Finalis #1DFanficContest13
by Shafa
Ghaisani Salsabila , 13
NLS
[Tasha’s
POV]
(Jakarta
– September 10th 2013)
Selamat
pagi. Masih pagi yang sama, tak ada yang berubah, tak jauh berbeda dengan pagi
sebelumnya. Segera aku mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi, menyalakan shower, dan mulai mandi.
Aku
bersiap dan sarapan.
Siapa
yang menyangka seorang gadis berumur 14 tahun, memiliki rumah dan memilikinya sendiri,
sepenuhnya. Maksudku, aku. 14 tahun-14 tahun lain mungkin masih tinggal bersama
orangtuanya, namun aku, aku tinggal sendiri di sini.
Tepat
setahun yang lalu, ayahku dipindah dinas ke Irlandia.
Tepatnya di daerah Westmeath. Awalnya,
aku akan ikut ke sana. Namun mungkin takdir berkata tidak. Aku harus
menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertamaku terlebih dahulu di Jakarta.
--
Sesampainya di sekolah, aku langsung menuju kelasku, kelas
9C. Baru sampai di depan pintu saja, aku sudah diserbu oleh Dani, sahabatku.
“TASHAAAAAA! Lo tau kan, sekarang tanggal berapa?”
Badanya menyerbuku segera dan sedikit berteriak di depan
wajahku.
“10, kenapa sih, Daniella?”
“Aduh, tanggal 13 tuh, Niall ulang tahun, lo kok lupa sih?
Nanti, dia mau bikin skype video call buat directioners yang
beruntung! Lo temenin gue ya? Siapa tau kan gue salah satunya, hehe”
“Iya iya, deh.”
-
Hari ini pelajaran tak begitu bagus, Math, English, dan
Citizenship.
Math? Aku paling tidak suka pelajaran itu, aku selalu
mendapat nilai seadanya, sejenis 7, atau bila aku beruntung, aku mendapat 8. Intinya,
jangan tanyakan aku soal Math padaku.
--
(Jakarta –
September 11st 2013)
Sepulang sekolah hari ini, aku kembali pulang ke rumah,
namun tak sendiri. Daniella, sahabatku yang mendapat “One Direction Infection” stadium 4 itu menemaniku. Dia akan
menginap di rumahku selama 3 malam. Aku bersyukur saja tidak membeku sendirian
di rumahku seperti biasanya.
Di rumah, Daniella sibuk sendiri membuat scap-paper untuk ulang tahun Niall hari lusa.
Dia merasa percaya diri bahwa dia akan melakukan video call bersama Niall di hari ulang tahunnya yang ke 20.
“Dan, lo gak liat ini jam berapa? Mentang-mentang no homework, lo rela ngelakuin hal bodoh
bikin srcrap-paper gitu? Lagian belum
tentu lo yang kepilih, kan?” kataku
membuka pembicaraan.
“Just shut up,
Tasha. Harus optimis kali, kalo lusa lucky
day gue gimana coba? Lo juga ntar pasti ikut fangirl, kan?” jawabnya.
“HAH? FANGIRL?
Daniella please, mana pernah gue suka
sama boyband-boyband sampe fangirling over the day gitu? Gak ada
deh di sejarah hidup gue kaya gitu.”
Daniella hanya terdiam, mungkin dia melanjutkan
konsentrasinya pada scrap-papernya.
“Well, gue tidur duluan
ya.. Ntar kalo udah beres, nyalakan lampu tidurnya.”
“Oke, beres deh Tash! Good
night, sleep tight!”
--
(Jakarta – September 12nd 2013)
Aku terbangun karena suara pintu kamar mandiku terbanting
membuka, pasti Daniella yang selalu mengalami complicated saat membuka-menutup pintu kamar mandi kamarku.
Terdengar suara shower yang meyakinkanku untuk bangun. Segera aku merapikan
kasur, dan bergegas ke dapur untuk membuat sarapan untukku dan Daniella. Hari
ini aku membuat roti bakar cokelat
dengan susu vanilla segar.
Saat semua siap, kami pun berangkat.
--
Setelah pulang sekolah dan pulang dari mall untuk membeli bahan tugas, aku dan Daniella terbaring di kasur
akibat rasa lelah. Dan akhirnya kami teringat akan Skype, Dani memaksaku untuk membuat account baru milik kami berdua. Daniella memang tidak memiliki
account Skype, sementara aku tak mau
menggunakan account-ku untuk video-call nanti di ulang tahun Niall.
Jadi, Dani memaksaku membuat account
baru untuk kami berdua. Aku pun membuka Mac
Book ku dan memulai mengisi data untuk account
baru.
“Well, nih udah
jadi, Dan. Username-nya ‘danisha’
Daniella dan Tasha.” Kataku sambil memperlihatkan layar pada Dani.
“Yeaay finnally!
Oh iya, Tash, gue buka twitter dulu
ya, siapa tahu ada pemberitahuan buat besok..”
“Oke”
Dani akhirnya stalking.
Dan ada hal mengejutkan dari account @NiallOfficial.
Seketika, Daniella fangirling karena besok Niall jadi menngadakan video call.
--
(Jakarta –
September 13rd 2013 2:00 PM)
[Skype: Welcome
danisha! You just logged in]
Itulah yang muncul di layar MacBook ku. Daniella yang sibuk menyiapkan segala macam termasuk scrap-paper yang ia buat kemarin.
Setelahnya, aku mengecek twitter
Niall, di sana dia sudah menulis username
khusus untuk berbincang dengan Directioners beruntung di hari ulang tahunnya.
[@NiallOfficial: hey
directioners! Thankyou for the wishes, now im on skype! Here… niall20. See ya
there, lucky girls!]
“Dan.. cepet nih, skype Niall udah gue liat dan invite,
tinggal lo kasih video call request,
dan tunggu aja, siapa tau dia accept.
Gue chillin, main gitar di situ ya.”
Kataku seraya pergi dan mengambil gitarku dan duduk di samping jendela jauh di
belakang Daniella.
“Oke oke.. Makasih ya, Tash! Eh lo gak mau temenin gue nih?”
“Gak ah. Udah lo aja deh..”
--
Sudah lama Daniella mengeluh akan dirinya yang belum
terhubung video call-nya dengan
Niall. Sementara aku hanya terdiam memetik senar-senar gitarku.
Bunyi gitarku perlahan tenggelam oleh teriakkan Dani. Saat
aku melihat ke arah layar MacBookku,
terlihat seorang laki-laki memakai topi SF
(San Fransisco) berwarna hijau
melambaikan tanggannya pada arah kami. Hey,
topinya persis sama dengan milikku! What the..
“OH MY GOD, DAN! LO…..”
“AAAA TASHAA DIA ACCEPT
GUEE!” Dani menengok ke arahku sambil tersenyum lebar.
“iya, iya.. have a
nice chat baby!” jawabku.
5 menit berlalu, aku masih memainkan gitarku, dan Daniella
masih terlihat menunjukkan One Direction
Marchendises-nya. Namun, saat aku melihat ke arah layar dan webcam, Stuck.
Mataku seolah dihentikan oleh mata birunya jauh di sana.
“Astaga, Tash. Apa sih.” Pikirku sambil membuang muka, pergi
meninggalkan pandangannya.
--
[Niall’s POV]
(Peterborough, London – 13rd September 2013)
Ini adalah Directioner ke-6 yang ku-accept. Awalnya aku hanya melihat ada satu gadis di sana. Cantik.
Namun setelah lama kami berbincang, aku melihat terdapat gadis lain di belakang
gadis ini, yang kutanya namanya, Daniella. Namanya memang hampir sama seperti
pacar Liam, Danielle.
Gadis di belakang Daniella terlihat sedang memainkan gitar,
namun tak kudengar jelas petikan-petikkannya. Dia cantik pula. Cantik sekali.
Akhirnya, gadis itu mengalihkan matanya padaku. Mata
cokelatnya jelas melekat. Ya Tuhan, dia cantik sekali. Dan permainan gitarnya…
Ya, walaupun tak terdengar jelas, aku mendengar petikkannya sangat halus, entah
lagu apa yang ia mainkan. Sayangnya, pandangannya pergi.
Sebelum percakapanku dengan Daniella berakhir, aku
memberanikan diri, bertanya tentang siapa gadis tersebut, dan segala hal
tentangnya pada Daniella. untuk memancingnya, aku meminta username twitter kedua gadis tersebut.
“Well, my username @dani_ella and, that girl? Hahaha
she’s my bestfirend, Tasha. Actually now I’m skyping in her house. And she’s
alone here. Her parents and brother live in Westmeath, Ireland, because her
father get a success job there. I know, its your hometown, right? Hehe. Her
username is @taash99. Follow our twitter, please? Glad if you’re in our
followers list!” Danielle menjelaskan.
“Okay, got it.
Daniella and Tasha. Wait for me in your followers twitter list girls xx. By the
way, is Tasha a directioner too?” tanyaku.
“Haha thankyouuu so
much, Niall! Umm but Tasha isn’t a directioner, she never had any boyband
fevers you know.lol. But she likes music, she loves to play guitar a whole
day.. and it makes me bored you know hahaha”jawabnya.
“Anytime.. uh really?
She loves guitar? I like girl who plays guitar.lol. Okay, now I gotta go to
find more directioner. See you soon, Dani! And, a warm greeting for Tasha
too..:)”salamku. Aku melihat ke arah Tasha
sebelum aku mengakhirkan video call,
namun ia tak melihat ke arahku. See you
soon, beautiful.
--
[Tasha’s POV]
(Jakarta – 14th September 2013)
“Daaan bangun cepet! Liat ini, cepetaan!” teriakku pada
Daniella yang masih terbaring di dalam selimut sambil menunjukkan iphoneku pada wajahnya.
“Aduuh apaan sih Tash……” jawab Dani, namun terputus saat
wajahnya melihat layar handphoneku.
[Twitter Interactions:
from @NiallOfficial: @taash99 mind to follow me back?:)x]
“Wah licik lo, Tash. Gue aja gak dapet mention dari Niall,
cuma follow doang. Tapi lo? Ah kampret.” Keluh Dani.
“Yaah mana gue tau Dan, lagian dia tau username gue dari mana coba?! Lo yang kasih? Terus sekarang gue
jawab apa coba?”
“Iya iya deh, gue ngerti. Gue yang kasih.. hehe. Abis dia
pengen tau banget lo siapa. Udah follow-back
aja kali Tash, susah amat hidup lo.”
“Hmm..” selaku sambil kembali melihat layar handphoneku. Aku
akan membalasnya.
[@taash99 in reply to
@NiallOfficial: @NiallOfficial sure, followed:)]
“Nah gitu deh, apa susahnya sih, Tash. Pasti bentar lagi followers lo nambah deh, udah di follow Niall, dimention lagi. Pretty luck, bestie.” Kata Dani sambil
mengacak-ngacak rambutku, dan bergegas ke kamar mandi.
--
[Niall’s POV]
“yeaah finally she
following me back! And, she replied my mention omg, yeaa!” itulah yang ada
di benakku.
[Tasha’s POV]
(Jakarta – 15th September 2013)
Saat istirahat di sekolah, notification di iphoneku
bertambah, dari twitter. Ternyata ada
direct message terbaru. Dan aku
terkejut. Ternyata, dia, lagi. Niall.
Hey there! I actually
have seen you 2 days ago while I accepted Daniella’s skype, and while you
playing guitar, right?
Aku membalasnya,
Hey too. Lol,
Daniella? Haha yes, absolutely right. Why you send me message? What’s
happening?
Aku mengunci screen
handphone dan memasukkannya ke dalam saku.
“Vas Happenin, girl?
I thought that you had a message? Cie
dari siapa nih? Secret admirer baru
nih gak cerita-cerita ya.” Tiba-tiba Daniella datang mengampiriku.
“Secret admirer?
Niall?” aku diam, dan berpikir.
“Tash?! Tash?” Daniella melambaikan tangannya di depan kedua
mataku.
Belum sempat aku menjawab Dani, lagi-lagi handphoneku berbunyi.
Direct message lagi. Niall lagi.
Haha nope, just wanna
know you better, are you originally Indonesian? I heard that your father got a
job in my home, Ireland? That’s cool xx
“Oke, ini, Dan. Liat deh. Niall ngirimin gue message mulu..” keluhku.
