By @annisamchtr , 15
3rd Favourite Fanfic of 1D Fanfic Contest
Sebuah kotak terduduk indah di atas
tangan seorang gadis. Kenangan di dalamnya tiba-tiba menyelimuti atmosfer di
sekitarnya dan membawanya kembali ke sudut
alam masa lalu. Kotak istimewa itu berwarna putih-kelabu. Bergambar hati dengan
corak merah jambu. Kalau hanya dipandang sepintas, kotak itu tidak bernilai
apa-apa. Hanya sekedar kotak biasa yang terbuat dari kardus sederhana. Di setiap
sudutnya, sangat nampak detail berantakan tanda buatan tangan
manusia. Tetapi untuk perempuan itu, kotak tersebut merupakan rekaman indah
miliknya dan seseorang yang istimewa. Rekaman yang mustahil untuk dapat
terulang kembali. Rekaman yang hanya akan selalu menjadi sebuah benda berharga
untuk dirinya sendiri.
Air
mata gadis itu mengalir teratur menelusuri pipinya, jatuh tepat ke bawah bibir
mungilnya. Setelah sadar bahwa ia menangis, gadis itu buru-buru menghapus air
matanya. Mata bulatnya enggan menelusuri isi kotak itu, tetapi hatinya
bersikeras memaksa untuk membukanya.
Sebuah
ketukan kecil terdengar dari seberang pintu kamarnya, membuatnya meletakkan
lagi kotak itu ke tempat semula. Ia setengah hati bersyukur.
Gadis itu lalu berdiri dan merapikan
rambutnya. Dia juga tidak lupa membasuh wajah rembesnya sehabis menangis tadi
dengan air.
“YN, kok lama banget sih bukain pintunya?
Buru ah!” Suara itu membuat gadis tadi buru-buru membuka pintu kamarnya.
“Sorry.
Baru bangun tidur nih, hehehe.” Gadis yang ternyata bernama YN itu cengegesan sambil mengacungkan
jari telunjuk dan tengahnya bersamaan, tanda peace.
“Dasar
kamu emang tukang molor. Tapi sekarang udah siap jogging kan?” Tanya suara
tadi, yang merupakan suara lawan jenis YN
yang bernama Zayn.
“Udah
dong. Jogging kan nggak perlu mandi
dulu. Aku udah cantik juga kan? Harum juga sudah.” Kata YN sambil mencium ketiak kanan dan
kirinya.
“Ih, dasar jorok. Ya udah, mulai jalan yuk!” Ajakan Zayn tidak pernah bisa di tolak oleh YN. Dan kini mereka berlari pelan
beriringan. Mereka mengitari taman dan menikmati sejuknya udara subuh yang khas
bersamaan dengan terpaan embun yang dingin. YN merapatkan jaketnya dan memasukkan
tangannya ke dalam saku jaketnya itu.
Setelah
hampir 1 jam, mereka memutuskan untuk berhenti sejenak di bawah sebuah pohon
tempat mereka biasa duduk. Selama 10 menit mereka hanya saling diam, mengamati
karya Tuhan yang maha luar biasa di sekelilingnya, dan meminum air mineral di
tangan mereka masing-masing—air mineral yang baru di beli Zayn sebelum sampai di pohon itu.
YN dan Zayn sudah berteman sejak mereka berumur 4
tahun. Mereka bertetangga. Orang tua mereka saling mengenal dengan baik. Mereka
tidak menyebut diri mereka sebagai sahabat. Karena ‘teman’ atau ‘sahabat’ itu
untuk mereka tidak memiliki arti yang berbeda. Hanya saja, kalimat ‘sahabat’ terdengar
lebih intim bagi beberapa orang, sehingga arti seorang ‘sahabat’ sering
diartikan lebih dari sekedar teman. Padahal, menurut mereka 2 kata itu berarti sama.
Zayn merupakan teman yang perhatian, lebih
dari cukup. Sebagai seorang laki-laki, dia mencoba menempatkan dirinya sebagai
kakak untuk YN. Walaupun memang perasaan tersembunyi yang selama ini hanya
disimpannya sendiri terkadang tiba-tiba menyeruak dan membuat Zayn ingin memiliki YN.
