Monday, August 5, 2013

Under The Lake


Finalis #1DFanficContest13


ZLS

Semua orang sibuk dengan bukunya masing-masing. Suasana sangat sunyi, senyap, tak ada kebisingan sedikitpun. Ini perpustakaan kampusku. Kalau aku tidak ditugaskan Mrs. Katrine, aku tak akan ada di tempat mengerikan ini. Disini buku, disana buku, dimana-mana buku.
“Hai Jess, kau sedang apa disini?” Elena menyapaku.
“Kau tidak lihat? Aku membawa banyak buku, pasti kau tau ini adalah ulah Mrs. Katrine,” aku mendengus kesal.
“Mau aku bantu?”
“Itu yang sejak tadi  ingin aku dengar dari mulutmu” 
Elena hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Aku Jessica, mahasiswi  di universitas ini. Yang tadi menyapaku adalah Elena, sahabat baikku. Perawakannya yang manis dan penampilannya yang modis  membuatnya sangat disegani oleh para lelaki keren di kampus ini. Hal ini berbanding terbalik denganku. Hampir tidak ada lelaki yang melirikku. Kalaupun ada, itu ketika aku berjalan dengan Elena. Dan kau pasti tau, mereka melirik Elena, bukan aku.
“BRUUUUKKK!!”
“Upssss” aku menjatuhkan buku-buku yang aku pegang tadi.
Semua pasang mata menatapku aneh, Elena menepukkan tangannya pada keningku.
“Itu sangat sakit, Elena!!” aku berteriak. Memperparah suasana.
“Siapakah gerangan yang membuat kegaduhan di Perpusatakaan ini?!” Suara Mr. Paul menggelegar ke seluruh penjuru ruangan perpustakaan.
“Tamatlah kuliahku!” aku menepukkan telapak tanganku pada keningku sendiri.
“Kau salah Jessica! Tamatlah riwayatmu! Atau mungkin….kita…” ucap Elena, nada suaranya kian melemah ketika melihat Mr. Paul sudah berada dihadapan kami berdua. Tatapan matanya seperti ibu tiri yang siap menggantung kami di atas gedung kampus.
“Maafkan kami Mr. Paul, ini sungguh diluar dugaan kami,” Aku menundukkan kepala.
“Apa kalian tidak melihat tulisan di depan pintu masuk ruangan ini? Ini Perpustakaan, siapapun dilarang membuat kegaduhan di tempat ini!!” ucap Mr. Paul.
“Tapi tadi ia berteriak dengan suara yang sangat menggelegar, kau mendengarnya bukan?” aku berbisik kepada Elena.
“Aku mendengarnya!!” Mr Paul Melotot, menandakan ia memang mendengar apa yang aku katakana pada Elena.
***
“Elena, kau sudah selesai?” Aku berteriak sekuat tenaga.
Elena menggeleng dari kejauhan.
Hukuman Mr. Paul membuatku harus bertahan lebih lama di kampus ini, lihatlah! Matahari pun sudah mulai kembali ke peraduannya. Sementara hukumanku dan juga Elena masih belum selesai, Mr. Paul meminta agar kami membersihkan lantai halaman belakang kampus. Halaman belakang kampus ini memang sangat luas, dibagi menjadi dua bagian, dan di pisahkan dengan sebuah danau yang lumayan luas. Karena itulah aku harus berteriak jika ingin suaraku terdengar oleh Elena yang berada di bagian lain halaman kampus ini. Walaupun di kelilingi dengan Danau yang indah dan pemandangan hutan nan hijau, tetapi, tidak banyak mahasiswa atau mahasiswi yang sering berkunjung ke tempat ini. Entahlah..
Lingkungan kampus ini memang berada di  tempat yang terpencil, bukan di tengah kota seperti kampus pada umumnya, jalan menuju kesini pun harus melewati hutan pinus dan beberapa aliran sungai, tetapi, jalan menuju kampusku bisa dilewati bus, atau kendaraan besar lainnya. Sehingga jalan menuju kampus ini sudah ramai dengan rumah-rumah penduduk.

“Kalau kau sudah selesai, lebih baik kau membantuku membersihkan blok ini!”
“Aku akan kesana!” aku kembali berteriak kepada Elena disebrang sana…

***
“Kau tahu Jessica? Pinggangku seperti akan remuk detik ini juga!” Elena meringis memegangi pinggangnya.