“Gotcha! What the
hell, Tash. You got a new secret admirer! And he’s Niall?! What a fantastic
baby! Hahahaha, I know, gue yakin dia suka sama lo! Selama video call, lo pikir dia gak liat lo
main gitar? Dia liatin lo mulu lagi, gue yakin, dia naksir lo, Tash.
Hahaha.”jelas Dani.
“Astaga nggak lah… Terus dia tau ayah gue kerja di Ireland dari siapa? Lo juga? Bagus
banget.”
“Iyaaa lah dari gue. Udah lo terus aja lanjutin ngobrol lo,
siapa tau ntar kalo lo ke tempat ayah lo di Irlandia, Niall nyusulin..
Hahahaha.”
“Daniellaaaaa ya ampun!!” kataku sambil kembali melihat ke
layar handphone, dan berniat membalas
pesan dari Niall.
Sure, but I don’t
really know you, just know that u’re from One Direction, the biggest british
boyband, which my bestie likes you guys, hehe. Yep I originally indonesian, and
my fam live in Ireland. I think Daniella tell you a lot bout me, lol.:D
--
3 months later…….
(Jakarta – 15th December 2013)
Day by day, month by
month, aku semakin tau Niall. Kini, kami
teman baik. Benar kata Daniella, followers
twitter-ku semakin bertambah setiap harinya, karena Niall. Belum lagi,
karena dia selalu mengirimkan mentions
padaku.
Aku tahu, maksud Niall mendekatiku. Daniella bilang, Niall
menyukaiku. Hampir setiap hari dia mengirimkan pesan berisi “codes” (you-know-lah, what-those-kinda). Tapi aku, tidak ada sedikitpun
rasa bangga, namun takut.
Aku belum pernah berpacaran sebelumnya.
(Mullingar, Ireland – 16th December 2013)
[Berbicara melalui telepon]
“Halo, Tasha? Ini
mama. Kamu gimana kabarnya? Sebentar lagi kan kamu libur akhir tahun, kamu
kesini ya, kamu pasti suka deh tempat ini. Nama kota disini, Mullingar. Kamu
mulai libur tanggal berapa, Tash?”
Namun aku terdiam sejenak. “HAH? Mullingar? Kenapa mama gak bilang sejak lama kalau mama tinggal di
sana? Itu kan…..” pikirku.
“Haa..halo, Ma. Aku
baik-baik aja kok. Hmm boleh deh, Ma. Tapi, aku kan mulai libur tanggal 20,
nanti aku match lagi deh sama jadwal kegiatan aku disini.”jawabku.
“Oke deh, syukur kalau
kamu baik.. Baiklah, setelah kegiatanmu di sana selesai, cepatlah ke sini..”
“Pasti, ma. See you
there!”
--
(Jakarta – 19th December 2013)
Finally, aku dan Daniella berhasil melewati Term 1 di sekolah dengan nilai yang memuaskan! Kami baru saja
menerima raport.
“Oh iya, Tash.. Lo jadi ke Irlandia? Kapan?” tanya Dani.
“Hmm… Gak tau nih, Dan. Gue bingung. Apalagi, kalo libur
natal, Niall pasti ada di Mullingar.”
Jawabku.
“Hah? Mullingar?
Maksud lo? Orang tua lo juga di Mullingar?
Kok lo gak bilang sih, Tash? Kalo gitu, gue mau ikut lo ke Irlandia deh, Tash!
Please….”
“Ya ampun Dan, gue juga baru tau orang tua gue ternyata di Mullingar. Serius lo ikut? Boleh lah..
Gue emang udah rencana mau ngajakin lo. Kalo gitu, karena gue gak ada acara
apa-apa lagi di Jakarta, gue mau berangkat tanggal 21. Ntar siang, gue mau
hubungi mama, sorenya, lo anter gue ke bandara buat beli tiket ya. Eh, emangnya
loh udah izin sama orang tua lo?” jelasku.
“Okee deeh! Tanggal 21 ya. Nah emang, orang tua gue ada
urusan bisnis ke Washington, mereka berangkat besok, jadi gue bebas mau liburan
kemana. Ntar gue bilang deh.”
-
(Mullingar – 19th December 2013)
“Oke deh, bagus kalau
kamu mau berangkat lusa. Jadi, Daniella ikut juga? Sip deh, see you, Tash”
“Iyaa, pa. See you!”
-
(Soetta Airport (CGK), Indonesia – 19th December 2013)
“Dublin, Irlandia. Tanggal 21, 2 tiket, kelas economy, ada?”
“Tanggal 21, Irlandia. 2 tiket ekonomi. Tiket tersedia, landing
Dublin International Airport 22
December. Kembali lagi ke Indonesia tanggal?”
“8 Januari, bisa?”
“Bisa. Tunggu sebentar ya. “
-
(Jakarta – 20th December 2013)
Siang ini, aku tak berpegian kemana pun, aku sibuk packing. Sedangkan Dani sedang
mengantarkan orang tuanya ke bandara, setelah itu, dia akan kerumahku.
Barangnya sudah ia bereskan semalam. Jadi, nanti malam Dani menginap di
rumahku, dan paginya kami berangkat ke bandara untuk ke Irlandia.
(Jakarta – 21st December 2013 05:00AM)
Kami sudah bersiap. Mandi, sarapan, dan menyiapkan
barang-barang. Aku membawa 1 koper, 1 ransel, dan 1 tas kecil. Dani hanya
membawa 1 koper dan 1 ransel.
--
(Soekarno-Hatta International Airport (CGK), Cengkareng,
Indonesia – 21st December 2013 )
07:45AM.
Lucky, pesawatku hari ini tidak delay.
Well, we’re taking
off.. Aku langung mengaktifkan Airplane Mode di handphoneku.
Bye, Indonesia.
--
(Dubai International Airport (DXB) – 21st December 2013 1:10AM)
Kami transit
terlebih dahulu di Dubai.
-
Kami menunggu pesawat untuk ke Irlandia selama 17 jam. Di airport, aku iseng updating menggunakan Path.
Being ‘gembel’.. (with
@dani_ella at Dubai International Airport (DXB)) – path.com/h218a9aj
Benar saja, setelah aku updating,
Niall mengirimkan pesan padaku.
Hi taaash! Where are
you? Have you guys arrived in Ireland? Take care :]xx
Itulah pesan singkat darinya. ‘take care xx’ yang selalu dia ucapkan di setiap akhir pesannya
membuatku… Dia adalah manusia paling care
di dunia.
Hiii niall! Not yet, Me
and Daniella are still on the way, now we’re transiting in Dubai. Thankyou and
take care too:)x
Entah, aku mulai merasa nyaman berbincang, saling bertukar
kabar, mengirim pesan, dengan Niall.
“That’s how I feel,
Tash. You’re always smiling when get a message, or when replying him. You’re in
love with Niall..”seru Dani megacaukan pikiranku
“Huh? What did you
say?”
“Haaa engga deh ngga, Tash.” Dani senyum jahil.
-
(DXB, Dubai – 21st December 2013 7:00PM)
Setelah lelah menunggu, ternyata pesawat kami sudah datang.
Penerbangan Dubai-Dublin
akan menghabiskan waktu sekitar 8 jam. Dan akhirnya, kami pun berangkat..
Ireland, here we go!
--
(Dublin International Airport (DUB), Dublin, Ireland – 22nd
December 2013)
Good morning,
Ireland!
Akhirnya kami sampai di Irlandia. Saatnya berangkat menuju
Mullingar. Ayahku memang sudah mengirimkan mobil untuk menjemput aku dan Dani
untuk langsung menuju Mullingar.
Setelah naik mobil, aku mencoba browsing, berapa lama waktu yang akan dihabiskan untuk menuju
Mullingar dari Dublin.
Di sela perjalanan, aku mengabari Niall..
Niaaall! I just have arrived
in Ireland! And now I’m on my way to Mullingar! Will happier if I’d see you
there. Xx
Setelah pesan terkirim, aku tersadar. “Tash, how stupid you are.’will happier if I’d see
u there.’ Apaan itu tash, ah damn.”. Aku menyesal mengetik kata-kata
tersebut. But… huh, sudahlah.
Fokus-ku pada pesan itu akhirnya hilang saat rasa kantuk
menghampiri, aku terlelap.
-
(Mullingar, Westmeath, Ireland – 22nd December
2013 12:30PM)
“Taaash, get up, we’re arrived in your parents’ home!!”
Daniella membangunkanku setengah berteriak.
Akhirnya, sampai juga. Ayahku membantu membawa tas dan koper
kami masuk. Senangnya bisa bertemu orangtuaku.
-
Malam pun tiba. Di Mullingar
sedang turun salju. Dingin sekali. Banyak orang menyiapkan perayaan christmas yang memang tinggal 3 hari
lagi. Keluargaku memang tidak merayakan christmas,
namun ayah dan ibu selalu saling berkunjung dengan para tentangga dan
teman-temannnya.
Aku hanya duduk di kasur dan memeriksa handphone, ternyata Niall sudah membalas pesanku.
“Mati lo, Tash.” Itulah yang ada di dalam benakku.
Tashaa! Really? So,
maybe u already in Mullingar? Haha don’t worry, christmas is nearly comes, so
I’ll be there to celebrate it with my family in Mullingar. I hope I could meet
you. See you there xx
“Dan.. liat. Niall mau kesini. Trus kalo ntar gue ketemu dia
gimana? Aaaah emang tolol banget gue ngasih pesan kaya tadi, jadi aja dia….
Ah..” keluhku pada Daniella
“Kalo lo ketemu dia? Ya ketemu aja kali, syukur kali ketemu
artis, gak sia-sia lo ke sini, Tash.. Dan itu Niall? Bangga deh gue punya
sahabat kaya lo, deket sama artis, trus bentar lagi jadian deh, gue jadi ikut
terkenal deh hahahaha” Dani’s joke.
“Apaan sih, Dan. Gue tau banyak tentang dia aja ngga, gue
tau temen-temen band nya aja ngga, ketemu juga belom, lo udah main ngomong
jadian aja. Rese lu.”
“Ya siapa tau, Tash. Siapa tau first love lo Niall. Aaaaaaa, kalo gue di posisi lo ya, gue tuh
ngerasa gue cewe paling beruntung di dunia! Oh iya, nih, lo dengerin deh lagu
ini..” kata Dani sambil memasangkan salah satu headphonenya pada telingaku.
Dan, mulai terdengar petikan gitar….. indah sekali. Aku pun
berkonsentrasi mendengarkannya.
“Cause you’re mine for the summer, now we know it’s nearly
over
Feels like snow in SeptemberBut I always will remember
You are my, Summer love
You’re always will be my, Summer love.”
“Dan.. Ini lagu siapa? Enak banget sih. Yang nyanyi reffnya
siapa? He has an angelic voice, really.”
Tanyaku.
“Serius lo nanya gitu? Oke. Ini lagu One Direction, judulnya Summer
Love, kebanyakan di lagu ini yang nulisnya, Niall. Solo reffnya yang kata
lo has an angelic voice, itu suara
Niall. Kenapa? Terpesona?”
“Damn you, Dan.”
Kataku sambil melepas headphone dan
menarik selimut, seakan kabur dari pandangan Daniella dan pergi tidur.
“Niall? His voice?
That’s my first to heard his voice. What a beautiful. But, why I was too
innocently stupid to tell it in front of Dani? Well, my bad. I’m sorry,
Daniella. I’m lying.” batinku.
--
(Mullingar – 23rd December 2013)
Pagi ini dingin sekali. Salju masih turun. Jalanan di depan
rumahku sudah tertata dengan berbagai hiasan natal. Trees, socks, lamps all over the steet.
Ibuku memasak cream
soup pagi ini. Membuat kami merasa jauh lebih hangat.
-
Hey there! Is there
still snowing? Just got a long holiday, so I have to say goodbye to the boys,
while I have to say hello to my hometown. Hehe. Im on my way to Mullingar. I hope I can see you. Take care x
Lagi, aku mendapat pesan pagi darinya. A boy who has an angelic voice. Niall.
Aku mengerti, mungkin maksud ‘the boys’ di sana adalah teman-teman bandnya.
Hey! Yeaap, it makes
me freezing a lot you know.lol. Really? Haha maybe, if the time permits us,
maybe we probably can meet.:), take care too, and have a safe flight, niall.xx
“Kenapa? Niall jadi ke Mullingar
sekarang? Ciee deeh.” Ceplos Dani
sambil mengintip layar handphoneku.