Ya, Zayn
memiliki perasaan ‘lain’ terhadap YN.
Tetapi sayangnya, YN belum
sadar atas semua perhatian yang berarti itu. Dan Zayn tidak ingin mengungkapkannya sampai
tiba saatnya YN memiliki
perasaan yang senada dengannya. Dia selalu berharap...
Setelah
cukup lama berdiam-diaman, Zayn
menoleh ke arah YN
yang sedari tadi belum juga membuka percakapan. Setelah mengamati teman
kecilnya yang melamun itu, Zayn
baru menyadari bahwa mata gadis itu sembab.
“Nangis
lagi ya?” Lengan Zayn yang menyenggol lengan gadis itu membuyarkan lamunan YN.
“Itu
perhatian atau ejekan? Atau cuma penasaran sama cewek cengeng yang sulit banget
ngelupain cowok nyebelin di masa
lalunya?” YN sewot
seketika.
“Idiiiih,
gitu aja ngambek. Move on dooong!” Zayn
menyandarkan punggungnya di badan pohon besar itu. YN memonyongkan bibirnya dan
melipat tangan di dadanya. Gemas karena Zayn
selalu menghiburnya dengan cara yang malah membuatnya kesal.
Setelah diam lagi, YN memperhatikan Zayn yang sedang menutup kedua matanya sambil bersiul. YN familiar dengan nada-nada dalam alunan
siulan itu.
“Zaaaaaayn, kalo mau ngibur aku tuh lagunya
jangan itu-itu aja dong. Bosen ah!” YN
meninju bahu Zayn yang
langsung dibalas Zayn
dengan menggelitik pinggang YN.
YN menghindar pada awalnya. Tetapi karena
tangan Zayn lebih kuat, dia-pun mengalah dan
membiarkan gelitikan itu membabi buta di pinggangnya, membuat YN tertawa kesetanan sampai
mengeluarkan air mata.
“Gitu
dong, kalau ngeluarin air mata tuh harusnya gara-gara bahagia, gara-gara
seneng, jangan ngeluarin air mata gara-gara sedih ditinggal cowok alay mulu.
Udah di tinggalin gitu kok masih aja di inget-inget. Nyakitin diri sendiri aja.”
Zayn kembali ke posisi duduk semula dan
menepuk-nepuk tanah di sebelahnya, tanda supaya YN segera mendudukkan diri di tempat itu.
YN menuju ke posisi duduk
sebelumnya dan masih tertawa sedikit-sedikit. Masih ingat dengan rasa geli yang
tadi.
“Iya
deh, iyaaaa. Emang kamu paling pinter bikin aku seneng.” YN menyandarkan kepalanya di bahu Zayn. Zayn sedikit
tersentak dengan apa yang di lakukan YN
barusan, tetapi dia mencoba menenangkan dirinya tanpa menenangkan detak jantung
yang menyepat kencang. YN
tidak menyadari bahwa apa yang di lakukannya itu membuat senyum Zayn berkembang.
“Aku
dari dulu mikir, kenapa sih aku nggak di takdirin jatuh cinta sama kamu aja?
Kamu itu baik, perhatian, pinter bikin aku ketawa. The best lah! Tapi, aku
malah jatuh cinta sama cowok alay yang ternyata tukang bohong.” Ucapan YN membuat Zayn setengah mati menahan desiran di
dadanya. Zayn tidak
sanggup membalas ucapan YN dengan
apapun.
“Kalau
aku tiba-tiba suka sama kamu, gimana ya?” YN
menoleh ke arah Zayn,
menatapnya dengan sedikit sendu. Zayn
hanya mengangkat kedua bahunya, membuat kepala YN terhantup dengan pipi kanannya. YN tertawa.
“Bego
banget ya kalau sampe kita saling suka. Pasti langsung jadi kagok, jadi canggung.
Nggak seru kayak gini.” YN
masih saja nyerocos. Tetapi cerocosannya kali ini membuat Zayn sedikit kecewa. Wajahnya memerah.
Entah memerah karena malu terhadap perasaannya yang seharusnya tidak ada, atau
memerah karena marah terhadap ucapan YN
tadi.
