Finalis #1DFanficContest13
by Risa Iqlima Restaripani , 15
ZLS
Semua
orang sibuk dengan bukunya masing-masing. Suasana sangat sunyi, senyap, tak ada
kebisingan sedikitpun. Ini perpustakaan kampusku. Kalau aku tidak ditugaskan
Mrs. Katrine, aku tak akan ada di tempat mengerikan ini. Disini buku, disana
buku, dimana-mana buku.
“Hai
Jess, kau sedang apa disini?” Elena menyapaku.
“Kau
tidak lihat? Aku membawa banyak buku, pasti kau tau ini adalah ulah Mrs.
Katrine,” aku mendengus kesal.
“Mau aku
bantu?”
“Itu yang
sejak tadi ingin aku dengar dari
mulutmu”
Elena
hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Aku Jessica, mahasiswi
di universitas ini. Yang tadi menyapaku adalah Elena, sahabat baikku.
Perawakannya yang manis dan penampilannya yang modis membuatnya sangat disegani oleh para lelaki keren di kampus
ini. Hal ini berbanding terbalik denganku. Hampir tidak ada lelaki yang
melirikku. Kalaupun ada, itu ketika aku berjalan dengan Elena. Dan kau pasti
tau, mereka melirik Elena, bukan aku.
“BRUUUUKKK!!”
“Upssss”
aku menjatuhkan buku-buku yang aku pegang tadi.
Semua
pasang mata menatapku aneh, Elena menepukkan tangannya pada keningku.
“Itu
sangat sakit, Elena!!” aku berteriak. Memperparah suasana.
“Siapakah
gerangan yang membuat kegaduhan di Perpusatakaan ini?!” Suara Mr. Paul
menggelegar ke seluruh penjuru ruangan perpustakaan.
“Tamatlah
kuliahku!” aku menepukkan telapak tanganku pada keningku sendiri.
“Kau
salah Jessica! Tamatlah riwayatmu! Atau mungkin….kita…” ucap Elena, nada
suaranya kian melemah ketika melihat Mr. Paul sudah berada dihadapan kami
berdua. Tatapan matanya seperti ibu tiri yang siap menggantung kami di atas
gedung kampus.
“Maafkan
kami Mr. Paul, ini sungguh diluar dugaan kami,” Aku menundukkan kepala.
“Apa
kalian tidak melihat tulisan di depan pintu masuk ruangan ini? Ini
Perpustakaan, siapapun dilarang membuat kegaduhan di tempat ini!!” ucap Mr.
Paul.
“Tapi
tadi ia berteriak dengan suara yang sangat menggelegar, kau mendengarnya
bukan?” aku berbisik kepada Elena.
“Aku
mendengarnya!!” Mr Paul Melotot, menandakan ia memang mendengar apa yang aku
katakana pada Elena.
***
“Elena,
kau sudah selesai?” Aku berteriak sekuat tenaga.
Elena
menggeleng dari kejauhan.
Hukuman Mr. Paul membuatku harus bertahan lebih lama di
kampus ini, lihatlah! Matahari pun sudah mulai kembali ke peraduannya.
Sementara hukumanku dan juga Elena masih belum selesai, Mr. Paul meminta agar
kami membersihkan lantai halaman belakang kampus. Halaman belakang kampus ini
memang sangat luas, dibagi menjadi dua bagian, dan di pisahkan dengan sebuah
danau yang lumayan luas. Karena itulah aku harus berteriak jika ingin suaraku
terdengar oleh Elena yang berada di bagian lain halaman kampus ini. Walaupun di
kelilingi dengan Danau yang indah dan pemandangan hutan nan hijau, tetapi,
tidak banyak mahasiswa atau mahasiswi yang sering berkunjung ke tempat ini. Entahlah..
Lingkungan kampus ini memang berada di tempat yang terpencil, bukan di tengah
kota seperti kampus pada umumnya, jalan menuju kesini pun harus melewati hutan
pinus dan beberapa aliran sungai, tetapi, jalan menuju kampusku bisa dilewati
bus, atau kendaraan besar lainnya. Sehingga jalan menuju kampus ini sudah ramai
dengan rumah-rumah penduduk.
“Kalau
kau sudah selesai, lebih baik kau membantuku membersihkan blok ini!”