--
[Niall’s POV]
(London Heathrow Airport (LHR) – 23rd December
2013)
Kemarin, kami berlima baru saja mendapat libur panjang akhir
tahun. Aku harus segera ke Mullingar.
Maka dari itu, aku langsung berangkat hari ini.
Aku diantar Zayn, Louis, dan Liam. Harry tidak bisa
mengantarkanku karena dia ada acara bersama keluarganya, acara menjelang natal.
“Lou, I’m sorry I
can’t be with you in your birthday tomorrow. Maybe I’m the first one to say it.
Happy early birthday,
man. I know you are the best. You’re getting old. Hahahahaha.” Kataku sambil memeluk erat Louis.
“Well Mr. Horan, Thankyouuu.
I love youuuu!!” balas Louis.
“I love you more,
Tommo. And, Liam, Zayn, I’m sorry I can’t celebrate christmas with you, guys.
Merry early christmas, boys.” Aku memeluk mereka.
“Its not a problem, my
boy. We can skype-ing in christmas. Merry early christmas too..” jawab
Liam.
“Yeaah. Just take a
care. We’ll missed you, our snowflake. Oh ya, anyway, why you’re going to
Mullingar early? Because there was a girl that you wanted, who plays guitar,
who pretty? Hahaha, just kidding, bro. Good luck. You’ll be taken when you’re
back to England.” Kata Zayn.
“Hahahahahaha you got
me, Zayn. Okay lads, I have to go. Goodbye! Send my christmas brother’s
greeting to Harry.. BYEEEE!” kataku sambil melepaskan pelukan mereka,
perlahan menjauh dari hadapan mereka.
“BYEEE NIAALLLL! HAVE
A GOOD TIME!”
--
(Mullingar – 24th December 2013)
Akhirnya, aku sudah di rumah. Sejak sampai di rumah, aku
menghabiskan banyak waktu bersama keluarga. Senang sekali rasanya.
-
[Tasha’s POV]
(Mullingar – 24th December 2013)
Aku membuka handphoneku,
dan melihat twitter timeline ku yang
penuh dengan tweets “HAPPY 22nd
BIRTHDAAY LOUIS” dari Daniella, dan beberapa temanku yang memang
directioners. Aku sekarang memang mulai mengenal 1D, mendengar beberapa
lagunya, menghafal personil-personilnya.
Niall? Have you just
got arrived in Mullingar? I heard that today, one of your partner has a
birthday? Send my warm birthday greeting to Louis..:)xx
Tak lama setelah mengirim pesan, Niall membalasnya.
Yeaah I already! Ya,
Louis has a birthday today. And I just send your greeting to him, he say a
massive thankyou.:)x
Aku membalasnya lagi.
Well, okay. And I
wanna ask you, are your boys already knew me?
“Niall cerita apa tentangku pada sama teman-teman bandnya?
Mengapa Louis terlihat sudah mengenalku?” tanyaku dalam hati.
Aku kembali melihat layar, dan terdapat pesan baru dari
Niall.
Haha yeah, they
already knew you, I’ve told ‘em about you, because of your music. They
appreciated you a lot.:)
One Direction sudah tahu tentangku.
--
(Mullingar – 25th December 2013)
Hari ini christmas.
Aku, Dani, dan keluargaku tak merayakannya, namun, kami hari ini di undang
untuk datang ke pesta di rumah
tetanggaku, letaknya hanya beberapa petak dari rumahku.
“Tasha, ikut ya ke rumah Mrs. Maura. Papa dan adik kamu tak
ikut, Jadi, kalian temani Mama ya. Daniella juga ikut aja..” kata ibuku.
“Mrs. Maura tuh yang mana sih, ma? Iya deh, aku dan Dani
sudah siap, kok.” Jawabku.
“Nanti juga kalian tau, nanti mama kenalkan sama anaknya ya,
anaknya Mrs.Maura itu keren, manis lagi. Dan, pasti kalian tau deh siapa dia...”
--
Kami pun sampai di rumah Mrs.Maura. Aku penasaran, se-keren
apa anak Mrs.Maura.
Ibuku terlihat mengobrol dengan Mrs. Maura. Aku dan Dani
tadi sudah bersalaman dengannya. Walaupun sudah cukup berumur, ia tetap sangat
cantik. Aku sempat tersipu dengan kesan pertamanya saat melihatku. Dia bilang,
aku gadis yang sangat cantik dan manis, sama dengan anaknya, tampan, dan juga
manis. Aku semakin penasaran, siapa anak itu.
Tak lama kami saling berbincang, makan, minum, Mrs.Maura dan
ibuku datang menghampiriku dan Dani.
“Ini lho, Tash, anaknya Mrs.Maura, kamu pasti tau kan, siapa
dia…” sela ibuku.
“Niall…. Berikan pada gadis-gadis cantik ini salam manismu.
Ini Tasha, yang sengaja akan mama kenalkan padamu. Tasha, ini Niall, anakku..”
ikut Mrs.Maura.
“APA? NIALL? Jangan katakan… Niall.. Horan….” pikirku
selintas, dan terputus seketika saat melihat seseorang menghadap arahku,
memasang mata indahnya di hadapanku, menjulurkan tangannya, dan.
“Ta… Tash, Tasha?” Katanya terbata-bata mengucapkan namaku,
sambil tersenyum.
“Ya, Niall.” Jawabku sambil termangu, menjabat tangannya,
sambil tersenyum bingung.
“And, Daniella?”
kata Niall sambil menunjuk Dani.
“Masih ingat kami? Hebat sekali kau, hehe.” Jawab Dani
sambil bersalam pada Niall, seakan sudah kenal dekat.
Niall hanya tertawa.
“Pasti sudah kenal, kan. Tapi tak menyangka Niall ini anak
Mrs. Maura, iya kan, Tasha, Daniella?” kata ibuku.
Well, setelah itu ibu dan Mrs. Maura meninggalkan kami. Kami
pun berbincang.
-
Aku semakin dekat dengan Niall. Begitu pula Dani. Kami sudah
bisa tertawa dengan bebas, membicarakan banyak hal, bercanda, I really had a best time.
-
Akhirnya, acara di rumah Niall selesai. Ibu, aku dan Dani
kembali ke rumahku.
“Besok aku akan ke rumahmu, dan mengajakmu berjalan-jalan.
Hanya aku dan kamu. Pasti bisa, kan?” tanya Niall.
“Aa..apa? Ooh.. i..iya.. Bisa.. bisa.. Bisa kok.. Hehe”
“Okay, see you
tomorrow, Tasha.” Balasnya.
--
(Mullingar – 26th December 2013)
“Tash, itu ada Niall.. Katanya dia mau jalan, temenin
sana..”
“Hah? Niall? Dia bener dateng? Trus, Dani gimana?”
“Dani? Dani sama mama, sama adik kamu lah di rumah. Kita mau
bikin kue, jadi, saat kamu pulang, kue sudah siap. Udah… Berangkat sana..”
“Iya, Tash.. Gue gak apa-apa kok, udah sana, temenin
Niall-nya. Byee!” Dani melambaikan tangan sambil senyum jahil, asam.
--
“Aku gak nyangka, kamu anak Mrs. Maura. Hehe” kataku membuka
pembicaraan di mobil.
“Aku juga tak menyangka, kamu gadis yang akan ibuku
kenalkan..” hari ini behel Niall terlihat mengkilap, disertai dengan senyumnya.
-
Ternyata, Niall mengajakku ke suatu tempat, sejenis
festival. Di sana tempatnya indah, namun dingin. Aku menyesal tak membawa topi
untuk setidaknya menghangatkan kepala dan telingaku.
“Dingin, ya? Kita kesana deh yuk..” kata Niall, menuntun
tanganku.
Niall membawaku ke booth
topi. Di dalamnya tak hanya ada topi natal, tapi ada berbagai macam topi. kita
juga bisa membuat bordir untuk topi langsung.
Tak lama, topi kami selesai di bordir, Niall memasangkan
salah satunya padaku. Lucu sekali. Kami memakai topi yang sama..
“Ini, kudesain spesial untukmu. ‘mullingar13’ menandakan aku
bertemu denganmu di tahun 2013, di Mullingar. Di sampingnya, kamu bisa lihat
bordir ‘NT’, bukan? Itu inisial dari namaku, dan namamu. Yang pink muda satu
ini untukmu, yang biru muda, untukku.” Jelasnya.
“Terimakasih ya, Niall. Ini keren. Akan kusimpan ini baik-baik,
hehe..” Jawabku.
-
Kami terus berjalan mengelilingi festival. Menaiki beberapa
wahana, membeli beberapa makanan, dan yang terakhir, aku diajak photobooth bersama Niall.
Aku senang sekali bisa bersamanya saat photobooth, dia lucu. Saat melihat hasilnya, aku tak berhenti tersenyum,
even laughing. Di sana kami memakai
topi yang sama. Aku juga melihat di beberapa action, tangan Niall merangkul pundakku. Manis sekali.
--
“Terimakasih untuk hari ini, Horan. Terima kasih
banyak.” Kataku padanya sambil
melambaikan tangan.
“Sama-sama, terima kasih juga, cantik.” Jawabnya.
“Dan… sekarang aku benar-benar jatuh cinta padamu, Niall.”
dalam hatikku.
[Niall’s POV]
“Sama-sama, terima kasih juga, cantik.” Jawabku pada Tasha.
“Dan sekarang, hatiku fix
untukmu, Tash.”
Aku benar-benar melewati hari yang sangat indah bersamanya.
Sangat indah.
--
[Tasha’s POV]
(Mullingar – 31st December 2013)
Sudah berhari-hari aku di Mullingar. Sudah banyak sekali
waktu-waktu indah yang kuhabiskan. Dengan ayah, ibu, adikku, Daniella, dan
tentunya, Niall.
Aku bersiap, mengenakan baju hangatku, menggunakan sepatu boots berwarna cream, dan memakai topi pemberian Niall kemarin.
Malam ini, aku akan mengunjungi New Year’s Eve di Dublin. Aku berangkat bersama ayah, ibu, Tarra adikku,
Daniella, Niall, dan Mrs.Maura, ibunya Niall. Pasti akan menyenangkan!
(Dublin – 31st December 2013 10:30PM)
Kami telah sampai di Dublin sejak satu jam yang lalu.
Setelah sampai, kami membeli beberapa stuff
untuk dipakai.
Aku membelikan Niall sebuah gelang. Sebenarnya, aku beli
dua, satu untukku, satu lagi untuknya. Gelang-gelang itu sederhana. Berwarna
putih, ber-outline hitam. Aku senang
sekali Niall suka pada gelang itu. Jadi, sekarang kami sudah memiliki dua
barang yang sama. Hehe.
(Dublin – 31st December 2013 00:00AM)
Kembang api sudah menghias seluruh kota. Inilah tahun baru
pertamaku jauh dari Jakarta, rumahku. Semua orang bersorak, bergembira.
HAPPY NEW YEAR!!
Namun, di sela sorak-sorai meriah itu, kudengar suara lembut
seseorang memanggilku. Aku berbalik padanya yang ternyata Niall.
“ Tash.. Terimakasih, untuk akhir tahun yang indah
bersamamu. Aku senang bisa bertemu denganmu, di sini. Selamat tahun baru. Yang
kuharapkan adalah, kau akan terus bersamaku..”
“Terimakasih yang lebih banyak untukmu. Aku juga tak
menyangka aku bisa bertemu denganmu, dekat denganmu. Selamat tahun baru. Yang
kuharapkan adalah aku takkan kehilangan senyummu, senyum paling manis di dunia.
Dan yang paling kuharapkan, kau tersenyum di sampingku, bersamaku, karenaku.”jawabku.
Ia tersenyum, lagi.
Aku tenggelam. Aku merasa diriku-lah, gadis paling
beruntung, bersamanya menghabiskan banyak waktu, tak peduli dia siapa
sebenarnya, Niall dari One Direction.
--
Hari berganti, memang sudah banyak beredar berita-berita
tentang Niall dan aku yang dunia maya belum tahu jelas tentangku. Dan yang kutakutkan
adalah apabila tiba-tiba aku diserang directioners, karena kedekatanku dengan Niall.
Aku benar, aku takut. Namun, sudahlah, hal itu takkan terjadi. Tasha.