Setelah
nyerocos, YN tiba-tiba tertidur di pundak
Zayn. Zayn
mengelus pelan rambut YN dan meluruskan kepala YN ke badan pohon di belakangnya. Zayn berjalan menjauh dari YN dan duduk di dekat selokan yang
kering. Pikirannya menerawang.
Saat itu sedang hujan. YN tiba-tiba datang ke rumah Zayn dengan air mata yang bercucuran di
pipinya. Zayn
dengan sigap meberikan YN
handuk dan mempersilahkannya duduk di kursi ruang tamu. Papa dan mama Zayn sedang pergi ke luar kota, sehingga di
ruangan itu hanya ada Zayn,
YN dan para pembantu
Zayn. YN
menangis tak tertahan.
“Liam, Zayn. He’s such a cruel. Tadi...aku liat dia
sama....Emma. Padahal kita udah janjian malam ini buat nonton....festival
band...bareng. Handphone-nya nggak...bisa di...telpon. Aku....ke rumahnya. Ter-nyata
dia lagi berenang berduaan sama Emma, hujan-hujan, pake lilin yang
ditaruh...dibawah kaca. Terus, dia...liat aku. Tapi, dia nggak bilang apa-apa. Dia
biarin aku berdiri didepan
pintu. Malah, dia senyum. Emma-nya juga, queen of
devil. Masa...dia ngeliatin aku...pake muka
licik.” YN
bercerita sambil sesenggukan, membuat kalimat-kalimatnya sulit untuk dicerna.
Setelah mencoba berpikir, Zayn
akhirnya mengerti.
“Udah, jangan nangis lagi. Tenang dulu. Minum
deh teh hangatnya. Tadi Bi Ina baru bikinin.” Zayn
cemas melihat YN-nya
menangis karena orang lain.
“Nggak mau minum teh. Maunya cerita.” YN berkata sambil menangis lagi. Zayn paling mual kalau sudah berhadapan
dengan seorang perempuan yang menangis, apalagi kalau orang itu adalah YN.
“Ya udah, tenangin diri dulu. Jangan langsung
cerita. Aku sulit dengernya.” YN
mengangguk dan mencoba menenangkan dirinya. Lalu, dia menyeruput teh hangat
yang ditawarkan Zayn
tadi. Zayn tersenyum melihat
tingkah plin-plan YN.
Setelah kurang lebih 10 menit diam, YN
akhirnya bercerita lagi.
“Emma itu incaran Liam dari dulu. Tapi, dulu Emma udah punya
pacar. Terus nggak lama setelah Liam
capek nunggu Emma, aku datang. Dia naksir aku, dia nembak aku, aku terima
karena aku emang naksir dia. Setelah 3 bulan, aku sadar ada yang aneh, tapi aku
nggak berani nanya ke Liam
karena aku takut sama kemungkinan-kemungkinan yang nggak pengen aku tau. Jadi, aku diam aja. Aku pernah
nanya sama Liam,
gimana kalau tiba-tiba Emma suka sama dia, karena waktu itu aku sempat denger
kalau Emma putus sama pacarnya. Terus, abis aku nanya gitu, Liam jawab dia nggak mungkin suka lagi sama
Emma karena dia udah punya aku. Liam
pacar pertamaku, Zaaayn.
Aku baru tau rasanya diterbangin sama kata-kata tuh gimana. Tapi dia bohong. Cruel. Apa yang dia omongin nggak sejalan
sama apa yang dia lakuin. What a lie!”
Setelah berbicara panjang lebar dengan bahasa khas orang patah hati—berlebihan—itu,
YN kembali menangis. Zayn hanya bisa geleng-geleng kepala
mendengar kesedihan YN-nya
itu.
“Ya udah. Di jadiin pelajaran aja ya YN cengeng. Nggak semua cowok itu baik.