“Aku akan
kesana!” aku kembali berteriak kepada Elena disebrang sana…
***
“Kau tahu
Jessica? Pinggangku seperti akan remuk detik ini juga!” Elena meringis
memegangi pinggangnya.
Hari ini aku dan Elena sudah berada di kampus, mata
pelajaran kuliah dari Mrs. Anny lah yang membawa kami sampai di kampus pada
siang yang terik ini.
“Kau
fikir hanya pinggangmu saja? Pinggangku juga merasakannya!” balasku.
“Padahal,
kemarin aku hanya ingin membantumu membawakan buku-buku titipan Mrs. Katrine.
Huh,” Keluh Elena.
“Maafkan
aku Elena, aku memang bodoh” ucapku.
“Sudahlah
Jessica, kau tidak perlu merendahkan dirimu seperti itu!” Elena mencubit
pipiku.
“Aku
memang bo….doh, Elena..” ucapanku sempat terhenti, melihat siapa yang baru saja
melewatiku..
“Zayn…”
desisku.
“Ah,
pantas saja ucapanmu tersendat-sendat seperti itu, rupanya sang pangeran tengah
berjalan dihadapanmu,” Elena menggodaku. Dasar!
“Ia sangat tampan, Elena..” sorotan
mataku masih terus mengikuti kemana sang pujaan hatiku itu pergi.
“Hei,
Jessica! Sadar!” Elena mengguncangkan tubuhku. Sangat kencang.
“Eh..em.
Ada apa Elena?” Aku tersadar.
“Ada apa?
Kita harus mengikuti Kuliah dari Mrs. Anny, Jess! Kau lupa?”
“Oh,
maaf”
***
“Tampaknya
udara disini lebih dingin dari kemarin,” ucapku sambil menggosok-gosok lenganku.
Aku sudah
berada di halaman belakang kampus, membaca novel yang baru aku beli. Elena? Ia
sudah pulang terlebih dahulu. Saat ini aku hanya seorang diri di halaman yang
sangat luas ini, atau mungkin….berdua dengan seorang lelaki yang memakai kaos berwarna
putih dengan celana jeans selutut ditambah kacamata hitam dan earphone yang ada
ditelinganya. Tangannya tertumpu pada pagar yang membatasi halaman ini dengan
Danau. Sepertinya, aku mengenalnya…dia Zayn! Benarkah itu dia? Aku bergegas
menghampirinya…
“Emm, hai” ucapku ragu-ragu.
Lelaki
disebelahku ini hanya menoleh sebentar lalu kembali menatap lurus kedepan. Aku mengikuti arah tatapannya.
Sebenarnya apa yang sedang ia lihat?
“Kau
sering berkunjung kesini?” aku kembali bertanya, kali ini dengan senyuman yang
sangat lebar.
Zayn
melepaskan earphone dari telinganya.
“Menurutmu?” hanya itu yang keluar dari
bibir seksinya. Selalu begitu, walaupun dikenal sebagai lelaki yang paling
tampan, keren, pintar dan disenangi banyak wanita, tapi ia selalu dingin dan
cuek. Tapi itulah yang aku suka dari sosok Zayn, sejak awal masuk kuliah sampai
sekarang. Tidak ada sifat playboy
yang melekat pada dirinya, walaupun ia diberi ketampanan yang tiada tara
dimataku. Ia sangat sempurna..
“Sepertinya
kau sangat menyukainya, ya”
Tidak ada
jawaban dari Zayn. Ia kembali
mengabaikan ucapanku. Huh..
“Kau
lihat dua ekor tupai di pohon itu? Mereka sangat serasi, sepertinya mereka adalah sepasang kekasih,”
Ah!
Pertanyaan yang konyol. Otakku terlalu tumpul untuk memikirkan pertanyaan yang
tepat untuk ku katakan pada Zayn. Zayn
menatapku aneh. Ia menerutkan keningnya, dalam hati, ingin sekali aku
menceburkan diri ke danau ini. Zayn pasti menganggapku wanita aneh yang sedang
melakukan penelitian terhadap sepasang tupai pohon.
“Maaf
sudah menggangu waktumu, permisi” aku berlari menjauhi Zayn, sore yang sangat
memalukan!