Hari ini aku dan Elena sudah berada di kampus, mata pelajaran kuliah dari Mrs. Anny lah yang membawa kami sampai di kampus pada siang yang terik ini.
“Kau fikir hanya pinggangmu saja? Pinggangku juga merasakannya!” balasku.
“Padahal, kemarin aku hanya ingin membantumu membawakan buku-buku titipan Mrs. Katrine. Huh,” Keluh Elena.
“Maafkan aku Elena, aku memang bodoh” ucapku.
“Sudahlah Jessica, kau tidak perlu merendahkan dirimu seperti itu!” Elena mencubit pipiku.
“Aku memang bo….doh, Elena..” ucapanku sempat terhenti, melihat siapa yang baru saja melewatiku..
“Zayn…” desisku.
“Ah, pantas saja ucapanmu tersendat-sendat seperti itu, rupanya sang pangeran tengah berjalan dihadapanmu,” Elena menggodaku. Dasar!
 “Ia sangat tampan, Elena..” sorotan mataku masih terus mengikuti kemana sang pujaan hatiku itu pergi.
“Hei, Jessica! Sadar!” Elena mengguncangkan tubuhku. Sangat kencang.
“Eh..em. Ada apa Elena?” Aku tersadar.
“Ada apa? Kita harus mengikuti Kuliah dari Mrs. Anny, Jess! Kau lupa?”
“Oh, maaf”
***
“Tampaknya udara disini lebih dingin dari kemarin,” ucapku sambil menggosok-gosok lenganku.
Aku sudah berada di halaman belakang kampus, membaca novel yang baru aku beli. Elena? Ia sudah pulang terlebih dahulu. Saat ini aku hanya seorang diri di halaman yang sangat luas ini, atau mungkin….berdua dengan seorang lelaki yang memakai kaos berwarna putih dengan celana jeans selutut ditambah kacamata hitam dan earphone yang ada ditelinganya. Tangannya tertumpu pada pagar yang membatasi halaman ini dengan Danau. Sepertinya, aku mengenalnya…dia Zayn! Benarkah itu dia? Aku bergegas menghampirinya…
“Emm, hai”  ucapku ragu-ragu.
Lelaki disebelahku ini hanya menoleh sebentar lalu kembali menatap lurus kedepan.  Aku mengikuti arah tatapannya. Sebenarnya apa yang sedang ia lihat?
“Kau sering berkunjung kesini?” aku kembali bertanya, kali ini dengan senyuman yang sangat lebar.
Zayn melepaskan earphone dari telinganya.
 “Menurutmu?” hanya itu yang keluar dari bibir seksinya. Selalu begitu, walaupun dikenal sebagai lelaki yang paling tampan, keren, pintar dan disenangi banyak wanita, tapi ia selalu dingin dan cuek. Tapi itulah yang aku suka dari sosok Zayn, sejak awal masuk kuliah sampai sekarang. Tidak ada sifat playboy yang melekat pada dirinya, walaupun ia diberi ketampanan yang tiada tara dimataku. Ia sangat sempurna..
“Sepertinya kau sangat menyukainya, ya”
Tidak ada jawaban dari Zayn. Ia  kembali mengabaikan ucapanku. Huh..
“Kau lihat dua ekor tupai di pohon itu? Mereka sangat  serasi, sepertinya mereka adalah sepasang kekasih,”
Ah! Pertanyaan yang konyol. Otakku terlalu tumpul untuk memikirkan pertanyaan yang tepat untuk ku katakan pada Zayn.  Zayn menatapku aneh. Ia menerutkan keningnya, dalam hati, ingin sekali aku menceburkan diri ke danau ini. Zayn pasti menganggapku wanita aneh yang sedang melakukan penelitian terhadap sepasang tupai pohon.
“Maaf sudah menggangu waktumu, permisi” aku berlari menjauhi Zayn, sore yang sangat memalukan!