Nggak usah, malah jangan, terlalu percaya sama kata-kata cowok yang bikin kamu
terbang. Kayak nerima pelajaran Kimia deh. Kalau kamu dengerin guru Kimia
ngomong, pasti masuk telinga kanan terus keluar dari telinga kiri kan? Abis itu
udah deh, ilang. Perlakukan juga kalimat sampah yang kamu denger itu kayak
gitu. Jangan terlalu sayang. Nggak baik. Udah tau kalau dia nggak baik, nggak
usah lagi di pikirin. Ini pelajaran berharga buat kamu. Supaya kamu nggak
sembarangan dengerin apa yang orang omongkan. Nggak sembarang percaya sama
orang. Udah, ya. Jangan nangis lagi.” Zayn
selalu memberikan kalimat-kalimat penyemangat yang selalu berhasil untuk YN. YN tersenyum
dan membenamkan wajahnya di bantal ruang tamu Zayn.
Agak lama.
“Kapok, bantalmu kena ingus.” Wajah polos YN terlihat lucu dengan kata-kata yang di
keluarkannya. Setelah itu, Zayn
menimpuk wajah YN menggunakan
bantal itu. Mereka bermain timpuk-timpukan bantal dan segera lupa dengan
kesedihan yang baru saja terjadi.
Zayn spontan menoleh ke belakang setelah mendengar sesenggukan yang
lebih dahsyat dari sesenggukan yang pernah didengarnya ketika YN menangis malam itu. Dia mendapati YN mengelap air matanya yang membanjir. Zayn menghela napas dan berjalan ke arah YN.
“Kenapa
lagi ka....” Belum selesai Zayn bertanya, YN sudah berlari memeluk Zayn. YN
bisa merasakan detak jantung Zayn
berkeliaran tak beraturan.
“Kamu
jahat....” YN menangis
di dada Zayn.
Zayn tidak bereaksi.
“Kok
jahat? Emang aku ngapain? Aku dari tadi nungguin kamu tidur.” Zayn menyela, protes.
“Aku
mimpiin kamu sama Liam.
Kalian berdua tenggelam di laut. Kalian nggak bisa berenang. Aku bingung mau
nolong kamu atau Liam.
Jarak kalian jauh. Tapi aku milih buat nolongin Liam. Terus, Liam selamat dan kamu enggak. Terus aku nyesel,
besok-besoknya aku nggak bisa tidur karena kamu nggak
ada. Kamu nggak dateng pagi-pagi buat ngacauin tidurku, kamu nggak antar-jemput
aku sekolah, kamu nggak sms buat ngingetin
aku makan, kamu nggak datang malam-malam buat gitarin aku lagu favorit kita.
Soalnya di mimpi itu kan kamu meninggal.”
Zayn tertegun mendengar apa yang di katakan
YN Sedang YN masih sesenggukan.
“Loh?
Terus kok aku yang jahat? Kamu dong yang jahat, kamu nggak nolongin aku.” Ucap Zayn bingung.
“Kamu
jahat. Kenapa kamu nggak bilang sama aku kalau kamu lebih penting?” YN mempererat pelukannya. Akhirnya Zayn bereaksi dan mengelus lembut rambut YN. Zayn
tersenyum penuh arti.
“Harusnya
kamu dong yang sadar sendiri. Lega kan rasanya kalau bisa tau tentang apa yang
seharusnya diketahui dari dulu?” Zayn
melepaskan diri dari pelukan YN
dan menyeka air mata YN.
“Kecewa.
Harusnya kan dari dulu.” YN cemberut,
tapi langsung berubah tertawa. “Aaaaa nggak seru ah melankolis gini.” YN langsung berlari sambil menggandeng tangan
Zayn pergi dari pohon itu. Menuju ke
rumahnya.
Setelah
sampai di rumah, YN
menuju ke kamarnya dan meraih kotak istimewa-nya yang tadi pagi sukses
membuatnya mendapat predikat cengeng dari Zayn.
Dia membuka kotak itu dan mengambil isinya. Isinya hanya satu. Separuh kalung
couple yang dibeli oleh Liam
2 bulan yang lalu. Setelah menggenggam kalung itu, YN menoleh ke arah Zayn dan tersenyum. Zayn hanya bisa diam, tidak mengerti.
Setelah
itu, YN menggandeng Zayn keluar dari kamarnya dan membawa diri
mereka ke pinggir jalan. Jalanan masih sepi, belum ada tanda-tanda kehidupan.
“Mau
ngapain sih?” Zayn menatap
Yeva dengan wajah berkerut.
