN] ketika ia membuka matanya. Apa surga seterang ini? Lalu perlahan-lahan ia bisa melihat dengan lebih baik dan sadar kalau ini bukan surga. Ini kamar Harry.
            Ketika [YN] bangun sebuah alat kompres yang menempel di keningnya terjatuh. Pakaiannya juga sudah diganti dengan pakaian tidur yang hangat dan kering. Samar-samar [YN] mengingat kejadian semalam. Dia mengalami demam tinggi dan pingsan karena kehujanan, dan Zayn yang menyelamatkannya. Lagi. Zayn!
            Sedetik kemudian [YN] sudah melesat keluar. Dan hampir terpeleset di pintu.
            “Hey, welcome back!” seru Liam begitu [YN] akan turun dari tangga.
            “Hi guys!” di bawah ada Liam, Louis, Niall, dan Harry. Ada Danielle juga. Mana Zayn?
            “You better go upstairs again, he’s on the roof.” kata Harry seolah bisa membaca pikiran [YN].
            “Thanks!” [YN] tersenyum lebar. “And thanks for save me, again.”
            “Anytime!” Sahut Louis, “Cepat ke atap sebelum Zayn lompat dari sana.”
When you stood there
Just a heartbeat away
When we were dancing
And you looked up at me
If  I had know then
That I’d be feeling this way
If I could replay           
I would have never let you go
Ooh never let you go
Am I out of time?
 “Nice song! You made it?” kata [YN] setelah menikmati alunan lagu yang dinyanyikan akustik oleh Zayn. Lagu ini nantinya akan berjudul “I Should Have Kissed You”.
“Hey, Ava!” Zayn tersenyum lebar. “Ya, aku bikin lagu ini semalaman.Waktu kamu bisa dibilang sedang sekarat.”
“My name is [YN], Zayn. Not Ava.”
“Does it matter?” tanya Zayn. [YN] menggeleng sambil tersenyum.
“Here.” Zayn mempersilahkan [YN] duduk. “Nice to see you again.”
“Zayn, tentang masalah kemarin aku mau—”
            “Shh! I don’t want to hear anything about that anymore. I forgive you and it’s never happened, okay? Kita bicarakan yang lain saja mulai sekarang.”
            “Bicarakan hal yang lain ya? Hmm..” [YN] rolled her eyes. “Aha! Who was changed my clothes last night?!!” [YN] menodong Zayn dengan telunjuknya.
“Why you ask for that? Of course I did!”
            “WHAT?!” [YN] langsung menyilangkan tangan di depan dadanya.
            “So, you’ve seen everything?” tanya [YN] panik. Zayn mengangguk sambil tersenyum jahil.
            “Naaaaahhh!” pekik [YN]. Lalu tawa Zayn meledak.
            “Hahahaha! Oh my God you’re so funny!”
            “Why you laugh at me?! I’ve lost my virgin!” Zayn tertawa semakin keras sampai perutnya sakit.
            “Zayn, stop it! You jerk!” [YN] memukul lengan Zayn.
            “You’re crying because someone changed your clothes and you think you’re not virgin anymore? Bhahahaha!”
            Melihat ekspresi kesal [YN], Zayn menghentikan tawanya meskipun sulit. [YN] benar-benar lucu. Konyol lebih tepatnya.
            “Okay, I’m sorry.” kata Zayn, “You’re still virgin. Danielle did it.”
            “Really?” [YN] mendesah lega.
            “And even though I did it, you’re gonna still be a virgin! Kamu pikir aku seporno itu apa?!”
            “Ah, baguslah kalau begitu.” [YN] nyengir sambil menepuk-nepuk bahu Zayn.
            “Now my turn to ask you something! Semalam Liam menyuruhku mencarimu di pusat kota. Bagaimana dia tahu kamu ada di sana? Dia juga bilang di sana ada kami. I still don’t get it.”
“Aku pernah cerita kalau di sana ada videotron raksasa, tempat aku pertama kali melihat kalian dan kemudian jatuh cinta. Tanyakan ke Liam saja deh untuk detail ceritanya!”
“Tapi bagaimana Liam bisa tau kamu ada di sana? Dan kenapa harus di sana?”
“Mungkin Liam tahu, di sana adalah satu-satunya tempat yang paling dekat dengan rumah. When I see you guys, I see home.” Lagi-lagi Zayn tersanjung.
            “Well… kayaknya abis ini aku harus interogasi Liam deh.” Zayn nyengir.
“Haaah, pemandangan di sini kalau pagi indah juga ya?” [YN] meregangkan badannya.
            “It’s always beautiful here. Morning or night, shinny or dark, summer or winter, anytime…” lalu Zayn berpaling ke [YN]. “So do you. You’re always beautiful.”
            Kali ini [YN] yang tersenyum sambil menggigit bibirnya. Walaupun tidak semenggoda Zayn tapi dia terlihat cute juga. “Terima kasih sudah menyelamatkanku sekali lagi.”
            “I’ll do anything for keep you alive. Even I have to pay it with my soul. I love you.” Zayn menggenggam erat tangan [YN], menciumnya, lalu meletakkannya di dadanya.
            “Zayn…”
            “You don’t have to say anything…” Zayn mengambil gitarnya dan mulai memainkan lagu yang lebih familiar di telinga [YN].
“Zayn I love you”
It’s not the words I want to hear from you
It’s not that I want you
Not to say but if you only knew
How easy it would be to show me how you feel
More than words
Is all you have to do to make it real
Then you wouldn’t have to say that you love me
Cause I already know…
            [YN] tersenyum dan sesekali tertawa mendengar setiap kalimat dari lagu “More Than Words” yang dinyanyikan asal oleh Zayn dibagian awal. [YN] menatap sepasang bulu mata lentik itu lagi.
            “Even you’re already know, just let me say that, Zayn... I love you.” [YN] meraih wajah Zayn lalu mencium pipinya. Mwah!
            Hening.
            “Thank you.” Lagi-lagi Zayn tersenyum sambil menggigit bibir.
            “For what?” tanya [YN] dengan nada yang selalu sama.
            “Just one thing.”
            “And what is that?”
            “For being true to who you are… To your heart.” Zayn menatap [YN] lekat-lekat.       “Ava,  or [YN]… I love you foreva…”
Ketika eye contact itu sedang terjadi tiba-tiba Zayn meraih wajah [YN] dan mengecup bibirnya bahkan sebelum [YN] menyadarinya. Little bit passionately, but still romantic.
Cuuuuuuupppsssssshh!
            Setelah itu mereka berpandangan. Saling memperlihatkan wajah mereka yang memerah karena malu. Lalu mereka tertawa.
            Zayn mengambil gitarnnya lagi dan mulai bernyanyi saat [YN] menyandarkan kepalanya di bahunya untuk mendengarkan lagu istimewa itu lagi…
I should I should
I should have kissed you
I should I should oh
I should have kissed you…
Every morning when I leave my house
I always look for you
I see you everytime I close my eyes
What am I gonna do
…..
“Kuharap akan ada hari-hari selanjutnya, hari dimana aku masih bisa menatap langit kota London yang romantis dari atap yang sama, dengan gadis yang sama. Atau mungkin juga, kalau aku boleh berharap, suatu hari nanti, bersama makhluk mungil yang mirip dengan kami berdua.” – Zayn Jawaad Malik.
--END--

No comments:

Post a Comment