***
Sudah
beberapa hari belakangan ini aku sering melihat Zayn berada di Danau belakang
kampus, ia seperti sedang mencari sesuatu. Di tangannya terdapat buku yang
sangat tebal, pulpen yang tergantung dilehernya dan ia memakai sepatu boots
berwarna coklat tua. Aku tak berani mendekatinya, aku takut mengganggu. Ku
lihat dari kejauhan, wajahnya sangat serius. Ah, sudahlah, mungkin ia sedang
mengerjakan tugas kuliah. Aku duduk di lantai halaman, aku membuka snack
kesukaanku dan memakannya sambil mendengarkan lagu lewat earphone. Sebelumnya
suasana disini sangat tenang, sebelum sebuah teriakan itu berhasil membuatku
menghentikan lagu yang sedang mengalun di ipodku.
“TOLONG!!”
“Bukankah
itu suara…Zayn?” ucapku sembari menoleh kearah danau.
“Astaga,
Zayn!” Aku berteriak.
Zayn
melambai-lambaikan tangannya dari tengah danau, yang aku ingat, kemampuan
berenangnya sangat minim. Aku berlari ke pinggir danau. Perlahan, tangannya tak
terlihat lagi.
“Zayn!
Bertahanlah!” aku mencoba mencari seseorang yang kira-kira dapat menolongnya.
“Ah,
tidak ada seorangpun disini. Lalu aku harus bagaimana? Aku sama sekali tidak
bisa berenang” Aku terus berceloteh sambil mondar-mandir di pinggir danau ini.
Dan aku sangat membuang waktuku untuk menyelamatkan Zayn.
“Ah, aku
akan mencoba menyelam, mungkin, aku bisa melakukannya” aku mulai melepaskan
sneakers-ku dan menceburkan diri
kedalam danau ini.
Tidak ada
yang dapat kulihat di dalam air. Semua berwarna hijau tua, kini yang aku cari
hanya Zayn. Kemana dia? Samar-samar aku melihat sesuatu seperti peti besar yang
dikelilingi dengan tumbuhan air.
“Peti apa
ini?” pikirku.
“Apa
sebaiknya aku buka?” lanjutku.
Aku
memutuskan membuka peti itu, tapi sebelumnya aku harus menyingkirkan
tumbuhan-tumbuhan air yang ada disekitar peti. Saat kubuka, tidak ada apa-apa
didalam peti itu. Uh, mendadak nafasku memburu, aku akan kehabisan nafas dalam
beberapa menit. Aku harus kembali ke permukaan, saat aku ingin membalikkan
badan, tubuhku terasa tertarik masuk kedalam peti itu, tapi sepertinya ini
bukan hanya perasaanku, peti itu menarik tubuhku masuk kedalamnya…
***
Sesuatu
tengah bergerak dengan perlahan di kakiku, membuatku sedikit terusik dan
terbangun dari kejadian aneh tadi.
“AAA!!
BINATANG APA ITU?!” aku berteriak histeris melihat hewan aneh yang berwujud
seperti ular tadi. Aku berlari menghindari binatang itu.
Aku sudah
berlari lumayan jauh dari tempat tadi, baru aku sadari, aku tengah berada di
hutan dengan pohon-pohon besar yang tinggi menjulang. Sejenak aku bersender
disebuah pohon besar.
“Bukankah
tadi aku sedang menyelam ke dalam
danau untuk mencari Zayn, lalu aku masuk
ke dalam peti di dasar danau itu? Lalu mengapa aku bisa ada disini?” Aku
berfikir keras, kedua tanganku aku
lipatkan dibawah dada.
“Oh ya,
mengapa bajuku ini tidak basah sama sekali? Aku menyelam tadi…” Aku masih
berfikir. Dugaanku, aku masuk ke dunia lain, bukan dunia manusia…
“Dimana
aku? Dimana Zayn?Apakah ia juga terbawa bersamaku kesini? Oh God…” Aku menutup
wajahku dengan kedua telapak tanganku, memikirkan apa yang akan aku lakukan
kedepannya.
“Hei! Kau
manusia?” Suara itu……Aku menoleh.
“Zayn?
Kau ada disini?”
“Jessica.
