Finalis #1DFanficContest13
by Aulia Zahriani , 15
LOLS
“Vas Happenin Lou!!” suara zayn terdengar beberapa meter
dibelakangku, aku sontak menengok dan tersenyum. “Hi Zayn” balasku tersenyum
lesu. Zayn mengenakan Kupluk abu-abunya pemberian dari Niall. Ia seringkali
mengenakannya saat kami pergi belanja atau hang out bersama.
“Lou, Directioners meminta kita untuk meneruskan Video
diaries kembali, ayolah. Kau tentu tidak mau mengecewakan mereka kan?” Kata
Zayn penuh semangat. Aku sungguh tidak bersemangat hari ini entah kenapa.
Penarasaan ku tidak enak dua hari ini. Aku berusaha mnyembunyikan perasaanku
kepada semuanya. Tapi aku agak takut jika bersama Zayn. Terkadang ia bisa tau
bahwa kami berbohong atau hanya dengan melihat mata kami. Aku tak tahu persis
kenapa bisa yang penting itulah yang sering dilakukannya kalau kami berbohong.
Aku berusaha tidak menatap matanya, lagipula dia sibuk
dengan ponselnya. Ia barusaja mendapat pacar baru, namanya Perrie, setelah
menjalin hubungan asmara dengan Rebecca. Aku harap ini yang terbaik untuknya.
Kami jalan berdua setelah bertemu di depan Basecamp X-factor. Aku baru saja
dari supermarket dan Zayn membeli makanan titipan Niall di Nandos. Zayn masih
saja sibuk dengan ponselnya. Sedangkan aku sibuk bertanya-tanya apa masalahku.
Kami sampai di Basecamp, aku langsung buru-buru ke teras
belakang berharap tempat itu tidak ada orang. Dan memang tidak, seperti bisaa.
Tidak bisaanya aku menyendiri seperti ini. Aku membuka ponselku dan membuka
sms. Hannah tidak membalas sms-ku sejak tiga hari. Dan adik-adik ku memintaku
untuk segera pulang karna mereka meridukanku. Aku belum diberi waktu libur oleh
X-factor. Hannah adalah kekasihku yang amat aku cintai, dia selalu baik
dan
mengerti aku. Bahkan selama ini dia selalu mensupport-ku dan
selalu mendampingiku saat aku berada di panggung. Ahhh aku sangat
merindukannya. Kurasa ini masalahku. Tapi aku tak bisa menyelesaikannya.
Padahal mereka bilang aku adalah yg tertua yang paling bisa memberikan
nasihat-nasihat baik, walaupun aku tidak terima bahwa kenyataannya aku yang
paling tua.
Lalu aku menelepon ibuku dan ia tidak menjawab teleponku
akhir-akhir ini. Ada apasih sebenarnya? Lalu aku membuka twitter dan
Directioners memintaku untuk melanjutkan video diaries. Aku sedang unmood ya,
aku ngak ngerti dengan para wanita disekelilingku.
Niall membuyarkan
lamunanku. “Lewis” katanya dengan aksen Irlandia yang kental. Aku menengok dan
lagi lagi mencoba tersenyum setulus mungkin seolah tidak terjadi apa-apa
denganku. “kau kenapa boo bear?”
gumam Niall lagi sambil mengunyah chip yang dibawa di tangannya. “No Problemm
Nialler. Give me your stuff here!!” ujarku sebisa mungkin terlihat asli. Lalu
Niall memberiku Chipnya. Oh My God, Kurasa dia tahu aku berpura-pura. Aku
berani bersumpah sekarang mukaku pasti kelihatan canggung gak jelas. “here you
are Lou, kau kenapa? Jangan menyembunyikan sesuatu seperti itu. Ayo cerita
kepadaku”. Benarkan Niall tahu, aku gak ngerti kenapa anak idiot ini bisa peka
seperti ini. Apakah aku harus cerita? Ke Niall? Aku takut kalau saja dia
membocorkannya. Lalu bagaimana? Aku terjebak, aku tidak bisa berbohong kali
ini.
Aku tak berani
berkaca walaupun dibayar brapapun. Niall tidak henti-hentinya tertawa. Baru
kali ini aku kalah dengan sirakus Niall. “aku gak pernah menyangka Lou, kau
seorang badut keliling bisa gelisah masalah perempuan”kikik Niall. Aku
berkali-kali memperingatkannya agar tidak berbicara terlalu keras. Dia hanya
tertawa. Aku salah ya menceritakan semuanya kepada Niall?