***
Sudah beberapa hari belakangan ini aku sering melihat Zayn berada di Danau belakang kampus, ia seperti sedang mencari sesuatu. Di tangannya terdapat buku yang sangat tebal, pulpen yang tergantung dilehernya dan ia memakai sepatu boots berwarna coklat tua. Aku tak berani mendekatinya, aku takut mengganggu. Ku lihat dari kejauhan, wajahnya sangat serius. Ah, sudahlah, mungkin ia sedang mengerjakan tugas kuliah. Aku duduk di lantai halaman, aku membuka snack kesukaanku dan memakannya sambil mendengarkan lagu lewat earphone. Sebelumnya suasana disini sangat tenang, sebelum sebuah teriakan itu berhasil membuatku menghentikan lagu yang sedang mengalun di ipodku.
“TOLONG!!”
“Bukankah itu suara…Zayn?” ucapku sembari menoleh kearah danau.
“Astaga, Zayn!” Aku berteriak.
Zayn melambai-lambaikan tangannya dari tengah danau, yang aku ingat, kemampuan berenangnya sangat minim. Aku berlari ke pinggir danau. Perlahan, tangannya tak terlihat lagi.
“Zayn! Bertahanlah!” aku mencoba mencari seseorang yang kira-kira dapat menolongnya.
“Ah, tidak ada seorangpun disini. Lalu aku harus bagaimana? Aku sama sekali tidak bisa berenang” Aku terus berceloteh sambil mondar-mandir di pinggir danau ini. Dan aku sangat membuang waktuku untuk menyelamatkan Zayn.
“Ah, aku akan mencoba menyelam, mungkin, aku bisa melakukannya” aku mulai melepaskan sneakers-ku dan  menceburkan diri kedalam danau ini.
Tidak ada yang dapat kulihat di dalam air. Semua berwarna hijau tua, kini yang aku cari hanya Zayn. Kemana dia? Samar-samar aku melihat sesuatu seperti peti besar yang dikelilingi dengan tumbuhan air.
“Peti apa ini?” pikirku.
“Apa sebaiknya aku buka?” lanjutku.
Aku memutuskan membuka peti itu, tapi sebelumnya aku harus menyingkirkan tumbuhan-tumbuhan air yang ada disekitar peti. Saat kubuka, tidak ada apa-apa didalam peti itu. Uh, mendadak nafasku memburu, aku akan kehabisan nafas dalam beberapa menit. Aku harus kembali ke permukaan, saat aku ingin membalikkan badan, tubuhku terasa tertarik masuk kedalam peti itu, tapi sepertinya ini bukan hanya perasaanku, peti itu menarik tubuhku masuk kedalamnya…

***
Sesuatu tengah bergerak dengan perlahan di kakiku, membuatku sedikit terusik dan terbangun dari kejadian aneh tadi.
“AAA!! BINATANG APA ITU?!” aku berteriak histeris melihat hewan aneh yang berwujud seperti ular tadi. Aku berlari menghindari binatang itu.
Aku sudah berlari lumayan jauh dari tempat tadi, baru aku sadari, aku tengah berada di hutan dengan pohon-pohon besar yang tinggi menjulang. Sejenak aku bersender disebuah pohon besar.
“Bukankah tadi aku  sedang menyelam ke dalam danau untuk mencari Zayn, lalu aku masuk  ke dalam peti di dasar danau itu? Lalu mengapa aku bisa ada disini?” Aku berfikir keras,  kedua tanganku aku lipatkan dibawah dada.
“Oh ya, mengapa bajuku ini tidak basah sama sekali? Aku menyelam tadi…” Aku masih berfikir. Dugaanku, aku masuk ke dunia lain, bukan dunia manusia…
“Dimana aku? Dimana Zayn?Apakah ia juga terbawa bersamaku kesini? Oh God…” Aku menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku, memikirkan apa yang akan aku lakukan kedepannya.
“Hei! Kau manusia?” Suara itu……Aku menoleh.
“Zayn? Kau ada disini?”
“Jessica. Bagaimana kau bisa disini?” ia kaget melihatku
“Awalnya aku ingin menolongmu yang tercebur di Danau belakang kampus, tapi kemudian aku tersedot masuk kedalam peti di dasar danau itu, lalu.. aku tiba-tiba berada di hutan ini” Ceritaku.
“Jadi kau berada disini karena aku?”
“Ya, sepertinya begitu” balasku.
“Untuk apa kau menolongku tadi?” Nada bicaranya meninggi.
“Maaf, aku hanya ingin menolongmu”
“Kau tidak tahu? Kau akan terancam jika berada disini terlalu lama” ucapnya.