Bagaimana kau bisa disini?” ia kaget melihatku
“Awalnya
aku ingin menolongmu yang tercebur di Danau belakang kampus, tapi kemudian aku
tersedot masuk kedalam peti di dasar danau itu, lalu.. aku tiba-tiba berada di
hutan ini” Ceritaku.
“Jadi kau
berada disini karena aku?”
“Ya,
sepertinya begitu” balasku.
“Untuk
apa kau menolongku tadi?” Nada bicaranya meninggi.
“Maaf,
aku hanya ingin menolongmu”
“Kau
tidak tahu? Kau akan terancam jika berada disini terlalu lama” ucapnya.
“Memangnya
kenapa?” aku memasang wajah polosku.
“Ini
bukan dunia manusia!!”
DEGG!
Jantungku berdetak kencang. Bukan dunia manusia? Lalu?
“Kau
tidak main-main kan?”
“Aku
tidak akan main-main soal ini”
“Lalu,
kita berada di Dunia apa?” aku melihat sekelilingku.
“Dunia
Vampire” jawabnya
“Apa kau
bilang? Dunia Vampire? Darimana kau tahu?”
“Ya, dan
Vampire disini hanya menghisap darah seorang wanita. Aku tahu semua ini dari
sebuah buku di Perpusakaan kampus kita ” Kata-kata Zayn kali ini membuatku
ketakutan, melihat di Film saja aku sudah takut, tapi ini? Aku malah berada di
dunia mereka.
“Kita
harus pergi sekarang!!” Ucapku membentak Zayn.
“Tidak
semudah itu, Jess”
“Lalu kau
akan membiarkan mereka menghisap darahku sampai aku mati? Begitu?!”
“Tidak
akan! Kau ada disini pun karena aku, berarti sekarang kau tanggung jawabku!”
Ucapnya tegas.
Aku sedikit
bernafas lega kali ini, ku harap Zayn dapat memegang janjinya.
“Tapi aku
takut dengan mereka, mereka itu menghisap darah!”
“kau tak
perlu takut, aku akan menjagamu” ucapnya sambil membelai rambutku.
Apa ini
mimpi? Zayn membelai rambutku, di dunia manusia, dia begitu menyeramkan, dingin
dan cuek. Tapi, disini ia sangat lembut bahkan terlihat sangat baik kepadaku.
“Mereka
datang!!” Zayn sedikit berbisik di telingaku. Ia menarikku ke semak-semak.
“Mereka
siapa, Zayn?” ucapku.
“Vampire
itu!!” ia berbisik kepadaku. Jarakku dengannya kini sangat dekat, desahan
nafasnya sampai terasa di telingaku. Uuuh, jantungku seperti akan copot
sekarang. Terlebih, tangannya kini merangkulku agar tidak terlihat dengan
vampire-vampire itu.
‘Apakah
mereka masih disini?” ucapku dengan hati-hati.
“Mereka
ada disana” tunjuk Zayn.
Aku
melihat mereka, mereka sangat menyeramkan! Wajah mereka pucat, tubuh yang
lumayan tinggi dan gigi taring
yang sangat runcing. Aku sedikit mencengkram tangan Zayn.
“Mereka
sangat menyeramkan, Zayn. Bawa aku pergi dari sini!!” air mataku mulai mengalir
bebas di pipi-ku.
“Aku akan
membawamu pergi dari sini secepatnya” ucapnya
***
Sudah
lama sekali aku dan Zayn berada di balik semak-semak ini. Mungkin kalau di
Dunia manusia, lebih dari Sembilan jam kami berada disini. Langit sudah mulai
gelap.
“Kita
harus mencari tempat aman, mungkin disekitar sini ada rumah yang bisa kita
gunakan untuk berlindung” Zayn mengajakku pergi dari tempat itu.
“Rumah?”
balasku.
“Ya,
mungkin ada rumah disini” ucap Zayn.
Akhirnya
aku dan Zayn berjalan menyusuri hutan menyeramkan ini, penerangan sangat minim
sekali, hanya cahaya bulan yang menemani kami. Suasana yang gelap membuatku
semakin takut, samar-samar terdengar suara-suara aneh yang kian lama kian jelas
terdengar olehku.