--
(Mullingar – 1st January 2014)
Tak terasa, sudah tahun 2014. Tak terasa pula, waktu
liburanku di Irlandia tinggal seminggu lagi.
Hari ini, orang tuaku mengajak jalan-jalan bersama. Daniella
juga ikut. Ayahku mengajak berkeliling Mullingar. Mall yang indoor, hingga taman yang outdoor.
Aku mengunjungi berbagai tempat, aku juga membeli oleh-oleh
khas daerah sini untuk kubawa pulang ke Indonesia.
--
Setelah lelah berjalan-jalan, di perjalanan pulang aku
mendapat telepon, dari Niall.
“Halo, kamu dimana?”
“Lagi di jalan
pulang, baru aja keliling Mullingar, beli oleh-oleh juga.”
“Oh begitu, sama
siapa?”
“Sama mama, papa,
adik, dan Daniella”
“Pantas saja tadi aku
kerumahmu, tak ada siapapun. Tapi tak apa, sudah dulu ya, bye!”
(Mullingar – 2nd January 2014)
[Tasha’s POV]
Ternyata, ayah, ibu dan adikku mendapat jatah liburan dari
kantor ayah, 3 tiket untuk berlibur ke Manchaster, Inggris selama sepekan. Mereka
berangkat hari ini. Sayang, aku tak bisa ikut. Aku harus tetap di Mullingar
bersama Dani menjaga rumah. Belum lagi, perbekalanku dan Dani pasti taakkan
mencukupi.
--
Aku mengantar ayah, ibu, dan Tarra ke bandara.
“Tasha sayang, maafkan mama tak bisa menemani liburanmu di
Mullingar. Dan kita taakkan bertemu lagi sampai libur semester depan. Kau jaga
dirimu baik-baik, good luck on national
exam. Mama dan papa pasti merindukanmu.” Salam sampai jumpa dari ibuku.
“Iya, jaga dirimu, Tash. Tadinya, kau yang kemari mau
bertemu mama papa, tapi malah kami dapat liburan ke Inggris. Maaf ya. Kami
pergi dulu.” Susul ayahku.
“Iya kak, kami berangkat ya. Janganlah kau iri padaku yang
akan menginjak tanah England lebih dulu daripada kau! Hihihi. See you soon Tashaaaa!” adikku jahil.
“Apaan sih dek, udah deh. Oke deh ma, pa. Eh iya, aku mau
oleh-oleh dong, Manchaster United
original jersey, boleh dong?”
“Iya, boleh, ntar mama dan papa belikan. Nanti di kirim ke
Jakarta aja, ya?”
“Hehehe oke deh.. Thankyou
ya, Ma, Pa. Have a nice holiday! See
youu!”
(Mullingar – 3rd
January 2014)
Bosan sekali rasanya. Aku dan Dani sudah seperti manusia
yang hampir membeku, tak melakukan hal apapun.
Oh iya, aku ingat! Apa kabar Niall? Sudah lama tak bertemu
dengannya.
“Tash, bikin kue yuk. Laper, bosen, siapa tahu bisa ada
kerjaan kalo bikin kue.”ujar Dani.
“Ide bagus, ajak Niall yuk?”
“Boleh aja. Apa-apa inget Niall mulu, gue dilupakan. Udah
jadian ya, pas tahun baru di Dublin itu?”
“Hah? Jadian apaan? Enggak, Dan. Beneran deh. Lo ya lo,
sahabat gue, takkan ada yang bisa menggantikan.. ” Jawabku sambil meraih
handphone untuk menelpon Niall.
“Haha gombal lo.” Jawab Dani.
“Hallo? Niall? Lagi
ngapain? Temenin aku sama Dani bikin kue, yuk?”
“Haai, Tash. Tak
sedang melakukan apapun. Beneran nih? Oke, aku kerumahmu sekarang ya!”
--
[Daniella’s POV]
Tak lama, Niall datang.
Aku merencanakan membuat red
velvet, Tasha dan Niall juga setuju. Dan bahannya pun ada, jadi kami bisa
langsung membuatnya.
Selama membuat kue, Niall dan Tasha seperti biasa, bercanda.
Dan, tring! Aku punya ide, daripada
mereka menggangguu membuat kue, aku akan menyetelkan film horror, dan mereka
akan menontonnya, jadi aku membuat kue sendiri dengan tenang. Ha!
Aku pun meninggalkan dapur, dan bergegas menuju Home-Theater Room. Setelahnya, aku
kembali ke Dapur. Kulihat, mereka masih mengolah beberapa bahan sambil tertawa.
“Eh eh, Niall, Tasha.. Gini deh, kalian mending nonton aja
sana, biar gue yang lanjutin bikin kuenya. Special deh, gue bikinin buat
kalian!”
“Hah? Serius, Dan? Haha syukur deh kalo gitu, makasih banget
loh hahaha.. Eh Niall, yuk ikut gue..” jawab Tasha sambil menarik tangan Niall,
membawanya ke Home-Theater Room.
“Iyaaa, gak apa-apa kok, enjoy
the movie!” selaku sambil tertawa jahil. Tasha kan paling takut sama film
horror. Hahaha.
-
[Niall’s POV]
Saat aku dan Tasha di depan pintu masuk Home Theater, ia tiba-tiba ketakutan akan layar tvnya berwarna
hitam, namun sudah terdapat grafik abstrak yang bergerak. Apaan ini.
Aku meyakinkannya. Kami tetap masuk, dan duduk. Sebenarnya
aku curiga pada Dani, dia sepertinya mempersiapkan ini. Aku penasaran, film apa
yang ia siapkan.
-
“AAAAAAAAAAAA”
Sudah kesekian kalinya Tasha teriak, sambil memeluk
lenganku. Aku khawatir, ia akan mengalami ketakutan yang berlebih. Aku
memeluknya, mengusap rambutnya cokelatnya yang halus.
“Tenang, ini kan film horror doang, Tash.”
“Nggaaa aku takuut Niall. Pasti kita dikerjain Dani. Aku gak
mau pleasee gue takuut.”
Aku hanya terdiam menyaksikan film, sambil tetap mendekapnya.
Namun, saat ada adegan tegang kembali, kudengar tak ada teriakan di sampingku..
Saat kulihat, ternyata..
Tasha tertidur lelap di pundakku.
“Kau tetap cantik saat tidur..” Pikirku.
--
“Wake up, lazy lads!
KUENYA SUDAH SIAAAAP!!”
Aku terbangun mendengarkan teriakkan Dani, begitu pula
Tasha.
Bodoh sekali, aku ikut tertidur, jadi film tak ada yang
menonton. Hahaha.
Kami tertawa sambil memakan kue bikinan Dani, namun Tasha,
masih sedikit trauma akibat film horror.
Setelah selesai, aku melihat Tasha mendengar lagu.
“Hey, denger apa, sih?” sapaku sambil melepaskan salah satu headset di telinganya dan
memasangkannnya pada salah satu telingaku.
“Jet Lag.. aku
suka sekali lagu ini.. Hehe..” Jawabnya.
“Oh ya? Aku juga! Aku punya ide, kita cover lagunya jadi acoustic, yuk? Pasti keren..”
“Ide bagus! Ayoo!”
-
[Tasha’s POV]
Aku menyalakan SLR
ku, menyalakan video recorder mode,
dan mulai memetik gitar, bersama Niall.
What time is it where you are?I miss you more than anything
Back at home you feel so far, waiting for a phone to ring
It’s getting lonely livin’ upside down, I don’t even wanna
be in this town
Try to figure out the time zones making me crazy
You say good morning, when it’s midnight
Going outta my head, alone in this bed
I wake up to your sunset, And it’s driving me mad,
I miss you so bad and my heart.. heart.. heart is so Jet lag..
Heart.. Heart.. Heart is so Jet lag. Is so Jet lag..
**
Setelah selesai, aku memindahkan rekamannya ke Mac Book-ku. Menyimpannya baik-baik.
“Tash, kirimkan rekamannya pada e-mail ku, bisa kan?”
“Siap, bisa, kok..”
-
“Oke. Eh, udah sore nih, aku pulang dulu ya, besok kita main
lagi, deh! Hehe” kata Niall.
“Oke! Makasih ya sudah mau datang!”
--
(Mullingar – 4th January 2014)
Selamat pagi. Pagi ini Dani mengajakku berjalan-jalan,
tumben.
Dia mengajakku ke taman. Untungnya, pagi ini hujan salju tak
begitu banyak.
“Dan… gue betah deh disini. Kalo gue SMA pindah ke Mullingar atau, London nih misalnya, lo rela gak?” ceplosku.
“Iya sih, emang, tentram banget. Kalo lo pindah, gue sih
rela-rela aja, demi mimpi lo juga, kan sekolah di London? Gue gak apa-apa sih,
tapi yang jelas pasti berat, Tash.. Lo kan, sahabat yang paling ngerti gue.”
Jawabnya.
“Gombal belaka ga tuh? Hahahaha”
“Ih, apaan sih, Tash…….. Eh tunggu. Itu bukannya…” omongan
Dani sekilas terpotong, jarinya menunjuk ke arah kursi taman di seberang sana.
Aku seketika mengikuti arah telunjuknya, melihat apa yang dimaksud.
Setelah aku terbang, tinggi, tinggi, dan akhirnya, jatuh
juga.
Kulihat di seberang sana, seorang gadis, di pelukkan…Niall.
Aku menutup mataku. He’s
not mine, tapi, ini menyakitkan, sungguh.
Tash, ini kali pertamamu jatuh cinta, tapi kau gagal. Itulah
yang kurasa. Sakit sekali.
Sedangkan Niall di sana, sedang mengusap rambut gadis itu.
Aku yakin, ia mengatakan,
“Don’t you worry, everything’s gonna be alright.” Sambil memeluknya erat.
“Dan, gak apa-apa kan, kita gak jadi ke taman? Please, gue
mau pulang..”
“Tasha? Iya, iya, gue ngerti. Yuk, kita balik..” jawab Dani
sambil merangkulku.
Selama perjalanan pulang, aku menahan air mata. “Tak akan
ada air mata yang jatuh, nggak.”
--
[Daniella’s POV]
Sayang, hari ini aku mengurungkan niat bersama Tasha untuk
berjalan-jalan dan berfoto di Taman dekat kompleks.
Aku tahu, tadi kami melihat seorang gadis menangis, dan yang
membuat Tasha hancur adalah, ia menangis di sebuah pelukkan. Pelukkan Niall.
Sesampainya kami di rumah, Tasha langsung menghambur pintu
kamarnya, menutup erat-erat, dan kupikir, ia menangis.
[Tasha’s POV]
Aku menangis di bawah selimutku. Benar kan, jatuh cinta
membuatku cengeng. Dalam sejarah, inilah kali pertamaku menangis karena seorang
lelaki.
Dia datang, mengubah hidupku seketika, membuatku nyaman
dengannya, membuat aku merasakan hal yang belum pernah kurasakan sebelumnya, sayang.
Namun….. ya, inilah.
[Niall’s POV]
Niatku tadi pagi adalah mengunjungi Tasha, namun saat
melewati taman, kulihat sahabat masa kecilku, namanya Gaby, ia sedang menangis
sendirian di taman. Awalnya, aku tak memikirkan akan menghampirinya, namun,
sejahat itukah Niall yang sekarang. Dia sahabat lamaku, aku tak mungkin tak
datang menghiburnya.
Benar saja, dia baru saja putus dengan pacarnya, ia
menangis, dan langsung memelukku, sambil menceritakan semua yang ia alami.
Namun tetap saja, perasaanku tidak
enak, aku terus memikirkan Tasha. Maksudku, aku khawatir dengannya.
“Gaby, maafkan aku, aku tak bisa menemanimu terlalu lama,
atau mengantarkanmu pulang, aku harus bertemu seseorang..”
“Tak apa, Niall. Pacarmu ya? Kapan-kapan, ajak ia berkenalan
denganku, ia pasti cantik, dan beruntung, bisa memilikimu. Siapa namanya?”
Pacar? Tasha? Aku bukan pacarnya. Maksudku, belum jadi
pacarnya. Sialan, kalau aku bilang aku tak punya pacar, Gaby pasti meledekku. Akhirnya
aku sedikit berbohong padanya. Sedikit, iya.