“Memangnya kenapa?” aku memasang wajah polosku.
“Ini bukan dunia manusia!!”
DEGG! Jantungku berdetak kencang. Bukan dunia manusia? Lalu?
“Kau tidak main-main kan?”
“Aku tidak akan main-main soal ini”
“Lalu, kita berada di Dunia apa?” aku melihat sekelilingku.
“Dunia Vampire” jawabnya
“Apa kau bilang? Dunia Vampire? Darimana kau tahu?”
“Ya, dan Vampire disini hanya menghisap darah seorang wanita. Aku tahu semua ini dari sebuah buku di Perpusakaan kampus kita ” Kata-kata Zayn kali ini membuatku ketakutan, melihat di Film saja aku sudah takut, tapi ini? Aku malah berada di dunia mereka.
“Kita harus pergi sekarang!!” Ucapku membentak Zayn.
“Tidak semudah itu, Jess”
“Lalu kau akan membiarkan mereka menghisap darahku sampai aku mati? Begitu?!”
“Tidak akan! Kau ada disini pun karena aku, berarti sekarang kau tanggung jawabku!” Ucapnya tegas.
Aku sedikit bernafas lega kali ini, ku harap Zayn dapat memegang janjinya.
“Tapi aku takut dengan mereka, mereka itu menghisap darah!”
“kau tak perlu takut, aku akan menjagamu” ucapnya sambil membelai rambutku.
Apa ini mimpi? Zayn membelai rambutku, di dunia manusia, dia begitu menyeramkan, dingin dan cuek. Tapi, disini ia sangat lembut bahkan terlihat sangat baik kepadaku.
“Mereka datang!!” Zayn sedikit berbisik di telingaku. Ia menarikku ke semak-semak.
“Mereka siapa, Zayn?” ucapku.
“Vampire itu!!” ia berbisik kepadaku. Jarakku dengannya kini sangat dekat, desahan nafasnya sampai terasa di telingaku. Uuuh, jantungku seperti akan copot sekarang. Terlebih, tangannya kini merangkulku agar tidak terlihat dengan vampire-vampire itu.
‘Apakah mereka masih disini?” ucapku dengan hati-hati.
“Mereka ada disana” tunjuk Zayn.
Aku melihat mereka, mereka sangat menyeramkan! Wajah mereka pucat, tubuh yang lumayan tinggi dan gigi  taring yang sangat runcing. Aku sedikit mencengkram tangan Zayn.
“Mereka sangat menyeramkan, Zayn. Bawa aku pergi dari sini!!” air mataku mulai mengalir bebas di pipi-ku.
“Aku akan membawamu pergi dari sini secepatnya” ucapnya

***
Sudah lama sekali aku dan Zayn berada di balik semak-semak ini. Mungkin kalau di Dunia manusia, lebih dari Sembilan jam kami berada disini. Langit sudah mulai gelap.
“Kita harus mencari tempat aman, mungkin disekitar sini ada rumah yang bisa kita gunakan untuk berlindung” Zayn mengajakku pergi dari tempat itu.
“Rumah?” balasku.
“Ya, mungkin ada rumah disini” ucap Zayn.
Akhirnya aku dan Zayn berjalan menyusuri hutan menyeramkan ini, penerangan sangat minim sekali, hanya cahaya bulan yang menemani kami. Suasana yang gelap membuatku semakin takut, samar-samar terdengar suara-suara aneh yang kian lama kian jelas terdengar olehku.
“Kau dengar sesuatu, Zayn?” ucapku sedikit berbisik.
“Aku sudah mendengarnya sejak tadi, sepertinya mereka akan datang kemari” ucap Zayn, ia menatap sekeliling-nya was-was.
“Mereka akan datang?” ucapku.
“Sepertinya”
Aku dan Zayn mempercepat langkah kami. Dengan harapan, kami dapat menemukan rumah kosong yang aman. Tak lama kemudian, aku merasa sesuatu bergerak di rambutku.
“Kau memegang rambutku, Zayn?” ucapku
“Tidak, kau lihat sendiri, tanganku sejak tadi merangkulmu”
“lalu?” ucapku. Aku dan Zayn menengok kebelakang. Dan…sesosok mahluk bernama Vampire itu sedang menatap kami dengan tatapan mengerikan.