“Jangan
mengecewakanku Lou” ahhh lagi-lagi semuanya kacau. Harry menguping pembicaraanku
dan menghampiriku dan Niall. Aku mau buang muka saja ke dasar jurang yang tidak
berdasar. Harry dan Niall senyum-senyum melihatku. “Kau tidak seharusnya
menyembunyikannya sendiri Lou” kata Harry pelan. “Betul!” Niall menambahkan.
Aku hanya khawatir semuanya tahu masalah konyolku. “Ini konyol ya?” kataku
bodoh kepada mereka berdua. “Masalah perempuan adalah masalah terbesar
Laki-laki” suara Liam terdengar. Aku benar-benar menjadi kepiting gosong hari
ini.
“Zayn memberika
tahuku kalau kau terlihat berbohong, lalu aku menemuimu dan melakukannya. Yah
tidak susah mengelabuimu. kau luluh ya Lou, bisa curhat dengaku”. Niall berkata
panjang. “Dan kami menguping dibalik jendela” gumam Liam dan Harry terus senyum
lebar. “Kill me now!!” aku teriak akhirnya. “MANA ZAYN??!!” aku agak lega dan
kesal karnanya. Aku senang bisa
cerita ke semua sahabatku, dan kesal rahasiaku terbuka dengan mudahnya oleh
zayn.
“Vas happenin
Lou!!!!” Zayn muncul dengan topeng spiderman milikku.
***
Seperti bisaa Liam
selalu bangun lebih awal, bisaanya ia membuat susu putih untuknya dan
membuatkannya juga untuk kami. Aku baru saja mengusap mataku dan mengucapkan
selamat pagi kepada semuanya yang sudah bangun. Kami berjanji petang nanti akan
meneruskan Video Diaries permintaan directioners. Kurasa hari ini aku sudah
kembali ceria, walaupun Hannah belum juga membalas sms dan mengangkat
teleponku.
Aku senang tadi malam
semuanya baik kepadaku, keempat sahabatku memberi nasihat baik dan menghiburku
seakan aku melupakan Hannah. Adikku juga sudah meneleponku sebelum aku tidur
tadi malam, ibuku bahkan sudah mengirim pesan selamat pagi untuku. Sekali
aku menguap, berharap hari ini
baik dan aku bisa ceria seperti bisaa.
***
“Pagi Lou, mau
cereal? Aku buatkan ya?” suara Harry meneobos lamunanku. “Aku mau Tacos, kau
buat itu saja” pintaku kepadanya. “Yes Harry aku juga mau” sambar Niall
tiba-tiba. Harry mengiyakan kami dengan muka agak bête.
“Tumben sekali Harry
bangun pagi-pagi” tanyaku kepada Niall. “Ya, kudengar ia ingin pulang nanti
sore ke Chesire menemui ibunya” jawab Niall sambil menyalakan TV. “Benarkah?”
aku merasa tidak enak lagi kan, selama ini Harry lah yang paling dekat
denganku. Tidur bersama, bercanda sebelum tidur dan memasakanku masakan setiap
pagi. Sekarang Harry mau pulang? Akan menjadi aneh rasanya. “Iya Lou, selama
seminggu mungkin. Kita sudah diberi libur seminggu Lou. Jadi nanti kita
meneruskan Video Diariesnya lebih cepat. Kau mau kemana liburan ini?”. “Aku
nggak tahu.” Jawabku singkat.
Kenapa Harry tidak
memberi tahuku kalau dia ingin ke Chesire, tadi malam aku tidur di sofa sih.
Ahh tapi aku nggak ingin pulang, aku belum mau ketemu Hannah di Doncaster. Aku
malas Hannah mendiamiku beberapa hari ini, tanpa aku tahu masalhnya. Bilang
saja aku belum libur kepada ibuku. Tak apalah sekali bohong. Aku ingin ikut
Harry ke Chesire.
“Aku ikut ya Hazz?”
Pintaku kepada Harry, sambil memuji makanannya enaaak sekali. Harry
senym-senyum saja, dan yang lain sibuk makan, apalagi Niall. “Kami ikut ya
Hazz?” kata Zayn. Kenapa jadi ikut semua? Harry senyum-senyum lagi dan
menggaruk kepala.
“Um….hm…I..think..that um…..” gumam Harry
“Talk faster
Mr.Styles!!” Zayn berteriak dan Niall tersendak.
Lalu Harry tertawa dan berguman lagi. “um.. I call my dad
first…” gumamnya.