“Pacar ya? Ehmm iya sih. Namanya, Tasha, dan aku takkan
pernah mengizinkannya bertemu denganmu, kau pasti akan memberi tahu aib-aibku
semasa kecil, itu memalukan, Gab.”
“Okay, kau tahu
saja. Sudah, lekaslah pergi, jaga dia, jangan sampai kau kecewakan gadis itu.”
“Iyiyiyi, capten! See
yaa!”
-
Aku segera ke rumah Tasha. Dani yang membukakan pintu, dan
tak kulihat Tasha di setiap sudut ruang tamu, ataupun ruang santai.
“Tasha sedang tidur.” sela Dani.
“Tidur? Jam 10 pagi, ia tidur?”
“Sebenarnya, tadi aku dan Tasha melihatmu di taman dengan,
entah siapa. Tasha langsung mengajakku pulang, mengunci pintu kamar, dan, dia
belum keluar sampai sekarang. Aku khawatir dengannya, ia baru minum segelas
susu tadi pagi, belum makan sama sekali. Sudah kuketuk berkali-kali pintu
kamarnya, namun tak ada jawaban. Kupikir, dia sedang terlelap.”
“Tasha, mengurung dirinya? Kenapa kau tadi tak datang
menghampiriku di taman? Itu sahabat semasa kecilku, dia baru saja putus dari kekasihnya,
saat aku lewat taman, aku datang menghampirinya. Niatku memang akan ke sini,
namun sahabatku, Gaby, bercerita panjang tentang pacarnya. Alhasil, aku
terlambat datang ke sini. Yang jelas, ia bukan siapa-siapaku, hanya sahabat.
Tasha belum makan? Siapkan sekarang makannya, akan kucoba membuka pintu kamarnya,
dan menjelaskan semuanya.”
“Oh begitu, kupikir… ah sudahlah. Lupakan taman. Sekarang
akan kusiapkan makan, kau bujuk Tasha keluar, dan makan, oke?”
“Siap..” jawabku.
-
Kuharap kau tak menangis, Tash. Aku tak mau membuat seorang
gadis yang kusayang, menjatuhkan air mata karena kebodohanku, ataupun
kesalahpahaman ini.
Aku mengetuk pintunya dengan lembut,
“Tash…. Are you okay?
Open the door please..”
Tak ada yang menjawab. Namun setalah beberapa saat,
“No.. Niall.. Don’t
worry I’m okay.. Sorry I can’t open the door for you.” Jawabnya pelan, tak
begitu jelas berbicara dia baik-baik saja. Aku tahu, dia pasti marah padaku.
Atau…. Cemburu.
“If you’re okay, you
don’t have to close the door.. Tell me what happened..”
Tak ada jawaban.
“Ini makan untuknya..” bisik Dani yang datang menghampiri
sambil memberikan semangkuk cream soup.
“Okay, thankyou.”
“Tash, buka dong tash… Nih ada bocah mau ngajak main…” canda
Dani sambil mengetuk pintu kamar Tasha. ‘bocah’ yang dia maksud pasti aku.
Haha.
Akhirnya terdengar suara daun pintu, terbuka.
“Bocah tengil ini? Fans ya? Sini deh main sama gue. Cukup
dia aja yang masuk, gue gak perlu lo ikut masuk, Dan.” katanya sambil menunjuk
arahku. Akhirnya, Tasha mengizinkanku masuk.
Kamarnya sangat hangat, bernuansa biru langit. Aku duduk di sofa di depan televisi
kamarnya. Dia hanya duduk di kasur memandangi handphonenya.
“Ini untukmu, kau belum sarapan kan? Di sini dingin, kau
harus tetap hangat, perutmu harus tetap terisi. Jangan sampai kau sakit..” aku
membuka pembicaraan sambil menyerahkan semangkup cream soup padanya.
“Kau peduli padaku? Peduli saja, peduli, atau benar-benar
peduli?”
Sungguh, perkataan yang dalam.
“Aku benar-benar peduli padamu. Apa ada masalah? Aku menyayangimu,
tak ada salahnya aku lakukan ini, kan?”
[Tasha’s POV]
“Aku benar-benar peduli padamu. Apa ada masalah? Aku
menyayangimu, tak ada salahnya aku lakukan ini, kan?” katanya.
Manis sekali, aku terdiam. Mengingat ulang dari kata per
kata yang ia ucapkan. Namun aku juga teringat kejadian tadi di taman...
“Kau yakin mengatakan kata-kata iu padaku? Yakin tak akan
ada gadis lain yang akan sakit hati?” gerutuku.
“I’d rather be a kid
and play with a paper plane than be a man and play with woman’s heart. Aku
tak sepicik itu. Mau makan atau tidak? Kalau tidak, biar aku yang makan. Soup ini akan menangis bila tak di
makan, atau akan terbuang.”
“Aku tak mengerti kau mengucapkan itu, apakah salah orang?
Iya deh sini mana makannya.” Jawabku sambil mengambil mangkuk di tangannya.
“Siapa? Gaby? Gadis di taman tadi? Kau cemburu padanya?”
“A..Apa maksudmu? Gab… Gaby, siapa?”
“Kau cemburu kan? Haha I got you, girl.”
“Eenggak. Really..”
“Udah, makan sana.”
“Nggak mau.”
“Sini.” Dia menghampiriku, mengambil sendok, dan.
“Say A!” sendok di tangannya sudah berada di depan mulutku.
Aku pun mengalah, akhirnya aku makan, disuapi Niall. Aku
masih tak tahu apa yang harus kukatakan padanya. Dia benar-benar baik, tak
mungkin berbohong. Dan, hanya ada satu pertanyaan yang tersisa: “Siapa Gaby?”
-
“Nah, sudah habis. Perutmu terisi penuh, kan?
“Tidak.”jawabku.
“Hah? Kau sudah menghabiskan sudah semangkuk, Tash.”
“Aku bukan belum kenyang karena makan, namun….”
Oopsie. Aku keceplosan.
Seketika matanya mengarah padaku.
“Ada satu hal yang belum kau katakan padaku. Apa, Tash?”
“Enggak. Maksudku, oke. Siapa Gaby?”
“Kan, kau cemburu
padanya? Dia hanya sahabatku, Tash.. Dengar, aku hanya akan mencintai 2 wanita
di dunia ini. Ibuku, dan, siapapun gadis yang apa adanya untukku kelak. Mungkin
orang itu bukan yang pertama. Maksudku, orang terbaik adalah belum tentu yang
pertama, tapi yang datang, mencintaiku, dan menemaniku hingga akhirku. Ah,
sudahlah. Kau jangan khawatir, kau aman. Kau tak perlu menangis karenaku. Aku
pulang dulu ya, jaga dirimu.” Jelas Niall sambil beranjak, mengecup keningku,
dan mengelus rambutku.
Niall.
--
(Mullingar, 5th January 2013)
“Dan, menurutmu, Gaby mantan pacarnya Niall, bukan?”
“Apa maksudmu?”
“Kemarin dia bilang….
*flashback*
“Kau cemburu padanya?
Dia hanya sahabatku. Tash.. Aku hanya akan mencintai 2 wanita di dunia ini.
Ibuku, dan, siapapun gadis yang apa adanya untukku. Mungkin orang itu bukan
yang pertama. Maksudku, orang terbaik adalah belum tentu yang pertama, tapi
yang datang, mencintaiku, dan menemaniku hingga akhir. Ah, sudahlah. Kau jangan
khawatir, kau aman. Kau tak perlu menangis karenaku.”….
…. Setelah itu, ia pergi, mengecup keningku, dan, mengusap
rambutku.”
“Tash, kau tahu? Dia sangat mencintaimu. Gaby bukanlah
siapa-siapanya. Ia hanya sahabat masa kecilnya. Niall adalah hadiah untukmu.
Jaga dia. Jangan sampai ia pergi meninggalkanmu.”
“Dan, Niall selalu membuatku nyaman, aman, tertawa, dia tak
mau aku menangis. Kupikir, aku juga mencintainya.”
“Kau gadis yang paling beruntung, Tash.”
--
(Mullingar, 6th January 2013)
Tak terasa sudah tanggal 6, menandakan waktu liburanku di
sini tinggal dua hari lagi. Aku akan meninggalkan tempat indah ini. Dan Niall.
“Tashaa! Daniella!!” teriak seseorang dari luar, pasti
Niall.
“Biar aku yang bukakan pintu.” Kata Dani.
[Niall’s POV]
“Shhhh!! Sini!” panggil Dani sedikit berbisik sambil
membukakan pagar.
“Apa?”
“Dengar, dua hari lagi, aku dan Tasha akan kembali ke
Jakarta. Dan sekarang, katakan padaku, kau mencintainya?”
“Mencintainya? Haruskah kau tahu?”
“Niaall! Payah kau! Tasha menyukaimu, dan aku tahu, kau
juga. Kau mau kehilangannya?”
“I.. iya, aku mengaku, aku memang menyukainya. Jelas tidak!
Aku baru saja ingin bicara ini padamu. Oh iya, kau tahu apa hal yang paling
Tasha suka?”
“Tasha suka cokelat, chocolate
bar, hot chocolate, anything ‘bout chocolate! Dan satu hal, dia tak
menyukai bunga, apalagi boneka.”
“Oke, aku akan ke mini-market. Aku akan kembali!” kataku
sambil berlari keluar.
-
Aku segera ke mini-market. Membeli beberapa cokelat.
Sepanjang jalan, aku menggunakan hoodie agar wajahku tak begitu terlihat oleh orang banyak. Kalau
tidak, pasti aku diserbu.
Akhirnya, aku selamat kembali sampai ke rumah Tasha.
-
[Daniella’s POV]
“Kemana dia? Kok kabur lagi?” tanya Tasha memghampiriku.
“Dia.. dia mau ke rumahnya dulu, handphone nya tertinggal,
iya..”
“Oooh.. Tuh dia balik lagi..” jawabnya sambil melihat ke
arah jendela.
“Iya, udah lo ke kamar aja dulu, raphin tuh rambut lo.”
Kataku mengalihkan pembicaraan tentang Niall.
“Siap!” bisik Niall di balik jendela sambil mengacungkan
jempolnya.
“Okee!”
-
[Tasha’s POV]
Aku menata rambutku, entah apa yang salah, Dani tumben sekali memintaku merapikan
rambutku.
“Hi, are you ready?”
tiba-tiba Niall menghampiriku.
“ready? For what?”
“Ikut aja deh……..” jawabnya sambil menggandeng tanganku,
sedikit menariknya, membawaku entah akan kemana.
“eh.. eeh tunggu.. Dan lo jaga rumah yaa!” selaku.
“Iya baweel udah sana berangkat!” jawab Dani sambil
tersenyum jahil.
Ada apa ini? Apa yang mereka rencanakan? …….
-
Niall membawaku ke taman. Taman yang kemarin. Apa maksudnya?
-
[Niall’s POV]
“Aku sengaja membawa kau ke sini. Ini taman kesukaanku,
hanya gadis beruntung yang kuajak kemari. Bukan hanya beruntung, tapi
kusayang.”
“Gaby juga deh.”jawabnya
“Gaby, Gaby, dan Gaby lagi? Yang ada aku ketemu dia di sini,
atau, dia yang mengajakku ke sini. Lagipula, aku hanya sahabatnya, dia punya
pacar, begitupun aku. Maksudku, aku akan memiliki gadis.”gerutunya.
“Ooh.. begitu ya. Aku cukup tahu.”
Sial. Dia masih memasang muka badmood padaku.
“Bukan hanya beruntung. Kau dapatkan hatiku.” Kataku sebagai
gombal gagal pada Tasha sambil memberikan cokelat-cokelat yang kubeli tadi.
“please, terima Tash.” Batinku.
“Maksudmu? Cokelat? Yaaay,
moodbostiees! Kau tahu apa yang sedang kuinginkan! Hihi” jawabnya senang.
“Termasuk menginginkan seseorang?”
“Apa maksudmu?”
“Kau tahu? Sejak pertama melihatmu, aku merasakan suatu hal
yang berbeda. Kau cantik, dan kau main musik. Aku jatuh cinta sejak saat itu,
sampai…detik ini.”kataku sedikit gugup.
Ia terdiam sejenak. Terlihat berpikir. Alisnya terkadang
mengangkat tanda kebingungan.
“Kau tahu? Akupun begitu. Kau adalah orang pertama yang
membuatku jatuh cinta. Kau penyayang, kau sangat baik, perhatian, membuatku
nyaman bersamamu.”ujarnya.