“Z…Za…Zayn…” ucapku sambil menatap Zayn. Zayn menggigit bibir bawahnya.
Dengan cepat Zayn menarik tanganku menjauhi Vampire itu.
“Kita harus pergi, atau mereka akan memangsamu!!” ucap Zayn
“Aku tahu itu!!” ucapku mempercepat langkah kakiku, menyamai langkahku dengan Zayn.
Sementara itu, Vampire tadi masih terus mengejar kami. Beberapa kali Aku hampir tersandung bebatuan besar  di sepanjang jalan ini. Tapi Zayn terus menarikku bersamanya.

***
Aku rasa kecepatan berlari kami tidak dapat ditandingi dengan vampire-vampire itu. Mereka tertinggal jauh dari tempat kami berada sekarang.
“Ah, aku menemukannya!” Ucap Zayn.
“Apa yang kau temukan?”
“Itu…” ucapnya sambil menunjukkan padaku sebuah Rumah Tua yang sepertinya sudah tak berpenghuni lagi. Dan mungkin ini adalah satu-satunya rumah yang ada di Hutan Vampire ini.
Aku dan Zayn masuk kedalam rumah itu tergesa-gesa.
“Apakah kau bisa menarik tanganku dengan lembut?” ucapku.
“Kalau dengan lembut, namanya bukan menarik, melainkan memegang! Apa kau tidak mengerti?!”
“Huuuh” aku hanya memanyunkan bibirku.
Zayn membuka pintu rumah ini dengan hati-hati. Takut kalau tiba-tiba ada Vampire di dalam rumah ini.
“Sepertinya tidak ada Vampire disini, Aman…” Ucapnya
“kau yakin?” balasku/
“Kalau kau mau dimangsa oleh vampire-vampire itu, Yasudah..” Kata Zayn sambil menutup pintu rumah itu.
“AAA!! Tidak! Aku tidak mau” kataku sambil kembali membuka pintu rumah itu.
 Zayn tersenyum jahil.
Akhirnya kami  beristirahat di Rumah kosong ini. Aku berdoa, Semoga saja kami masih hidup ketika terbangun nanti…
***
“Sebenarnya apa yang kita  butuhkan untuk keluar dari Dunia ini?” Tanyaku pada Zayn yang tengah menatap keluar Jendela rumah.
“Kenapa banyak sekali debu di jendela ini” Ucap Zayn sambil membersihkan debu-debu yang menempel di Kaca jendela. Kacanya pun sudah banyak yang pecah.
“Zayn! Aku bertanya padamu!” teriakku tepat di telinga Zayn.
“Aww! Kau berteriak ditelingaku? Kau harus berhati-hati, bagaimana jika vampire-vampire itu mendengar teriakkanmu?” Zayn mengusap-usap telinganya.
Benar saja, tiba tiba pintu rumah dibuka dengan paksa, dari balik pintu, mahluk menyeramkan itu muncul lagi, kali ini dengan jumlah yang sangat banyak.
“Mati aku!” Zayn menepuk dahinya sendiri.
“Kau akan mati? Jangan, Zayn! Kalau kau mati, bagaimana denganku? Aku tidak tahu bagaimana caranya keluar dari sini” Celotehku. Vampire-vampire itu melihatku dengan tatapan aneh. Zayn yang ada dihadapanku pun hanya memasang wajah jengkel.
“Kau sangat cerewet!” Ucap Zayn.
Mereka menghampiri kami yang sudah terpojok di tembok. Vampire-vampire itu mulai  mengeluarkan pisau-pisau tajam dari  balik jubahnya. Pisau? Untuk apa? Bukankah mereka menghisap darah dengan menggigit leher mangsanya? Pantulan cahaya matahari memantul di ujung pisau itu.
“Aww..silau tahu!” ceplosku.
“Kau ini….” Zayn terlihat sangat jengkel denganku.
“Kita harus bagaimana?” ucapku.
Vampire-vampire itu sudah semakin dekat, mereka terseyum memperlihatkan taring-taring mereka yang mungkin sama tajamnya dengan pisau yang ada ditangan mereka.
“Untuk apa mereka tersenyum?-_-“ ucapku pada Zayn.
“Kau banyak Tanya! Yang harus kita lakukan adalah pergi dari sini!” ucap Zayn kembali menarik tanganku menerobos vampire-vampire bodoh itu.