“Your Dad will open that house, I guess. If your dad doesn’t
let us, your mum will kill him!!” sontakku keras dan semua tertawa.
“She is a good wife ever” Niall menyela.
“She treat her husband very much better!!” kataku sambil
memasang wajah melecehkan.
“I think you guys are right. I kill my dad first” gumam
Harry dengan lambat. Dan kami tertawa tidak terkontrol.
“Stop boys!” Kata Liam “Don’t gossiping too much, hahaha let
these food in our stomach really fast. 1 2 3 c’mon!”. Semuanya melahap makanan dengan cepat bahkan terlalu cepat.
Apalagi Niall, ia memakan dengan santai tapi cepat(?) Lalu makanan habis. Dan
kami meminta Harry membuatkan lagi. Haha so funny. Inilah awal yang bisaa kami
lewati jika bersama. Pagi yang gila bukan. Aku pikir begitu.
***
Kami menyewa supir
dan mobil pribadi untuk melaju ke Chesire, rumah Harry, tempat kami dulu. Jujur
saja aku sangat merindukan tempatnya dan senyuman manis tante Anne, ibu Harry.
Tetap saja, walaupun hatiku tak sabar untuk cepat-cepat sampai, Hannah tetap menguasai
pikiranku. Demi Tuhan, aku nggak bisa terus menerus seperti ini, aku tekadkan
dalam diriku, hanya tiga hari aku di Chesire. Selebihnya aku mau pulang ke
Doncaster. Biar saja teman-temanku mau bilang apa. Aku tetap tidak bisa
membohongi perasaanku sendiri.
***
Sesampai kami di
Chesire, kami banyak menghabiskan waktu bersama. Kami semua senang tante Anne
ramah pada kami, dia juga cantik dan sangat baik. Aku dapat melihat dengan
jelas wajahnya mirip sekali dengan Harry dan kakaknya. Malamnya kami semua
tidak bisa tidur, kamipun sudah menepati janji kami kepada directioners
kemarin, di X-factor camp. Aku selalu merasa lebih baik setiap bertemu
orang-orang yang aku sayang, kami bermain truth
or dare, game favorite kami selama kami bersama. Bagiku dengan bermain ini,
kami dapat mengerti satu sama lain dan saling menghargai. Kami bermain hingga
larut malam dan kami tertidur begitu saja dan menunggu truth dari Harry. Dia berbicara terlalu lama hingga kami tertidur.
Sungguh hari yang indah. Ku harap aku bermimpi indah.
Tiga hari berlalu, saatnya aku
melanjutkan trip ku pulang ke Doncaster menemui ibu dan adik-adikku, serta
Hannah. Aku benar-benar merasa sangat bersalah kepada semuanya. Tiga hari benar-benar membuat kami
tidak terkontrol di Chesire. Kami terlalu bahagia untuk bersama dan sama sekali
tidak memikirkan posisi kami di x-factor. Bahkan kami tidak pernah latihan,
tiga hari kita habiskan dengan sia-sia, maksutku untuk tertawa bersama. Aku
mengikik dalam hati.
“Okay Lads! Aku pergi dulu. Jangan
merindukanku ya” aku berpamitan kepada semuanya sambil senyum-senyum. Dan tante
Anne membawakanku bekal yang sangat banyak.
“Terimakasih
banyak untuk makanannya” lalu aku tersenyum kepada perempuan ramah itu. Lalu
Harry memelukku. “Jaga dirimu Lou, aku akan sangat merindukanku” ia memelukku
sangat lama. “take care lou” teman-temanku tersenyum.
“Bye!”
aku melambai kepada mereka lalu memasang head-set ku. Aku harap aku pun selamat
sampai Doncaster sendirian, tanpa mereka.
***
“kakaaakk...!!”
adik-adikku berlari ke arahku dan memelukku. Sungguh ini adalah yang paling
indah, aku sangat menyayangi adik-adikku. Begitu aku turun dari kereta, ibu dan
adik-adikku menjemputku di statius bawah tanah di dekat kafe kesukaan aku dan Hannah. Kami menuju rumah dengan
taksi dan kami melewati kafe favoriteku itu. Mataku reflek menerobos kedalam
lewat kaca yang mendominasi kafe itu. Dan tolong jangan bangunkan aku, aku
melihatnya. Perempuan blonde dengan tubuhnya yang seksi itu mengenakan tank-top
putih sedang tersenyum sangat manis dengan laki-laki brunette yang wajahnya,
oke. Aku bilang ‘lumayan’ tampan. Aku yakin seyakin aku senyayangi ibuku. Dia
adalah Hannah. Bidadariku yang sangat aku cintai. Lalu tenggorokanku terasa
sesak. Dan otakku bekerja lebih keras. Dengan siapa bidadariku itu?
