Finalis #1DFanficContest13
by Arintya Putri Fadhila , 19
ZLS
Siapa bilang pangeran idaman selalu tampan seperti Eric di film kartun Little Mermaid? Atau sekaya Richie Rich yang mempunyai McDonalds pribadi dirumah? Pangeran idaman bagiku cukup untuk menambah semangatku dalam menulis. Terlepas dari bingkai kacamata yang tebal dan storyboardnya itu, aku mendapatkan sesuatu yang berharga darinya.
by Arintya Putri Fadhila , 19
ZLS
Siapa bilang pangeran idaman selalu tampan seperti Eric di film kartun Little Mermaid? Atau sekaya Richie Rich yang mempunyai McDonalds pribadi dirumah? Pangeran idaman bagiku cukup untuk menambah semangatku dalam menulis. Terlepas dari bingkai kacamata yang tebal dan storyboardnya itu, aku mendapatkan sesuatu yang berharga darinya.
***
“Senin, semua deadline artikel
harus jadi,”ucap Mr. Harry tegas. Pimpinan Redaksi ini telah muak karena deadline artikel yang tidak kunjung
selesai.
“Senin? Bahkan hari Senin tinggal
dua puluh jam lagi, Sir”ujar Mr. Niall, salah seorang tangan kanannya.
“Aku tidak mau tahu. Senin
semua deadline harus sudah sampai dimeja kerjaku sebelum aku masuk,”Mr. Harry
mengambil mantel yang tergantung lalu berlalu pergi.
Aku hanya bisa menelan ludah. Memang ini merupakan kesalahanku yang
terus menunda waktu peliputan sehingga menyebabkan deadline artikel yang molor. Dengan sekali tatapan tajam dari Mr.
Niall, aku sudah paham jika malam ini aku dipaksa untuk tidak tidur lagi.
Menyelesaikan sebuah artikel tentang Madisson Venue yang baru dua jam lalu aku
liput.
“Kau dengar, besok sebelum Mr.
Harry datang, artikel sudah harus dimeja,”Mr. Niall membereskan map lalu
meninggalkanku sendiri bersama secangkir Americano yang telah mendingin diruang
meeting.
***
“Pagi, Sam. Hari ini kamu
nggak tidur lagi?”sebuah sapaan berhasil membuat mataku terbuka beberapa
derajat.
“Eh, iya. Ada deadline artikel
yang harus selesai pagi ini,”jawabku sambil menyesap cangkir ketiga
Americanoku.
“Semangat, ya”ia menepuk
pundakku pelan. Lalu melangkah pergi menuju ruangannya.
***
Namanya Zayn Malik, dia salah satu Leader Tim Kreatif di Creative
House ini. Wajahnya bisa dibilang standar, sangat standar bahkan. Kacamata frame lumayan tebal selalu bertengger manis
dikedua mata indahnya. Namun bagiku Zayn adalah manusia terunik sepanjang masa.
Ide-ide kreatif yang hampir selalu muncul darinya saat Creative House kami kebingungan mencari sebuah konsep untuk
pelanggan.
“Tidak. Konsepnya lumayan,
tapi aku yakin eksekusinya akan kurang maksimal. Tenggang waktu kita hanya satu
bulan. Bagaimana kalau kita mencoba konsep baru yang lebih simple?”Zayn berdiri
dari kursinya lalu berjalan kedepan, mengambil sebuah spidol lalu
menggoreskannya pada whiteboard.
“….”semua peserta meeting hanya bisa diam mematung
menunggu Zayn.
“See? Menghilangkan aksen
elegan dan mewah. Menambah sedikit unsur abstraksi? How?”Zayn mencoba merombak
konsep pembuatan iklan sebuah permen coklat yang kami kerjakan.
“No. Absolutely no. Kita tidak
mau ambil resiko tinggi. Pelanggan sudah menentukan elegan dan mewah sebagai
patokan utama untuk iklan kali ini,”Mr. Harry menolak tawaran Zayn dengan
keras.
“Ehm, kalau boleh saya
berpendapat-----,”aku hendak menyampaikan pendapatku ketika sebuah suara
menghentikan semuanya.
“Sudah, lakukan saja apa yang pelanggan
inginkan. Jangan merubah konsep dasar dan jangan membuang aksen elegan dan
mewah pada iklan ini,”nada suara Mr. Harry naik, membuat semua peserta meeting
mau tidak mau harus menuruti perintahnya.
***
Zayn tampak membereskan meja kerjanya yang penuh tumpukan storyboard. Dengan muka yang sudah
sangat lelah, Zayn menata setiap storyboard
dan memeriksanya agar esok hari siap diserahkan kepada Mr. Harry. Dari kejauhan
aku hanya bisa mengagumi bagaimana ia bekerja keras dan mengorbankan waktu
istirahatnya demi sebuah loyalitas.
***
“Hari ini Zayn menginap
dikantor lagi, “ucapku saat sarapan bersama Louis, teman satu Tim Artikel.