Kami terus berlari dari rumah kosong itu, para vampire tak tinggal diam, mereka terus mengejar kami.
“kenapa kau begitu santai ketika mereka menodong kita dengan pisau-pisau tajam itu?!” Zayn terlihat kesal padaku.
“Wajah mereka terlihat sangat bodoh, tidak seperti vampire yang beberapa waktu lalu memengang rambutku” ucapku masih sambil berlari.
“Mungkin mereka vampire baru, hahaha” Zayn tertawa lepas ditengah-tengah acara berlari-nya.
“Haha, mungkin” akupun ikut tertawa melihat Zayn yang sekarang sudah lebih tenang.
***
Kami berhenti berlari, dan bersender di sebuah pohon.
“Sudah berapa jauh kita berlari? Belum sampai memakan waktu berjam-jam bukan? Mengapa langit sudah mulai gelap kembali?” ucapku terengah-engah.
“Lebih baik kau atur nafasmu terlebih dahulu, seperti aku” ucap Zayn yang memang sedang mengatur nafasnya.
Aku mencoba menuruti ucapan Zayn. Memang ada benarnya juga kata-katanya.
‘Kita harus mencari cincin-cincin platina yang biasanya terdapat di kantung jubah para vampire itu jika ingin keluar dari dunia mereka” Ucap Zayn.
“Itu mudah, jika kita mengambilnya dari vampire-vampire berwajah bodoh itu” Balasku.
“Tidak semudah itu, Jessica! Mereka dapat memangsamu kapan saja, terlebih mereka memiliki senjata”
“Huh, kau benar” ucapku lesu.
“Mereka datang lagi, Jess” ucap Zayn.
Sesegera mungkin aku dan Zayn bersembunyi di balik pohon besar. Vampire yang datang kali ini bukan vampire berwajah bodoh tadi, melainkan vampire berwajah menyeramkan dari vampire waktu itu. Aku tidak bisa meremehkan mereka lagi.
“Kau lihat? Mereka bukan yang berwajah bodoh. Kau harus menjaga ucapanmu, salah saja sedikit, mereka akan memangsamu, kau mau?”
“Tidak” ucapku singkat.
“kalau begitu kau tunggu disini” ucap Zayn.
“kau mau kemana?” ucapku mencegah Zayn yang akan pergi.
“Aku akan mengambil cincin-cincin itu dari mereka. Kau ingin kita cepat keluar dari sini, bukan?”
“Iya, tapi…”
“Kau tidak perlu mengkhawatirkan aku, aku lelaki. Lagipula, sepertinya mereka tak bersenjata” ucapnya lembut.
Aku berkedip beberapa detik, aku merasakan sesuatu yang lembut menempel di Dahiku. Ketika aku membuka mata…
DEGG! Ketika itu juga jantungku terasa berdesir lebih cepat dari biasanya, Zayn ternyata mengecup keningku!
“Aku harus berhati-hati. Ingat! Kau harus menjaga ucapanmu” ucap Zayn sambil terseyum. 
Ia mulai melangkah mendekati vampire-vampire itu. Ternyata, penciuman vampire sangat tajam, Mereka mampu mencium bau manusia dari jarak yang lumayan jauh. Mereka melihat Zayn. Dengan segala keberaniannya, Zayn menantang vampire-vampire itu untuk melawannya. Pertarungan sengit pun terjadi diantara mereka. Berulang kali Zayn jatuh tersungkur di tanah. Kaos putihnya kini kotor dengan tanah-tanah yang menempel. Tapi ia memang lelaki yang sangat kuat, berulang kali ia terjatuh, berulang kali pula ia bangkit kembali. Dari balik pohon aku mengintip pertarungan itu, kalau saja aku punya sedikit nyali untuk melawan mereka, mungkin aku akan membantu Zayn untuk melawan vampire-vampire itu. Tiba-tiba sesosok vampire membekap mulutku, aku memberontak melepaskan cengkraman tangan itu dari mulutku.
“Zayn!! Tolong aku!!” Zayn sempat melihatku. Pelipis kirinya mengeluarkan darah.
Tiba-tiba semua vampire yang melawan Zayn mendekat kearahku.
“Aku telah berhasil menangkapnya” ucap vampire yang kini membekap mulutku.
“Lepaskan dia!!” ucap Zayn menghampiriku.