Seharian
aku memikirkan apa yang tadi siang aku lihat. Kalau benar begitu, mengapa
Hannah perempuan yang sangat mengerti aku setelah ibuku, tega seperti itu. Aku
murung sepanjang hari, bahkan masakan ibuku tidak aku sentuh sedikitpun. Aku
benar-benar tidak nafsu untuk makan. Makanan apapun. Aku bahkan menolak bermain
dengan adikku dan gadis itu terlihat sedih, akupun sedih melihatnya seperti
itu. Hatiku hancur seketika dengan beberapa detik yang mengerikan itu. Ini semua
gara-gara perempuan itu. Kalau kata Niall, seorang badut keliling seperti aku
bisa gelisah karena perempuan. Aku putuskan malam mini juga, aku mengunjungi
rumah Hannah. Aku nggak bisa terus-terusan seperti ini.
Sekitar
lima belas menit aku sampai dirumah besar yang aku tahu ada sekitar sepuluh
anjing dihalaman dan didalam rumahnya. Aku membayar ongkos taksi dengan
jantungku yang tak karuan berloncatan. Tanganku mendingin seperti hati Hannah
yang mungkin telah mendingin untuk diberikannya kepadaku. Aku berusaha keras
menahan air mataku yang hampir tak bisa berkompromi denganku. Dengan keringat
ditanganku aku menekan bel rumah Hannah. Dua menit aku menunggu di depan pagar
tak berani menekan bel lagi. Aku nggak tahu apa yang akan terjadi setelah ini.
Lalu pintu rumahnya terbuka, dan aku melihat sosok gadis yang amat aku cintai
habis-habisan, yang aku pertahankan habis-habisan. Hannah tersenyum canggung
melihatku, aku sontak bertanya kepada hatiku, pantaskah aku berada disini.
Beranikah aku menyesaikan masalahku ini. Gadis blonde itu membukakan aku pintu
dan menyuruhku masuk. “Masuklah lou, diluar sangat dingin”.
Hannah
membawa secangkir teh yang dicampur susu kesukaanku, aku senang ia masih ingat
sedikit tentangku. Lalu ia memberikanku teh itu dan aku menerimanya dengan canggung. Setelah kurang lebih
berdiam-diaman, dia memulai menanyakankan kabarku. Demi Tuhan, aku tidak tahu
apa yang harus aku lakukan, aku merasa sangat canggung didekatnya. Bahkan aku
belum berbicara apapun dari tadi. Aku hanya berusaha tersenyum untuk menerima
pemberiannya tadi. Seorang Louis Tomlinson merasakan dirinya amat kaku untuk
pertama kalinya.
“Cukup...baik”
balasku singkat kepada Hannah yang menanyakan kabarku.
“Maafkan
aku, aku tidak memberikamu kabar beberapa hari ini” suaranya yang cempreng
terdengar jelas ditelingaku.
“Apa
masalahmu? Kau tahu Hannah, aku sangat merindukanmu. Apakah aku bersalah
kepadamu? Hingga kau berada di kafe kita, maksutku di Ruby in the dust bersama
lelaki brunette itu?” aku bicara agak keras kapadanya, baru beberapa kali aku
bicara dan aku langsung meludak seperti ini.
Aku
dapat melihat raut wajahnya yang sangat merasa bersalah, matanya yang bisaanya
ceria itu sekarang terlihat menahan air mata. Apakah aku salah? Apakah aku
terlalu terburu-buru? Akupun merasakan hal yang sama, aku benci melihatnya
sedih.
“Maafkan
aku..” gumamnya.
Aku
bisa dengar suaranya yang lirih. Sungguh aku tak tahan lagi. Aku benci
melihatnya sedih Ya Tuhan.
“Oh
maafkan aku jika itu membuatmu sedih.” Kataku. “Aku sungguh nggak tahan berada
jauh darimu, tak mendapatkan perhatianmu, tak mendengar suaramu ditelepon, aku
rindu membaca pesan selamat pagimu di ponselku. Aku sedih melihatmu seperti
ini, Hannah”
Dari
sudut mataku aku dapat melihatnya menangis, aku tak berani menatap matanya
waktu aku berkata tadi. Sungguh aku benci saat seperti ini.