“Zayn? Oh, Sam ayolah, sudah
berapa lama kau terus diam seperti ini dan mejadi secret admirernya?”Louis
tampak kesal. Memang, sudah hampir dua tahun aku memendam rasa untuknya.
“Ehm, dua tahun kurasa. Tapi
Zayn memang tipikal pekerja keras ya?”aku berbicara sembari membayangkan wajah
Zayn dan senyumnya yang menawan itu.
“Sam, sudah saatnya kau
mengungkapkan perasaanmu ke Zayn. Paling tidak, dia harus tahu bahwa kau
menyukainya,”
“Louis, please. Aku hanya
ingin menyukainya diam-diam,”
***
Zayn keluar ruangan Mr. Harry dengan muka kusam. Ada sekitar lima storyboard ia bawa keluar. Dari ujung
mata aku sempat memperhatikannya melepas kacamata tebalnya lalu memijit pelan
keningnya. Sepertinya ia mendapat penolakan lagi dari Mr. Harry.
Ingin sekali aku menghampiri Zayn lalu menanyakan apakah semuanya baik-baik saja, namun aku
terlalu ciut nyali. Lewat Louis aku mengirimkan sekotak Jasemine Tea untuk sedikit mengurangi penatnya.
“Bilang saja kau membeli lebih
Jasemine Tea ini, lalu kau berikan satu untuknya. Louis, please bantu aku
sekali ini saja. Aku tidak rela melihanya terus memijit kening karena
penat,”pintaku pada Louis.
“Sekali saja? Sam, sudah
banyak hal yang kau berikan untuk Zayn dan semuanya lewat aku. Sekotak coklat
rendah lemak saat hari valentine, susu high calcium saat project Zayn sukses,
sebuah rautan pencil karena kau tahu peraut Zayn sudah rusak, dan sekarang
Jasemine Tea ini? Ckckck, kurasa aku akan dibilang homo oleh orang-orang,”Louis
dengan tegas menolak permintaanku.
Memang benar aku selalu meminta Louis untuk memberikan semua barang-barang
tersebut. Aku terlalu malu untuk bertatap muka langsung dengan Zayn, meskipun
hampir dua tahun kami bekerja di kantor yang sama.
“Kau mau aku benar-benar
disangka seorang homo oleh mereka?”Louis menghabiskan kopinya lalu
meninggalkanku sendiri dipantry.
***
Aku terus melihat wallpaper
laptopku. Gambar seorang pria berkacamata tebal yang tengah berkutat dengan storyboard. Ya, foto diri seorang Zayn
Malik. Hampir semua gadget yang
kupunya memang sengaja kupasang foto diri Zayn.
“Aku harus bagaimana? Apakah
aku harus memberikan ini langsung ke Zayn? Lalu kalau Zayn bertanya kenapa aku
memberikan Jasemine Tea ini, aku harus menjawab apa?”aku membolak-balik kotak Jasemine Tea ditangan. Mencoba
mengumpulkan keberanian untuk memberikan langsung sebuah pemberian kecil ini
kepada Zayn.
***
Malam ini aku sengaja pulang terlambat. Aku menunggu Zayn
menyelesaikan pekerjannya dulu. Hampir dua jam aku menunggu disalah satu sudut
ruangan, akhirnya Zayn berkemas dan bersiap untuk pulang. Lama kucoba untuk
mengatur nafas.
“Okay Sam, berikan ini lalu
pulang dan tidur nyenyak. Keep calm then do it quickly,”gumamku pelan.
Benar saja, saat aku berjalan mendekati Zayn yang tengah memakai
jaketnya, jantung ini berdegup tidak karuan. Semakin aku melangkahkan kaki, semakin cepat pula ritme
jantung ini berdegup.
“Z-Zayn? Kau mau
pulang?”sebuah pertanyaan bodoh begitu saja terlempar dari mulutku saat Zayn
menyadari keberadaanku dan menatap tepat dikedua mataku.
“Iya, kau kenapa belum pulang,
Samantha?”oh God, Zayn bahkan tau namaku. Biasanya ia hanya memanggilku Sam.
“I-ini untukmu,”aku meletakkan
kotak Jasemine Tea ke meja Zayn dengan cepat.
“Apa ini, Sam?”kata Zayn
sambil mengambil kotak Jasemine Tea.
“Hope you’ll like it, Zayn.
Aku pulang duluan,”seketika aku berlari meninggalkan ruangan dan turun kelantai
bawah. Sungguh, berhadapan dengan pangeran berkacamata itu adalah hal yang
paling nervous yang pernah kualami. Lebih nervous dibanding harus presentasi
liputa dihadapan Mr. Harry dan Mr. Niall.
***
From : Unknown Number
Hey, Sam? What’s wrong with you?
Why you run after you gave me that Jasmine Tea?
I don’t bite :D
Btw, do you have time next week?
Come to Coffee Shop near our office and I’ll treat you
there.
PS. Thankyou for d’Jasemine Tea
-Zayn-
Oh My, you have to kill me.
Tiga jam dua puluh enam menit setelah aku memberikan Jasemine Tea itu, Zayn
mengajakku hangout diakhir minggu?