“Kau
dengar sesuatu, Zayn?” ucapku sedikit berbisik.
“Aku
sudah mendengarnya sejak tadi, sepertinya mereka akan datang kemari” ucap Zayn,
ia menatap sekeliling-nya was-was.
“Mereka
akan datang?” ucapku.
“Sepertinya”
Aku dan
Zayn mempercepat langkah kami. Dengan harapan, kami dapat menemukan rumah
kosong yang aman. Tak lama kemudian, aku merasa sesuatu bergerak di rambutku.
“Kau
memegang rambutku, Zayn?” ucapku
“Tidak,
kau lihat sendiri, tanganku sejak tadi merangkulmu”
“lalu?”
ucapku. Aku dan Zayn menengok kebelakang. Dan…sesosok mahluk bernama Vampire
itu sedang menatap kami dengan tatapan mengerikan.
“Z…Za…Zayn…”
ucapku sambil menatap Zayn. Zayn menggigit bibir bawahnya.
Dengan
cepat Zayn menarik tanganku menjauhi Vampire itu.
“Kita
harus pergi, atau mereka akan memangsamu!!” ucap Zayn
“Aku tahu
itu!!” ucapku mempercepat langkah kakiku, menyamai langkahku dengan Zayn.
Sementara
itu, Vampire tadi masih terus mengejar kami. Beberapa kali Aku hampir
tersandung bebatuan besar di
sepanjang jalan ini. Tapi Zayn terus menarikku bersamanya.
***
Aku rasa kecepatan
berlari kami tidak dapat ditandingi dengan vampire-vampire itu. Mereka
tertinggal jauh dari tempat kami berada sekarang.
“Ah, aku
menemukannya!” Ucap Zayn.
“Apa yang
kau temukan?”
“Itu…”
ucapnya sambil menunjukkan padaku sebuah Rumah Tua yang sepertinya sudah tak
berpenghuni lagi. Dan mungkin ini adalah satu-satunya rumah yang ada di Hutan
Vampire ini.
Aku dan
Zayn masuk kedalam rumah itu tergesa-gesa.
“Apakah
kau bisa menarik tanganku dengan lembut?” ucapku.
“Kalau
dengan lembut, namanya bukan menarik, melainkan memegang! Apa kau tidak
mengerti?!”
“Huuuh”
aku hanya memanyunkan bibirku.
Zayn
membuka pintu rumah ini dengan hati-hati. Takut kalau tiba-tiba ada Vampire di
dalam rumah ini.
“Sepertinya
tidak ada Vampire disini, Aman…” Ucapnya
“kau
yakin?” balasku/
“Kalau
kau mau dimangsa oleh vampire-vampire itu, Yasudah..” Kata Zayn sambil menutup
pintu rumah itu.
“AAA!!
Tidak! Aku tidak mau” kataku sambil kembali membuka pintu rumah itu.
Zayn tersenyum jahil.
Akhirnya
kami beristirahat di Rumah kosong
ini. Aku berdoa, Semoga saja kami masih hidup ketika terbangun nanti…
***
“Sebenarnya
apa yang kita butuhkan untuk
keluar dari Dunia ini?” Tanyaku pada Zayn yang tengah menatap keluar Jendela
rumah.
“Kenapa
banyak sekali debu di jendela ini” Ucap Zayn sambil membersihkan debu-debu yang
menempel di Kaca jendela. Kacanya pun sudah banyak yang pecah.
“Zayn!
Aku bertanya padamu!” teriakku tepat di telinga Zayn.
“Aww! Kau
berteriak ditelingaku? Kau harus berhati-hati, bagaimana jika vampire-vampire
itu mendengar teriakkanmu?” Zayn mengusap-usap telinganya.
Benar
saja, tiba tiba pintu rumah dibuka dengan paksa, dari balik pintu, mahluk
menyeramkan itu muncul lagi, kali ini dengan jumlah yang sangat banyak.
“Mati
aku!” Zayn menepuk dahinya sendiri.
“Kau akan
mati? Jangan, Zayn! Kalau kau mati, bagaimana denganku? Aku tidak tahu
bagaimana caranya keluar dari sini” Celotehku. Vampire-vampire itu melihatku
dengan tatapan aneh. Zayn yang ada dihadapanku pun hanya memasang wajah
jengkel.