“Dan ada satu hal yang perlu kau tahu, I’ll never let you go. Kau mau, menemaniku apa adanya, di manapun
kau dan aku berada, apapun yang terjadi, dan selamanya?” kali ini aku
benar-benar gugup.
[Tasha’s POV]
“Dan ada satu hal yang perlu kau tahu, I’ll never let you go. Kau mau, menemaniku apa adanya, di manapun
kau dan aku berada, apapun yang terjadi, dan selamanya?” Niall benar-benar
mengucapkannya.
Aku seketika membeku, dan hanya sanggup mengangguk pelan.
[Niall’s POV]
Ia mengangguk tanda mengatakan ‘ya’.
Finally, she’s mine
now.
“Kau memang yang terbaik, Tash. I do, tomorrow, and forever love you.” Itulah yang kuucapkan,
sambil memeluknya.
“Kau yang pertama untukku, dan kuharap, kau yang terakhir. I forever love you too, Niall.”
-
Hari ini, dunia serasa milik kami berdua, aku dan Tasha.
“Boleh aku main gitar?” tanyaku. “Nyanyi juga deh.”jawab
Tasha.
“Ini untukmu..” dan aku mulai memetik, menyanyikan sebuah
lagu untuknya bait demi bait.
Am I asleep am I awake or somewhere in between
I can’t believe that you are here and lying next to me
Or did I dream that we were perfectly in twine
Like branches on a tree, or twigs caught on a vine
Dan yang kutunggu adalah bait ini, soloku.
Like all those days, and weeks, and months I tried to still
a kiss
And all those sleepless nights and daydreams where I
pictured this
I’m just the underdog who finally got the girl
And I am not ashamed to tell it to the world
I really not ashamed
to tell you’re mine to the world, Tash.
Truly madly deeply I am
Foolishly completely fallin’
And somehow you kicked all my walls in
So baby say you’ll always keep me
Truly madly crazy deeply in love, with you
In love, with you.
*
I hope I’m not a casualty, I hope you won’t get up and leave
Might that mean that much to you, but to me it’s everything,
everything.
[Tasha’s POV]
Tuhan, Niall mencoba membunuhku. Baru saja dia jadi pacarku.
Dan dia menyanyikan lagu itu untukku? God,
I really love him.
Dan aku teringat salah satu liriiknya, “I hope you won’t get up and leave.”
Aku akan kembali ke Indonesia besok lusa. Inikah isyaratnya
dia tak mau aku pergi?
“I truly madly crazy
deeply in love with you, Niall. Really. Thank you” kataku setelahnya
selesai.
Dia tersenyum.
“Ada satu lagi yang kau harus tau, Niall. Maafkan aku
sebelumnya, besok lusa aku harus kembali ke Indonesia, dan, meninggalkanmu. Aku
tau ini akan sangat berat. Tapi, aku harus pulang. Maret nanti aku harus
mengikuti National Exam, agar aku
dapat melanjutkan sekolahku ke High
School. Kau tak apa, kan?”
“I totally okay. I’ll
always wait for you. Therefore, tahun ini One Direction mengadakan Asia Tour, April nanti aku akan ke Jakarta. Kau di
sana kan?”
“Iya, aku harus ikut
National Exam tahun ini, agar aku
lulus dan melanjutkan sekolahku ke High
School..”
“Aku tau tentang tour
itu. Aku akan ada di sana. Pasti.” Lanjutku sambil tersenyum padanya. Senyum
yang sangat berat. Aku akan jauh darinya.
“Iya, aku mengerti. Give
your best on your exam, I know you can passed it. Oh iya, kau akan
lanjutkan sekolah ke mana? Atau tetap di Indonesia?”
“Iya, doakan aku juga, aku pasti melakukan yang terbaik
untuk itu. Aku juga tak tahu akan melanjutkannya ke mana. Yang jelas, aku ingin
mewujudkan cita-citaku. Sekolah di London.”
“London?
Jika kau sekolah di sana, kau taakkan terlalu jauh dariku. Kuatkan tekadmu.
Akan kubantu carikan sekolah untukmu.” Senyum manis Niall akhirnya muncul lagi.
“Benarkah? Aaaa! Terimakasih..” jawabku seraya memeluknya.
[Niall’s POV]
Dia memelukku. Tubuh mungilnya membuatku hangat.
Aku tak mau kau pergi, Tash.
-
“Aku pulang ya.. see
you tomorrow, babe!” kataku setelah sampai di depan rumahnya.
“Iya, terimakasih sekali untuk hari ini, cokelat-cokelatnya,
dan, pacar baru, hihi.”jawabnya bercanda.
“Hahaha kau bisa saja. Istirahat ya, bye!”
Aku benar-benar senang, dia pacarku sekarang. Tapi aku
sedih, dia akan pulang lusa nanti. Sudahlah.
--
(Mullingar – 7th January 2014)
[Tasha’s POV]
“Pagi keboooo! Bangun dong! Lo belum cerita tentang siapa
pacar baru lo kemarin yang nganter pulang, hahahaaa” teriak Dani dari samping tempat
tidurku. Aku jadi terbangun dibuatnya.
“Demi apapun, lo bikin gendang telinga gue perlahan ancur
tau. Lagian lo mau tau aja sih ah. Udah deh, bye.” Jawabku ketus sambil menarik
kembali selimutku.
“Ayolah, sedikit saja beri tahu tentang siapa pacar pertama
dalam hidupmu itu, please.” Pintanya
berulang-ulang.
“Iya iya deh. Mau tau? Namanya Niall, manis banget. Giginya
rapih berpagar warna broken white.
Dia main gitar dan nyanyi. Mungkin banyak orang kenal, tau, dan apresiasi
tinggi padanya. Hal terpenting yang kau harus tau, dia berhasil menaklukkanku
untuk jatuh cinta padanya untuk yang pertama kali dalam hidupku. He’s nice. He’s perfect for me. Dan, gue
taken sama dia sekarang. Sekian.
Puas, nyonya?”jelasku panjang kali lebar sama dengan luas.
“Okay. What an envy
me, Tash.”jawabnya singkat sambil memasang wajah berpura menangis.
Daniella memang drama.
-
“Dan, gue ke mini-market dulu ya bentar. Mau beli makanan.”
“Iya.. Hati-hati lo. Jatuh cinta boleh, tapi jangan sampe
jatuh ke salju ya. Hahaha.”
“Dasar lo. Gue berangkat yaaa daaah!”
-
Mullingar pagi ini bersalju. Aku harus berhati-hati agar tak
tergelincir di atas es.
Setelah sampai, aku langsung menuju coffee corner, kunyalakan coffee
maker, mengisi hot tiramisu ke
dalam gelasku. Kubeli pula beberapa wafel untuk kubawa ke rumah dan
menikmatinya bersama Daniella untuk cemilan pagi ini.
Kantung belanjaku sudah terisi, aku kembali pulang.
Kaki-kaki kecilku melangkah pelan tapi pasti melewati
dinginnya lapisan es sepanjang jalan. Berjalan dengan hati-hati di atasnya.
Setiap derap langkah yang ku ambil, kudengar pula beberapa orang melangkah di
belakangku. Aku tak berniat menoleh, sama sekali tidak. Sampai, aku tersungkur,
jatuh, terdorong seseorang dibelakangku, aku baru tersadar, aku jatuh tepat di
depan rumah Niall.
Seketika aku terkejut, sedikit menjerit. Dan munculah
dalangnya, beberapa orang gadis mengampiriku.
Seketika aku ingat perkataan Dani sebelum aku berangkat,
“Iya.. Hati-hati lo.
Jatuh cinta boleh, tapi jangan sampe jatuh ke salju ya. Hahaha.”
-
“Sepertinya memang gampang ya hidupnya, girls. Menikung dari belakang. Congratulation,
lucky. Kau merampas salah satu
kebahagian kami.” Seru salah satu dari mereka.
“Kalian siapa? Apa maksudnya? Apa salahku pada kalian?”
inilah kali pertamaku duduk, terjatuh, tergelincir dalam salju, sakit, dan,
malu sekali.
“You are so innocent,
or just trying to be innocent, huh? Kau tak mengerti, Mrs. Horan? Kau gadis
barunya kan? Ingat, siapapun gadis Niall atau Zayn, Harry, Liam, bahkan Louis,
dia berhadapan dengan kami.”
“Apa masalah kalian? Kalian siapa? Dengar…..” aku mencoba
kembali berdiri. Namun..
BRAK.
Aku tersungkur. Lagi. Kali ini benar-benar sakit. Kurasa
tanganku terkilir, dan.. celana bagian lututku sobek. Perih sekali. Pasti
berdarah.
“Dengar? Dengarkan apa? Suara hatimu?”
“HAHAHAHAHAHA” tawa mereka.
“Sekarang, aku ingin tahu. Seberapa besar kepedulian Horan
padamu. Ingat, kau punya masalah denganku, gadis manis.” Ujarnya sambil pergi.
Mereka meninggalkanku, tanpa membantuku berdiri.
Demi apapun, ini menyakitkan.
Mereka menyakitiku. “Apakah
mencintai Niall adalah kesalahan, dan menyiksa orang lain?”
Aku memeluk lututku, menyandarkan kepalaku, dan, perih. Air
mataku seketika mengaliri luka di lututku. Tuhan, sakit sekali.
-
[Niall’s POV]
Kau tahu? Pagi ini sangat dingin. Aku sudah seperti kelinci
malas yang menghabiskan harinya berselimut di sofa ditemani minuman hangat dan
saluran televisi pagi.
Namun tak begitu juga. Aku memutuskan ke mini-market,
membeli beberapa kopi, dan makanan. Aku keluar.
Kutemukan hal janggal di depan rumahku. Seorang gadis duduk
memeluk lututnya, terlihat kesakitan. Kupikir ia jatuh, dan menangis. Kasihan.
Aku membuka pagar, dan.. Tuhan, itu Tasha. Aku menyadari itu
Tasha. Tanpa ragu aku berlari ke arah gadisku.
“Tasha? Sayang? Kau tak apa?”
Dia menatapku. Matanya merah, mengeluarkan air mata, dan ia
memelukku.
“Aku takut, Niall.” Bisiknya lirih.
“Sudah, kau aman di sini. Ada aku. Kau bisa berdiri? Biar
kuantar kau pulang..”
“Aku tak apa, aku bisa berdiri. Namun, lututku..”
Celananya bagian lututnya sudah sobek. Kulihat lututnya
baret. Penuh dengan bercak darah.
“Naik ke pundakku. Ayo, jangan menangis, cantikmu nanti
hilang..”aku menenangkannya.
Aku menggendongnya, mengantarkannya sampai ke rumahnya.
“Daniella?!” teriakku di depan pintu rumah Tasha.
“OH MY GOD! WHAT HAPPENED?” ia membuka pintu, dan kaget
melihat keadaan Tasha yang menangis di gendonganku.
“Aku pun tak tahu, biarkan kami masuk dulu.”
Aku membaringkan Tasha di kasurnya. Aku meminta Dani
menyeduh minuman hangat untuk Tasha.
Aku duduk di samping tempat tidurnya. Memandangnya. Aku
teringat, dia luka. Segera ku ambil kotak obat.
“Lututmu luka, biar kubersihkan, ya.”kataku. Ia mengangguk.
Ku ambil beberapa lembar kapas, meneteskan antiseptik, dan
mulai membersihkan lukanya. Sesekali ia kesakitan.
“Lukamu cukup dalam.. Aku tahu kau bisa menahan rasa perihnya.”
“Iya…”jawabnya lirih.
Setelah kubersihkan, kututup dengan perban.
“Ada luka lain?”
“Tidak, hanya lututku yang perih.”
“Lenganmu, lehermu, tak apa?”
“Entah, mungkin lengan kananku sedikit terkilir, aku tak
bisa menggerakannya sekarang. Terimakasih sudah membersihkan lukaku, aku jadi
merepotkanmu.”
Astaga, dia terkillir juga? Mengapa kau yang terkena ini
Tash, mengapa bukan aku saja.
“Walaupun sedikit, tetap saja kau terkilir, kan. Anytime, itu memang tanggungjawabku, take care of you.”
-
[Tasha’s POV]
“Walaupun sedikit, tetap saja kau terkilir, kan. Anytime, itu memang tanggungjawabku, take care of you.” Katanya sambil memainkan
rambutku.