“Aku
sungguh minta maaf Lou, dari lubuk hatiku yang paling dalam. Jujur aku
menyayangimu, aku merindukan pelukanmu. Aku ingin selamanya dekat dengan orang
yang aku sayang...”
“Kau
egois” aku memotong omongannya. Aku tahu apa yang akan dia lalukan setelah itu.
“Maaf
aku tidak bisa berada didekatmu lagi, tidak bisa menemanimu lagi” ujarnya
dengan matanya yang lebam. Benarkan, aku tahu apa yang akan dia katakan.
“Tak
usah kau tangisi. Ini keputusanmu. Tak usah kau bilang kau menyayangiku jika
akhirnya kau memutuskan hubungan ini dan meninggalkanku. Tak usah bilang kau
menginginkanku jika kau mencintai laki-laki itu.” Rahangku mengeras dan aku
dapat merasakan wajahku sinis dan omonganku pedas.
“Maafkan
aku Lou... aku nggak tahan berada jauh darimu, dari orang yang aku sayang.
Apalagi jika kau sudah tour nanti, kau pasti akan terus meninggalkanku.”
Aku
benci Hannnah, aku benci melihatnya melihatnya menangis, aku benci melihatnya
meninggalkanku... aku berdiri dari sofa tempat aku duduk, lalu menghampirinya
yang menangis dengan menutupi wajahnya dengan telapak tangan. “Tak usah
menangis, aku harap kau jauh lebih baik dengannya.” Aku peluk Hannah erat-erat
dan mencium puncak kepalanya.
“Aku
pergi dulu, jaga dirimu. Selamat tinggal” aku meninggalkannya, dan menutup
pintu rumahnya, aku pergi dan tak sekalipun aku menyeruput teh terakhir
pemberiannya. Kau bodoh Lou, ujarku dalam hati. Lalu berjalan menuju subway
station.
***
Seminggu
sudah, aku berpisah dengan Hannah. Yah, lagi-lagi aku bilang dia gadis yang aku
sayangi. Tapi untuk sekarang aku jauh lebih baik. Teman-temanku banyak
menyemangatiku, aku senang bisa mengenal mereka. Aku mulai bisa melupakan
Hannah, yah setidaknya aku tahu sekarang dia sudah bahagia. Aku bahagia jika ia
bahagia.
Harry
seringkali mengenaliku banyak perempuan cantik, tapi belum ada yang membuatku
cukup tertarik. Aku ingin sendiri dulu. Tekatku dalam hati. Banyak Directioners
di twitter yang mengajakku menikahi mereka, menawarkan diri mereka untuk
menjadi pacarku. Sungguh aku tak tahan godaan. Mereka men-supportku
habis-habisan. Aku senang dengan itu.
Dan
malam ini kami akan tampil di panggung final x-factor. Oh ibuku, kau dengar?
Ini final, aku sungguh nggak percaya aku yang dulunya laki-laki bisaa saja
sekarang dikenal semua orang, dulu aku hanya cowok yang suka tebar pesona di
sekolah supaya perempuan menyukaiku, sekarang dengan sendirinya aku dipuja
banyak perempuan di Inggris.
Kami
menyanyikan lagu torn. Kupersembahkan
khusus untuk Hannah.
“I’m already torn..”
Aku bernyanyi dengan mata berbinar
menatap tajam kekamera. Ku harap Hannah menontonku dirumah, aku tahu ia tidak
akan datang. Bisaanya setiap aku di panggung x-factor Hannah selalu bertepuk
tangan paling keras dan berteriak paling kencang dan menatapku hangat dari
kursi penonton.
Dan...
apa? Aku tadi lihat siapa ya? Perempuan cantik dengan rambutkan yang coklat
berteriak kencang dan menatapku hangat. Aku tahu persis itu bukan Hannah. Tapi...
jangan bilang aku menyukainya. Lou, kau baru melihatnya berteriak sudah meleleh
seperti ini, bagaimana jika tersenyum kepadamu. Ujarku dalam hati. Tunggu, aku
pernah melihatnya. Tapi dimana?
Kami
berlima turun ke backstage, perasaanku sangat senang dapat menyelesaikan lagu
itu. Ibuku pasti bangga padaku, aku bisa sejauh ini. Bagaimanapun hasilnya aku
terima. Aku duduk dan minum air mineral pemberian fansku. Paul memberiku
sepaket coklat berbungkus hijau dengan air mineral yang ditempatkan di tas kardus
warna hijau juga. Katanya dari fansku.