“Mau
buang kalung ini. Aku baru sadar, ternyata yang bikin aku sedih selama ini ya
kalung ini. Dan yang selalu berusaha bikin aku senyum lagi ya kamu. Akunya aja
yang nggak peka. Ya kan? Kamu sayang aku kan?” YN tersenyum dan melepaskan tangan Zayn dari genggamannya. Wajah Zayn memerah. Dia segera memalingkan wajah
dan pura-pura bersiul. Melihat tidak ada respon dari siulan yang dibuatnya, Zayn menoleh ke arah YN yang sudah tidak lagi menatapnya. Tangannya mengarah ke selokan.
“Loh?
Buangnya di paret?” Tanya Zayn.
“Iya.”
Jawab YN singkat.
“Nggak
elit banget sih! Orang-orang buangnya di pantai, di tempat-tempat romantis, kok
kamu malah mau buang di paret?” Zayn
protes lagi.
“Kan
udah nggak penting lagi. Walaupun pernah penting, tapi kan sekarang udah nggak.
Jadi ya nggak masalah di buang di mana aja.” YN melepaskan kalung itu dari tangannya di
atas selokan yang berair. Tak lama, kalung itu mengikuti alur air pergi dan
hilang dari pandangan mereka.
“Heh!
Kamu belum jawab! Kamu sayang aku kan? Percuma nih aku udah kayak gini ternyata
kamunya nggak sayang aku.” Tanya YN
jahil. Retoris. Karena
YN pun sudah yakin dengan jawaban yang akan didengarnya.
“Apaan
sih, YN?” Zayn
salah tingkah. “Aku pulang dulu ya, sakit peruuut.”
“Ih!
Curang! Jawab dulu, sayang nggak?” YN
tambah membuat Zayn
malu, dalam hati YN
terkikik.
“Retoris!
Udah ah, aku mau pulang.” Wajah Zayn
sudah melebihi merahnya kepiting rebus.
“Gak
mauuuuuu! Jawab duluuuuu!” Paksa YN.
“Iya,
iya!” Jawab Dante.
“Iya
apaaaaaaaa?” Suara YN
dibuat-buat menjadi seperti anak kecil. YN
menatap jahil ke arah Zayn.
Zayn langsung tertawa. Mencubit pipi YN dengan gemas yang langsung di respons
dengan “aduh” oleh YN.
“Iya,
kalau kamu jelek! Hahahaha.” Setelah itu, mereka berlari berkejar-kejaran tanpa
memperdulikan situasi yang sudah mulai hidup di sekelilingnya.
Mereka
bertemu pada satu titik ketika YN sudah
mulai kelelahan berlari.
Zayn tidak bisa menyembunyikan senyumnya,
arti bahagia yang dimilikinya.
“Maaf ya, aku nggak bisa jadi romantis. Aku
nggak bisa jadi seseorang yang bisa bikin kamu melting dan sebagainya. Aku
bukan cowok pemberani yang bisa bikin cewek klepek-klepek. Aku nggak bisa
bilang apa yang pengen kamu denger. Maaf kalau kamu nggak bisa dapetin apa yang
kamu pengen dari seorang cowok.” Zayn
menatap langit yang mulai dihiasi matahari.
“Aku
udah denger apa yang pengen aku denger kok.” Zayn menoleh, bingung. “Aku denger dari
perlakuanmu ke aku. Dari cara pandangmu ke aku. Dari perhatianmu ke aku. Nggak perlu
kamu ucapin juga sudah kedengeran, jelas pula.” YN menggelayut di
lengan Zayn, tetapi lalu menjotos
kaki Zayn. Zayn yang tidak
terima, langsung
balas mencubit pipi YN.
Hari
itu mereka habiskan dengan kebahagiaan baru atas keputusan tepat yang telah
diambil oleh YN.
Hubungan
mereka adalah hubungan yang hebat. YN belajar untuk menjadi dewasa dari Zayn. Dan Zayn mencoba untuk lebih dewasa menyikapi
kepribadian YN yang
masih tergolong kekanakan. Mereka masih sama-sama belajar. Sama-sama mencari
jati diri. Dan sama-sama mengerti, bahwa kesedihan dan kebahagiaan itu akan
selalu berada pada tempatnya.
No comments:
Post a Comment