Dia benar-benar menyayangiku. Apakah aku tega menjelaskan
apa yang kualami tadi.
Aku terdiam.
“Mau ceritakan apa saja yang kau alami pagi ini, hingga kau
dapatkan luka itu?”
“Aku hanya
berjalan, dan tergelincir. Aku tak apa, sayang.” Aku meyakinkannya seakan aku
tergelincir akibat diriku sendiri. Kuharap, ia percaya. Aku tak mau ia sakit
hati sepertiku.
*flashback*
“You are so innocent,
or just trying to be innocent, huh? Kau tak mengerti, Mrs. Horan? Kau gadis
barunya kan? Ingat, siapapun gadis Niall atau Zayn, Harry, Liam, bahkan Louis,
dia berhadapan dengan kami.”
Tak sadar, aku melamun. Mengingat semua kata-kata yang
terucap dari gadis-gadis tadi. Mengulang pikiranku, ‘apakah mencintainya adalah kesalahan? Apakah aku menyakiti banyak
gadis?’
“Wey hey, kau melamun. Ada apa, Tash? Kau belum katakan
sesuatu padaku.”
“E..Enggak, aku sudah ceritakan padamu, aku hanya
tergelincir saja. Aku baik-baik saja.”senyumku lagi-lagi menutupinya,
meyakinkan Niall.
“Ini diaa! Nih, buat kalian. Hot tea! Special made by me for those who just taken by each other!”
Dani datang. Memecah suasana. Oh, hampir saja. Terimakasih, Dan. Kau
membantuku.
“Thankyoouu, Daniella! Sini dikecup!” aku melanjutkan.
“Aku tak mau membuat pacar barummu cemburu, kecup saja dia.
Biar aku dikecup boneka salju di depan. Lagian kau kenapa, Tash? Tersungkur?
Sudah kubilang, kau boleh jatuh cinta, tapi jangan sampai kau jatuh ke kubangan
es..” Canda Daniella.
“Hahaha, aku khawatir dengan nasibmu. Forever alone. Oh ya, makasih ya minumannya!” kata Niall.
“Bisa aja deh. Udah ah, aku sambil packing , ya guys.. Oh iya, Tash. Kau istirahat saja, biar aku yang
bereskan barangmu.” Ujar Dani.
Sial. Dia mengingatkan tentang kepulangan kami ke Jakarta
besok. Niall pasti…
Dani keluar kamar.
Mata biru Niall menyerbuku, seakan siap menanyakan berjuta
pertanyaan padaku.
“Kau jadi pulang besok?” benar saja, pertanyaan pertamanya
datang.
“Iya. Tapi kan, kau akan ke rumahku, Jakarta, April nanti.
Dan aku akan sekolah di London semester depan, kau ingat?” jawabku sedikit
gugup.
“Aku ingat, dan aku mengerti kau. Jaga dirimu selama kau di
jalan pulang, ataupun saat sudah sampai di rumah. Aku akan terus
menghubungimu.”
“Pasti, akupun pasti akan selalu mengabarimu, menceritakan
setiap hariku.”
“Iya. Mau menceritakan cerita pagimu hari ini?”
Intinya, Niall kembali ke masalah tadi. Oke, kali ini, aku
harus mengatakannya. Kalau tidak, Niall pasti marah, belum lagi, ia akan terus
penasaran menyanyakannya. Iya, aku harus bilang padanya, aku harus jujur apa
yang sebenarnya terjadi.
“Kau yakin? Pagiku sangat buruk.”
“Seburuk apapun pagimu, lebih buruk jika kau menyimpannya
seorang diri.”
“Maafkan aku. Sebelumnya, aku mau tanya sesuatu padamu,
apakah aku menyakiti banyak gadis diluar sana karena aku mencintaimu, atau
memilikimu?”
“Tidak sama sekali, Tash. Mengapa kau berbicara seperti
itu?”
Lagi, air mataku tak dapat dibendung.
“Tadi, aku tersungkur. Ku kira, siapapun di belakangku tak
sengaja melakukannya. Tapi, aku salah. Mereka memang sengaja mendorong tubuhku
jatuh ke jalan. Mereka mengumpat, mengatakan hal-hal yang…. Entah, namun, sakit
sekali. Aku mencoba berdiri, bertanya apa salahku, namun belum sempat aku
tegak, mereka kembali membanting tubuhku. Di sanalah aku mendapatkan luka, dan
lengan yang terkilir…….” Kuceritakan semuanya pada Niall, dengan air mata yang
terus jatuh. Maksudku, aku tak mau ini terjadi, benar-benar tidak.
Aku bangun, dan duduk. Niall menghampiriku, duduk di
sampingku.
“Kau tak apa, sayang. They
don’t know about us.” Niall memelukku.
Pelukannya adalah suatu hal yang membuatku lebih merasa
aman, hangat di dalamnya. Memang tak ada manusia yang sempurna. Namun dia
adalah kesempurnaan bagiku.
-
[Daniella’s POV]
Sudah lama sekali Niall menemani Tasha di kamar. Tash, aku
minta maaf, aku mendengar cerita bagaimana kau dapatkan cederamu pada Niall
tadi.
KRINGG… KRINGG…
Lamunanku tentang Tasha terpecah akibat dering telepon
rumah.
“Halo?”
“Halo.. Ini Daniella ya? Kalian gimana kabarnya? Baik-baik
aja kan?” ternyata mama Tasha yang menghubungi kami.
“Hai tante! Aku baik-baik aja kok.. Tasha……”
“Kenapa, Dan? Tasha kenapa?”
“Tan.. Aku gak tau, tapi yang jelas aku harus cerita sama tante. Tadi pagi, ada yang terror Tasha. Memang, dua hari lalu Tasha.. Tasha jadian sama Niall. Dan, yang terror Tasha adalah fans-fans Niall dan One Direction..”jelasku.
“Ohya? Dia belum cerita apapun pada tante. Separah itukah?
Tasha tapi baik-baik saja?”
“Iya, mungkin dia belum sempat hubungi tante. Nah itu dia
tante, lutut kanannya luka cukup dalam akibat jatuh terbentur dan tergesek
salju di jalan. Dan lengan kanannya terkilir. Kupikir, dia mengalami trauma,
dan takut. Untung saja ada Niall. Sudah sepanjang hari Niall di sini menemani
Tasha, tante.”
“Ya Tuhan.. Oke, makasih ya Daniella, biar nanti tante
langsung hubungi ke handphone Tasha. Terimakasih ya, Dan.. See you..”
“Iya tante, sama-sama. Byee.”
--
[Tasha’s POV]
Baru saja aku mendapat pesan dari ibu, menanyakan apa
kabarku. Alhasil, kuceritakan semua hal yang terjadi padaku dua hari ini. Mulai
dari Niall sampai luka dan lenganku yang malang nasibnya.
Kulihat Daniella sudah merapikan koper, memasukkan barangku
dan miliknya satu per-satu. Kali ini aku merasa tak berguna. Lenganku tak bisa
bergerak. Parahnya, yang terkilir adalah lengan kanan. Aku benar-benar tak bisa
apa-apa. Makan pun tak bisa. Niall yang sabar menyuapi tiap jam makan.
Tuhan, terima kasih. Ini anugerah indah untuk memilikki
orang-orang hebat di sampingku. Ayah, Ibu, Keluargaku, Daniella, dan dia,
Niall.
“Aku ragu harus pergi besok, Niall.”
“Kau tak boleh begitu, bagaimana ujianmu? Kau harus segera
meninggalkan Mullingar. Directioners
sudah menandaimu. Siapa tahu, mereka takkan tau dari mana kau berasal. Kau akan
aman di Indonesia. Dan aku akan menemuimu di sana, dan kembali ke London
bersamamu. Menghambiskan hari-hariku di sana bersamamu, menemani kehidupan High School-mu.”
“Mungkin kali ini aku harus bersabar untuk dua bulan ke
depan. Ujianku harus tetap kutempuh, kau benar. Tapi, apa maksudmu, tentang,
London?”
“Selamat, gadisku. Baru saja aku mendapatkan e-mail ini.” Ujar Niall sambil
memperlihatkan sesuatu di layar iPadnya.
To: Mr. Andre Martadinata, Mrs. Felly Martadinata, Mr. Niall
James Horan
From: London Musical and Language High School
Congratulation for Tasha Clarissa for completed the rules of
Achievement Way for the new generation of London Musical and Language High School!
You are the new part of us! Come and Join, start your school for the following
term! Once again, congratulation!:-)
Aku terpaku.
“Niall… katakan ini mimpi. Bagaimana ini bisa terjadi?”
“Kau sepenuhnya wide
awake. Aku meminta bantuan ibu dan ayahmu untuk mengumpulkan piagam, piala,
intinya seluruh penghargaan musik dan sastramu. Termasuk, kusertakan video-video acoustic covermu. Selamat,
Tash! Mimpimu terwujud!”
“Kau mendapatkan semua dokumen itu? Bagaimana caranya? Aaaah
terima kasih banyak, Niall” aku memeluknya, dia, membuat mimpiku comes true!
“Ceritanya panjang, sebenarnya ayah dan ibumu sudah
mendaftarkanmu sejak lama, dan mengurus seluruh dokumen yang diperlukan. Ingat,
saat aku mengajakmu cover acoustic ‘Jet
Lag’? Itu salah satunya. Ayah dan ibumu meminta bantuanku. Dan, ya
begitulah. Liat tujuan e-mail ini?
Ayah-ibumu, dan aku. Maksudku, kami bekerjasama, untukmu.”
“Nialll! Sumpah. Ini
gila. Makasih banyaaak! I love you tons, tonss!”
“Anything for you, I
love you infinitely…”
Lalu, aku segera menghubungi ibuku, mengucapkan banyak
sekali terimakasih dan syukur..
Terima kasih lagi, Tuhan.
Mungkin pagi tadi kelabu, namun siang ini matahari datang
membawa banyak rizki untukku.
Misiku hanya tinggal satu, lulus ujian nasional. Setelahnya,
aku akan terbang ke kota impianku. Kota di mana Big Ben berdentung setiap jam.
Di mana Big Red Bus berlalu-lalang setiap waktu. Di mana hidup adalah
keindahan. London. Dan, bersama orang yang sangat kusayangi, Niall.
--
(Mullingar – 7th January 2014 8:00 PM)
Sudah seharian Niall di sini. Sudah kusarankan ia pulang,
namun ia enggan.
Daniella membuka pintu, membawa tas dan koper.
“Ini barangmu, sudah rapi di dalamnya. Oleh-oleh,
barang-barang, baju, dan semuanya sudah kurapikan..”ujarnya.
“Terima kasih ya Dan. Maaf aku tak bisa membantumu. I love you bomb, deh.”
“Tak apa, istirahatkan dirimu, agar besok kau bisa berangkat
dengan keadaan bagus. I love you apaan,
you love him, he loves you, I’m alone.”
Dani memasang wajah sedih. Just an
acting, sih. Tapi, dia benar-benar forever
alone setelah putus dari pacar terakhirnya tahun lalu. Biasanya, ia bisa
cepat move on, tapi kali ini tidak.
Dani yang malang. Hahaha.
“That’s right. I love
Tasha, Tasha loves me. You love your ex, but he’s gone. And you can’t moving on
‘til today. So, you’re don’t have any boyfriend right now. Aku kasihan
padamu.” Ikut Niall, memegang pundak Dani sambil memasang wajah sedih.
Aku tertawa. Mereka pun tertawa.
“Hussh sudah. Kalian istirahat sana, besok siang kau kan pulang..”ujar
Niall.
Pulang. Iya, aku pulang, ke Jakarta. Jauh darinya.
“Kau belum pulang ke rumahmu seharian ini. Ibumu takkan
mencari?”tanyaku pada Niall
“Ibuku sedang di Dublin, di tempat sepupuku. Kau jangan
khawatir, aku bukan anak manja..”
“Lalu, kau tidur di mana?”
“Aku mau menonton televisi di sofamu. Kau tidur saja, ya..”
“Kau yakin? Aku tidur dulu, ya. Good night, Niall.”
“Iya… Good night, honey. I love you.”
“I love you more..”
--
[Niall’s POV]
Aku melihat jam dinding. Sudah menunjukkan pukul 11. Tasha
dan Daniella sudah tertidur. Mereka tidur lebih awal karena besok akan pulang
ke Jakarta.