Rasanya seperti mimpi.
“Louis, what should I do? Zayn
ask me to hangout with him next week?,”aku bertanya pada Louis.
“Sam? You calling me in the
midnight and ask for that? Kill me, Sam. I’ve to finish my report and tomorrow
is the deadline,”Louis menjawab pertanyaanku dengan nada marah. Aku sadar,
bahwa aku telah menganggunya. Lalu buru-buru aku memutus sambungan telepon dan
membiarkan Loius untuk menyelesaikan report-nya.
“Okay, have a great night with
you report, bestie. Night!”
***
Hal
terbodoh yang kulakukan adalah tidak berani menanyakan jam berapa Zayn
mengajakku bertemu di Coffee Shop.
Dari pagi aku izin untuk pulang lebih awal dan menunggu Zayn didepan Coffee Shop. Sembari menunggu aku
berusaha menyusun kata, agar nanti aku tidak hanya gugup dan mengeluarkan
kata-kata bodoh seperti tempo hari.
Satu jam,
dua jam, dan kini tiga jam setangah aku menunggu, duduk sendiri dibangku taman.
Semburat jingga kini tinggal sayup-saup terlihat diufuk timur. Melihat banyak
orang yang berlalu lalang, semakin membuatku khawatir. Apa Zayn benar-benar
mengajakku? Apakah Zayn tidak salah kirim pesan? Jangan-jangan aku salah
mengartikan maksud pesan Zayn? Kubaca ulang pesan dari Zayn untuk memastikan.
Tiupan
angin malam menyerbuku. Kunaikkan kaki kakursi taman dan memeluknya. Mencoba
bertahan lebih lama untuk menunggu Zayn. Terlihat dari sini para barista di Coffee Shop telah keluar dengan mantel
mereka yang tebal. Menyerah. Mungkin itu yang sebaiknya kulakukan. Hampir
sepuluh jam aku duduk menunggu Zayn disini. Ditemani tiupan angin yang semakin
malam semakin jahat merasuk, membuat tubuhku mengigil.
“Sam, come
on. Sadar, Sam. Siapa kamu, Sam? Kamu hanya seorang staff yang tidak layak
untuk bersanding dengan Zayn. Mungkin pesan itu bukan untukku. Mana mau seorang
pimpinan Tim Kreatif hangout denganmu,”air mata mulai menetes.
“Samantha,
please. Berhenti menyukai seorang Zayn Malik. Two years is enough, Sam,”aku
bergumam sambil menepuk-nepuk kedua pipi yang hampir membeku kedinginan. Aku
berdiri diam memandangi satu titik cukup lama hingga seorang datang lalu
memelukku dari belakang.
“Sorry,
Sam. Don’t go, let me hug you for a moment,”aku kenal dengan suara ini. Suara
lelaki yang berhasil membuatku menunggu selama sepuluh jam lebih ini menyeruak
diantara heningnya malam.
“Zayn? Is
that you?”
“Forgive
me, Sam. Aku baru menemukan rautan pensil darimu,”
“What’s?”aku
kaget. Aku memutar tubuh dan menemukan Zayn –masih dengan kacamata frame
tebal—berada dihadapanku, membawa sebuah kantong kertas.
“Hari ini
aku tidak masuk kerja. Seharian aku mencari dimana rautan pensil pemberianmu
berada. Aku kehilangan benda itu satu minggu ini. Ternyata ada didalam laci
meja kerja dikantor,”Zayn mengeluarkan rautan pensil yang sudah kusam dari
tasnya.
“See?
Thankyou for all, Sam. Thanks for your sugarfree chocholate, high calcium milk,
your Jasemine Tea, and this,”
“Did you
know that im the sender of that?”Louis, aku benci padamu. Sudah kubilang untuk
tidak menyebutkan namaku.
“Louis
says a lot ‘bout you last week. And I realize you’re my secret admirer,”Zayn
kembali memelukku.
“Zayn?”
“Hm?”
“May I be
your secret admirer anymore?”
“Surely, yeap,”
“Zayn, I
wanna say something to you,”
“What?”
“I cant
ever be brave, cause you make my heart race. Somethin’ gotta give now, cause im
dying just to make you see. That I need you here with me now, cause you’ve got
that one thing,”
“One
thing?”
“You’ve
got my deep heart,”
“And
you’ve got that one thing too,”
“What is
it?”
“My heart. Jangan lagi berpikir ini cinta
sepihak. I’ve tried playing it cool, girl when I’m looking at you. I
can never be brave, cause you make my heart race. Shot me out of the sky,
you’re my kryptonite.
You keep me making me weak, frozen and can’t breathe,”
Tidak ada
cinta yang sia-sia. Cinta hanya membutuhkan waktu untuk saling mengenal dan
menyadari bahwa cinta itu ada. Jangan lelah untuk menunggu dan terus bertanya
mengapa cinta itu ada pada urat nadi.
wow..ceritanya keren banget.!!
ReplyDeletezayn..lup u so much