“kau diam!! Selangkah kau mendekati kami, pipi mulus gadis ini akan aku sobek sobek dengan pisau ini, kau tidak menginginkannya bukan?!” ucap salah satu dari mereka.
Zayn kini dilanda dilema, kalau ia mendekat, maka pipiku akan tersobek-sobek oleh pisau ini, tapi kalau ia tidak menyelamatkanku, aku akan dimangsa oleh mereka.
Secepat kilat, Zayn memukul dua dari tiga vampire yang ada. Zayn dengan cepat dapat mengalahkan mereka. Kini hanya tinggal aku, dan vampire dibelakangku.
“Rupanya kau memang lelaki yang pemberani, kau berani membawa gadis ini masuk kedunia kami, kau pun berani melawan kawan-kawanku, dan sesuai perkataanku, aku akan mensobek pipi kekasihmu ini…” ucap vampire itu.
“Tak akan kubiarkan!” Zayn mencoba mengambil alih pisau yang dipegang oleh vampire itu, tapi, bukanlah pisau yang  ia dapat, tapi ia mendapati pipiku sudah tergores dengan pisau tajam itu, tanganku perlahan menyentuh pipi kananku, darah…. Itulah yang terlihat oleh kedua mataku. Seketika kepalaku mulai pusing, pandanganku mulai kabur dan semuanya gelap saat aku mulai menutup mataku…..

***
“Jessica, bangun..kau sudah pingsan lama sekali..” samar-samar terdengar olehku celotehan Zayn.
Perlahan, mataku terbuka.
“Zayn, dimana vampire itu?” aku langsung bangun dan menatap sekeliling-ku.
“Vampire itu sudah pergi” ucap Zayn seraya mengacak-acak rambutku.
“Lalu kau sudah mendapatkan cincinnya?”
“sudah, ini..” Zayn mengeluarkan dua buah cincin dari saku celananya.
“terimakasih Zayn” aku tersenyum.
“Terimakasih untuk apa? Ini memang tujuan kita bukan?” Zayn pun ikut tersenyum.
“Tapi…pelipismu mengeluarkan darah, Zayn” aku menyentuh pelipis kirinya.
“Pipi kananmu juga”  ucap Zayn,  wajahnya terlihat sangat menyesal.
“Maafkan aku, pipimu sampai seperti ini juga karena aku, semua ini karena aku” lanjutnya.
“Ini takdir Zayn, Semua yang terjadi di Dunia ini adalah takdir Tuhan, dan sekarang kita ditakdirkan untuk berpetualang di Dunia ini” Aku menyentuh bahunya, atau lebih tepatnya sedikit meninju bahunya.
Zayn mendongakkan wajahnya.
“Kau lelaki, tak pantas menyerah seperti itu,  kita harus keluar dari sini secepatnya” aku tersenyum lagi.
“Kalau begitu kita harus kembali ke tempat dimana pertama kali kita sampai ke dunia ini” ucap Zayn
“Di bawah pohon besar berdaun merah?”
“Ya” singkatnya.

Aku dan Zayn berjalan mencari dimana letak pohon berdaun merah itu. 
“Kau suka bunga?” ucap Zayn.
“Ehm, aku suka”
“Aku akan kembali sebentar lagi” Zayn berlari kecil menuju sebuah pohon berbunga.
“Sudah berapa lama aku berjalan? Rasanya lelah sekali~” Aku bersender di bawah pohon besar. Memperhatikan sebuah tumbuhan jamur bermotif polkadot.
“Hihihi, jamur polkadot” gumamku.
Aku memetik jamur itu untuk aku bawa pulang. Tapi dimana Zayn? Lama sekali dia pergi…….Aku menyapu pandanganku ke seluruh area hutan ini. Mataku menyipit melihat sesosok Vampire tengah membelakangi Zayn yang sedang memetik bunga.
“Hey! Zayn dalam bahaya!” aku berteriak di dalam hati.
Aku mencari benda yang bisa dipakai untuk memukul Vampire itu, dan yang aku temukan hanya sebatang kayu besar. Aku tidak boleh membuang waktuku. Aku berlari menghampiri Vampire itu dan….
“HIYAAAAAA” aku berteriak, memukul Vampire itu sekeras mungkin.