Inilah malam terakhir mereka di sini. Especially, Tasha. Ia akan meninggalkanku besok. Hanya dua bulan.
April nanti, kami pasti bertemu. Belum lagi, Tasha akan melanjutkan sekolahnya
ke London. Ia pasti akan selalu dekat denganku nanti. Kau kali ini harus bersabar dulu, Niall.
Aku berjalan ke samping tempat tidurnya. Cantik sekali. Aku
mengusap dan memainkan rambutnya sesekali, merapikan selimutnya, dan mengecup
keningnya.
Aku kembali ke sofa, tetap memasangkan kedua mataku pada
layar televisi. Tak lama, aku merasa lelah, hingga akhirnya terlelap.
--
(Mullingar – 8th January 2014 7:30 AM)
[Tasha’s POV]
Guten Morgen, ini pagi terakhirku di Mullingar. Aku dan Daniella mulai
bersiap.
Niall benar-benar tak pulang sehari semalam. Saat aku
terbangun, Niall masih tertidur di sofa di temani acara televisi sepanjang
malam, hingga pagi tiba. Kurapikan selimutnya, kukecup keningnya. “Terima kasih
kau masih di sini. Kau pasti lelah, aku taakkan membangunkanmu dulu. Tidur
lelap, Niall. Aku mencintaimu.” Bisikku lembut.
Lenganku masih sedikit sakit, lututku masih perih, namun
membaik, tak separah kemarin.
Daniella terlihat sibuk merapikan barang-barang dan bersiap.
Ia sudah mandi pagi tadi.
“Tash, mandi dulu deh, gue bikinin sarapan dulu, ya…”
“Oke bos.”
“Eh tunggu, itu Niall belum bangun? Liat wajahnya, hahaha,
dasar.”
“Stttt, quiet please, jangan
buatnya terbangun, ia tidur terlambat semalam.”
“Iya, iya, udah sana mandi dulu..”
--
[Niall’s POV]
Aku terbangun. Jam dinding menunjukkan 8 AM. Tak kutemukan
siapapun di sini.
Aku berjalan mendekati dapur, kucium beberapa aroma dari sana.
“Dani? Sedang apa kau?”
“Eh, Niall. Selamat pagi! Aku sedang menyikat wc.”
“Menyikat wc? Dengan kompor, wajan?”
“Kau gila. Apa yang kau lihat? Di dapur, masa iya aku sedang
menyikat wc..”
“Dasar kau.”
-
Aku kembali ke sofa. Kulihat Tasha baru keluar dari kamar
mandi dengan pakaian, dan handuk yang ia lilitkan di kepalanya. Lucu sekali.
“Sudah bangun?”tanyanya.
“Ya, kau baru mandi? Kau kan harus segera ke bandara..”
“Iya, tadi aku bangun sedikit terlambat.” Katanya sambil
bersiap. Bolak-balik mengambil barang, ini-itu.
“Kau masih berjalan sedikit pincang, lenganmu tak apa?”
“Keadaannya membaik, lenganku masih sedikit kaku untuk
digerakkan.”
--
9:00 AM..
“Sudah siap, girls?
Mari kita berangkat.” Ajak Niall.
“Kau yang antar?” tanya Dani.
“Iya lah, siapa lagi?”
“Kau tak apa? Aku dan Dani sudah banyak merepotkanmu. Kau
belum pulang pula kerumahmu.”seruku.
“Aku tak apa, seperti pada siapa saja. Tak mau nih, di antar
pacar? Sebenarnya sih aku maunya nganterin kamu doang, Tash. Tapi Daniella kan
kurcacimu, mengikuti kemanapun kau pergi, jadi..” Lagi, Niall menggoda Dani.
“Apaan sih Niall… Lama-lama gue jambak jambul lo deh, gue
jadi tokoh obat nyamuk yang menderita mulu sih di sinetron kalian berdua.”
Jawab Dani.
“Sinetron? Asem lo, Dan. Life
is not a movie kali..” gerutuku.
“Ahaha, sudahlah.. Tunggu ya, aku ambil mobil dulu..”
-
Tak lama, mobil Niall datang. Dani dan Niall mengangkat
koper dan tas-tas yang aku dan Dani bawa. Aku masih tak kuat mengangkat benda
berat.
Ini kali kesekianku untuk duduk di sampingnya, di mobil
Niall. Dia lucu saat menyetir, Wajahnya berkonsentrasi. Sesekali kucubit
pipinya, ia tertawa kecil.
(Dublin International Airport (DUB) – 8th January
2014 10:30 AM)
Akhirnya aku sampai di bandara. Baru saja ibu melepon,
mengucapkan sampai jumpa.
Sebelum berangkat dan sambil menunggu, Niall mengajak kami
ke Starbucks di bandara.
Aku memesan Cheesecake Brownie,
dan minumnya White Hot Chocolate.
Niall memilih Chocolate Cinnamon Bread
dan Caramel Macchiato, sementara Dani
pesan Turkey Rustico Paini dan Caffè
Misto untuk minumnya.
Setelah
selesai, aku dan Dani membeli Starbucks
Bottled Drinks agar bisa di bawa. Aku membeli Vanilla Frappucino, dan Mocha
Frappuccino untuk Dani.
Kami
berbincang dan bercanda sudah cukup lama. Tak terasa, sudah pukul 12. Hari ini,
pesawat tidak delay. Pesawat kami
sudah datang. Jadi, kami langsung boarding..
“Terimakasih
ya, Niall. Terimakasih sekali sudah menemani kami selama di Mullingar. Pacarmu
kubawa dulu. Hihi.” Pamit Dani pada Niall, memeluknya lalu salam, dan, tos!
Kini
giliranku pamit pada Niall. Sungguh, sangat berat sekali.
“Berjanjilah
tak ada air mata.” Serunya.
“Janji.
Aku pulang dulu ya, ku tunggu kau April nanti di rumahku. Aktifkan selalu whatsappmu. Aku pasti selalu
menghubungimu. Aku cinta, sayang, dan pasti merindukanmu. Jaga baik-baik
kesehatan, dan dirimu ya..”aku memeluknya.
“Iya.
Nilai ujianmu harus bagus, ya.. Tunggu aku di rumahmu April nanti.. Tenang
saja, twitter, path, skype, whatsappku
selalu berfungsi tiap waktu. Kau bisa menghubungiku kapan saja. Kau yang jaga
dirimu juga kesehatanmu. Jangan nakal… Aku cinta kau, Tash..”
“Kau yang
jangan nakal… Hahaha. Sudah ya, aku pulang dulu..”
“Kau yang
terbaik. Sejauh apapun jarak antara kau dan aku, aku akan terus menjagamu.
Nanti kita ke London bersama.” Dia mengecup kedua pipiku, keningku, dan yang
terakhir, mengusap rambutku.
“Kau yang
paling terbaik.. see you soon, honey..
good bye..” aku mendorong koperku menggunakan tangan kiriku. Kau pasti
ingat apa yang terjadi pada lengan kananku. Aku melangkah..
“Byeee Niall!!!” kata Dani.
“Byeee! Take care ya, hubungi aku saat
kau telah sampai! See you too, honey,
and.. Dani!”
Kami
menjauh.. dan terus menjauh..
Tubuh Niall terlihat semakin kecil selagi kakiku terus melangkah,
meninggalkannya. Aku pasti merindukanmu.
--
[Niall’s
POV]
Tunggu
aku dirumahmu, Tash. Aku pasti datang. Kita akan bertemu. Aku akan
merindukanmu.
--
[Tasha’s
POV]
Akhirnya
aku take-off. Aku melambaikan
tanganku pada jendela pesawat.
Terimakasih, Mullingar, Dublin, Irlandia. Kau mempertemukan
aku, dan Niall. Terimakasih.
--
A day later…
(Jakarta
– 10th January 2014 8:00 AM)
Pagi ini,
aku terbangun. Tak kulihat salju turun di balik jendela. Udara biasa saja.
Oops! Aku kan sudah sampai
di Jakarta. Tash, kau Jet Lag. Mana
ada salju di Jakarta?...
Sebenarnya
aku sudah sampai Jakarta kemarin sore menjelang malam. Aku langsung berpisah
dengan Dani. Aku kerumah, Dani pun ke rumahnya. Aku sendiri lagi, deh.
Aku
berniat mengabari Niall pagi ini. Kunyalakan Mac Book dan Skype.
Hey,
Niall sedang online di sana dengan status ‘tc’. Hehehe, itu inisial namaku. Well, gue harus pasang status yang sama,
hahaha.
Statusku
sekarang ‘njh.’ Inisial Niall memang terlihat aneh, ya. Tapi, tak apa, dia
pacarku. Haha.
Dan
sekarang, aku memutuskan memulai conversation
dengannya,
Tasha: WEY HEEY! GOOD
MORNING, BROO?:):)xoxo
[Niall’s
POV]
(Mullingar,
10th January 1:00 AM)
Ini malam
kedua setelah kepulangannya. Sehari tak melihatnya, aku merasa kurang dengan
hariku.
Kau tahu,
hanya aku yang bangun jam 1 malam begini di rumah.
TRING.
Mac Book-ku berbunyi, dari Skype, memecah kesepian malam dingin
ini.
Dari
Tasha, namun, tunggu. Lucu sekali, statusnya inisialku, begitupun aku. Kalo
kata Indonesian sih, alay namanya. Hahaha biarlah.
Tasha: WEY HEEY! GOOD MORNING,
BROO?:):)xoxo
Hah? Good morning?
Niall: WEY HEEEY!:)
This is midnight, Tash…x
[Tasha’s
POV]
Niall: WEY HEEEY!:)
This is midnight, Tash…x
Astaga,
aku lupa. Di sana kan sedang pukul 1 tengah malam! Ahh! Well, I’m foolishly jet lag!
Aku terus
melanjutkan mengobrol dengannya. Hingga akhirnya kami sepakat video calling.
TADAA!
Sekarang
wajahnya ada di layarku. Senang sekali bisa kembali melihatnya. Terimakasih, wi-fi rumahku pagi ini berjalan lancar,
sehingga video call pun lancar tanpa freezing.
“Kau sudah sampai?” tanyanya.
“Sudah, ehehe”
“Kau jet lag?”
“Entah, mungkin iya. Aku merindukanmu.”
“Tak apa. Aku juga merindukanmu.”
“Lanjutkan tidurmu, aku akan baik-baik saja di
sini..”senyumku.
“Mungkin aku sekarang sedikit tenang karena mendapat kabar
darimu. Aku tidur dulu ya, nanti kuhubungi kau lagi. Oh iya, kau mulai sekolah
kapan?””
“Iya, maaf aku baru mengabari sekarang. Semalam aku sangat
lelah karena merapikan barang-barang. Iya tak apa, yang penting kau istirahat
dulu. Aku mulai sekolah dua hari lagi, kok.”ujarku.
“Okay, call you soon, cantik..
“
“See you soon, hubby! Sleep tight..”
“Good bye babe..” ia melambaikan tangannya di layar.
--
[Niall’s
POV]
Senang
melihatmu, Tash.
Jet lagmu mengingatkanku akan
sesuatu,
“ you say good
morning, when its midnight, going outta my head alone in this bed..
…I miss you so bad.”
Bait lagu
itu.. Aku benar-benar tersenyum dibuatnya.
Well, I have to sleep, good night, and, I love you everywhere,
wherever, whenever you are, Tash.
Aku
mengusap rambutnya di fotoku bersamanya saat tahun baru di Dublin.
See you on two following months, sweetheart.
--
[Tasha’s
POV]
Aku malu.
Mengapa aku mengatakan good morning pada Niall yang sedang midnight, ataupun
memikirkan mengapa salju tak turun pagi ini di sini. Tak lain, aku..
Jet Lag.
Mengapa
harus ada timezone, horizons, seasons,
di dunia ini? Aku benar-benar pusing, dan seketika terngiang akan sebuah bait,
“ I miss you so bad,
I wanna see your horizons, I miss you so bad, and see the same sun rising, I
miss you so bad, turn the hour hand back to when you were holding me..”
Tolol.
Terserah.
Yang jelas,
I love you as
long as a billion kilometers between me and you, even more than that
kilometers.
Forever.
See you, Niall.. Two months to go……
No comments:
Post a Comment