Didalamnya
ada surat kecil yang bertuliskan:
Untuk Louis Tomlinson, aku tahu kau takkah pernah melihatku. Aku selalu
berteriak paling kencang jika melihatmu dipanggung x-factor, bahkan lebih
kencang dari Hannah. Aku nggak yakin pemberianku ini bisa sampai ditanganmu,
maaf hanya bisa memberimu ini. Coklat ini untuk menenangkan hatimu, air mineral
ini untukmu jika kelelahan bernyanyi di panggung nanti. Aku tahu aku bukan
directioners yang beruntung. Tapi aku mencintaimu.
Semoga berhasil, lots love Jxx
Follow me maybe @eleanorjcalder
Dia berteriak paling
kencang? Aku bertanya-tanya dalam hati. Apakah gadis itu? Siapa namanya?
Eleanor. Aku pernah melihatnya. Tapi dimana? Aku lupa.
“Jangan melamun Lou,”
Zayn menepuk pundakku. Jangan lagi deh ia tahu apa yang aku pikirkan. “Surat
dari siapa sih?” Zayn melihat lihat hadiah-hadiahku pemberian dari fans. Setiap
kami di panggung sekitar 30-50 hadiah yang directioners berikan kepada kami,
dan masing-masing pasti ada penerimanya. Aku tertarik yang ini… aku mencintai
suratnya.
Saat kami istirahat
aku iseng membuka twitterku, sangatbanyak mention yang masuk, lalu aku mengetik
nama yang tadi sipengirim surat berikan. ‘@eleanorjcalder’ lalu aku search.
Aku deg-degan sekali saat ponselku loading mencari namanya,
dan akhirnya muncul. Aku lihat avatarnya, dan… jangan membuatku beracanda, dia
adalah gadis yang tadi, yang berteriak lebih kencang dari Hannah. Yang
senyumnya lebih manis dari Hannah. Ya Tuhan, aku benar-benar meleleh. Aku lihat
bionya, ‘a model…….’ Oh… aku ingat, ia model yang ada dimajalah ibuku
berlangganan. Eleanor Jane Calder. Ya! Aku ingat.
Benarkan, seorang model cantik sepertinya, adalah seorang
directioner yang memujaku? Aku harap saja Harry mengenaliku kepadanya hehe..
Dan malam itu juga, aku follow back si brunette cantik itu.
“Harry, kau kenal Eleanor Jane Calder?” tanyaku kepad Harry
yang berada disebelahku, akupun nggak tahu Harry bisa setenar itu dikalangan
perempuan cantik. Aku berkata begitu karna Harry bilang dia kenal Ele.
***
Tepat esok harinya, aku menelepon Eleanor, aku tak tahan
membayangkan wajahnya setiap malam, semua teman-temanku menyemangatiku untuk
mengajaknya kencan. Aku memberanikan diri.
Aku bisa dengar suaranya canggung setengah mati, aku tahu ia
kaget setengah mati. “Ya, benar aku Louis Tomlinson. Wanna go out with me?” aku
meyakinkannya. “s-sure. Thank you” aku dengar suaranya halus dan sangat
canggung. “Kita bertemu di studio gedung x-factor.” Kataku senang kepadanya.
Aku senang bukan main melihat gadis ini, dia berada tepat
duduk disampingku di taman ditengah kota. “um… Congratulation. Aku tahu kau
berhak mendapatkan juara itu” gumamnya tanpa melihat mataku. “terima kasih” aku
tersenyum semanis yang aku bisa.
“Aku sangat senang bertemu denganmu..” gumamnya lagi.
Astaga, aku senang mendengar suaranya. Aku senang melihat
senyumnya, wajahnya yang cantik. Aku senang membelai rambutnya yang halus. Aku
tahu aku sangat terburu-buru tapi Demi Tuhan, aku sangat menyukai Eleanor.
Dan sore itu, aku mengajaknya jalan-jalan didekat Big Ben,
aku berkali-kali berkata padanya kalau aku sangat menyukainya. Kami banyak
bicara hari itu. Dia juga banyak tersenyum hari itu, dan aku menggandeng
tangannya.
“Terimakasih, sudah menerimaku. I love you so much, Ele..”
lagi-lagi aku tersenyum semanis yang aku bisa. Terima kasih Hannah, berkat
berpisah denganmu aku bertemu gadis cantikku ini. Terimakasih Harry berkat
ketenaranmu aku dapat meneleponnya. Terima kasih Ele, sudah mencintaiku sepenuh
hatimu.
No comments:
Post a Comment