Vampire itu jatuh tersungkur, sepertinya ia sudah tak sadarkan diri. Zayn yang melihat aksiku hanya terbengong-bengong dengan mulut yang sedikit terbuka. Sementara posisiku masih mengangkat kayu itu.
“Kau ternyata sangat pemberani jika tidak penakut seperti kemarin” Zayn berjalan menghampiriku. Jarak kami hanya beberapa langkah saja. Aku masih tidak bisa mencerna kata- kata Zayn.
“Maksudmu?”
“Sudahlah, ini bunga untukmu, karena kau sudah menyelamatkanku, Cantik” Ucap Zayn,
“Aku memang cantik, terimakasih bunga-nya” aku membalikkan badanku. Zayn menahan lenganku.
“Ada apa?”
“Tanda terimakasih-nya?” ucapnya
“tadi aku sudah berterimakasih padamu” Aku kembali membalikkan badanku menuju pohon berdaun merah tadi.
“kau tidak mengerti..” Dengan bibir yang sedikit dimanyunkan, Zayn mengikuti langkahku.
“Ini pohonnnya, lalu dimana cincin itu?” Aku berdiri berhadapan dengan Zayn.
“Aku akan memberikannya, tapi….” Ia menunjuk pipinya.
Dengan cepat aku menonjok pipi-nya.
“kenapa kau menonjok pipi-ku?!” Zayn mengusap-usap pipinya sambil meringis kesakitan.
“Kau kan tadi menunjuk pipimu….” Aku menggaruk-garuk rambutku.
“Bukan itu maksudku!!” Kedua tangannya memencet pipi-ku.
“lalu?”
“Cium pipiku” Ia berterus terang.
“Nanti, setelah kita keluar dari dunia ini”
Zayn akhirnya mengeluarkan dua cincin itu. Aku dan Zayn segera memakainya.
Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang sangat kencang menghempaskan tubuhku.  Aku seperti masuk ke ruang waktu, semua berbentuk jam. Persis seperti di Film kartun Doraemon. Tak lama, aku merasakan tubuhku ambruk di rerumputan hijau..
***
Aku berhasil membuka kembali mataku, aku melihat Zayn juga terbaring di sampingku. Ia belum sadar.
“Akhirnya aku kembali di duniaku ….” Aku berdiri dan merentangkan kedua tanganku.
Tiba-tiba sepasang tangan melingkar dipinggangku.
“Hei! Kau sudah bangun!” aku melepaskan tangannya.
“Bagaimana dengan petualangan kita?” ia tersenyum
“Ini sangat menyenangkan” Aku pun tersenyum.
“lalu bagaimana dengan yang tadi?”
“yang tadi?” aku mengingat kembali apa yang aku katakan pada Zayn.
“Oh,”
“Hanya ‘oh’?” ucapnya.
Aku mencium pipi-nya sekilas. Ia hanya tersenyum. Ternyata dibalik sikap nya yang dingin dan cuek. Ia lekaki yang bertanggung jawab.
“kau menyukaiku?” Tiba-tiba ia bertanya seperti itu.
“Tidak! Kau terlalu percaya diri” aku hanya tertawa.
“lantas apa yang  membuat hatimu tergerak untuk menyelamatkan aku tadi?”
“Ehm,” mati aku! Aku tak bisa berkata-kata. Aku memang menyukainya.
“Kau tak perlu takut cintamu bertepuk sebelah tangan, karena aku pun menyukaimu, sejak dulu”
“kau bohong. Kau selalu bersikap dingin padaku” aku membuang muka.
“Itu karena kau selalu membuatku penasaran”
“Penasaran? Aku tetap tidak percaya” Aku menyatukan kedua alisku.
“Kau tidak percaya? Aku akan menceburkan diriku kembali kedalam danau ini jika itu bisa membuatmu percaya” Zayn mengambil ancang-ancangnya untuk kembali menyelam kedalam danau. Dan, ia memang kembali menceburkan dirinya kedalam danau.
Aku melotot.
“ZAYN! KAU SANGAT NEKAT!!” aku berdiri di pinggiran danau.
Apakah aku harus kembali menyelamatkannya? Mengulang semua kejadian tempo hari yang hampir membuatku mati?
Sementara itu, di kedalaman air danau, Zayn tertawa lepas, entah apa yang sedang ia tertawakan…..

No comments:

Post a Comment