“Kau
sangat cerewet!” Ucap Zayn.
Mereka
menghampiri kami yang sudah terpojok di tembok. Vampire-vampire itu mulai mengeluarkan pisau-pisau tajam dari balik jubahnya. Pisau? Untuk apa?
Bukankah mereka menghisap darah dengan menggigit leher mangsanya? Pantulan
cahaya matahari memantul di ujung pisau itu.
“Aww..silau
tahu!” ceplosku.
“Kau ini….”
Zayn terlihat sangat jengkel denganku.
“Kita
harus bagaimana?” ucapku.
Vampire-vampire
itu sudah semakin dekat, mereka terseyum memperlihatkan taring-taring mereka
yang mungkin sama tajamnya dengan pisau yang ada ditangan mereka.
“Untuk
apa mereka tersenyum?-_-“ ucapku pada Zayn.
“Kau
banyak Tanya! Yang harus kita lakukan adalah pergi dari sini!” ucap Zayn
kembali menarik tanganku menerobos vampire-vampire bodoh itu.
Kami
terus berlari dari rumah kosong itu, para vampire tak tinggal diam, mereka
terus mengejar kami.
“kenapa
kau begitu santai ketika mereka menodong kita dengan pisau-pisau tajam itu?!”
Zayn terlihat kesal padaku.
“Wajah
mereka terlihat sangat bodoh, tidak seperti vampire yang beberapa waktu lalu
memengang rambutku” ucapku masih sambil berlari.
“Mungkin
mereka vampire baru, hahaha” Zayn tertawa lepas ditengah-tengah acara berlari-nya.
“Haha,
mungkin” akupun ikut tertawa melihat Zayn yang sekarang sudah lebih tenang.
***
Kami
berhenti berlari, dan bersender di sebuah pohon.
“Sudah
berapa jauh kita berlari? Belum sampai memakan waktu berjam-jam bukan? Mengapa
langit sudah mulai gelap kembali?” ucapku terengah-engah.
“Lebih
baik kau atur nafasmu terlebih dahulu, seperti aku” ucap Zayn yang memang
sedang mengatur nafasnya.
Aku
mencoba menuruti ucapan Zayn. Memang ada benarnya juga kata-katanya.
‘Kita
harus mencari cincin-cincin platina yang biasanya terdapat di kantung jubah
para vampire itu jika ingin keluar dari dunia mereka” Ucap Zayn.
“Itu
mudah, jika kita mengambilnya dari vampire-vampire berwajah bodoh itu” Balasku.
“Tidak
semudah itu, Jessica! Mereka dapat memangsamu kapan saja, terlebih mereka
memiliki senjata”
“Huh, kau
benar” ucapku lesu.
“Mereka
datang lagi, Jess” ucap Zayn.
Sesegera
mungkin aku dan Zayn bersembunyi di balik pohon besar. Vampire yang datang kali
ini bukan vampire berwajah bodoh tadi, melainkan vampire berwajah menyeramkan
dari vampire waktu itu. Aku tidak bisa meremehkan mereka lagi.
“Kau
lihat? Mereka bukan yang berwajah bodoh. Kau harus menjaga ucapanmu, salah saja
sedikit, mereka akan memangsamu, kau mau?”
“Tidak”
ucapku singkat.
“kalau
begitu kau tunggu disini” ucap Zayn.
“kau mau
kemana?” ucapku mencegah Zayn yang akan pergi.
“Aku akan
mengambil cincin-cincin itu dari mereka. Kau ingin kita cepat keluar dari sini,
bukan?”
“Iya,
tapi…”
“Kau
tidak perlu mengkhawatirkan aku, aku lelaki. Lagipula, sepertinya mereka tak
bersenjata” ucapnya lembut.
Aku
berkedip beberapa detik, aku merasakan sesuatu yang lembut menempel di Dahiku.
Ketika aku membuka mata…
DEGG! Ketika
itu juga jantungku terasa berdesir lebih cepat dari biasanya, Zayn ternyata
mengecup keningku!
“Aku
harus berhati-hati. Ingat! Kau harus menjaga ucapanmu” ucap Zayn sambil
terseyum.
Ia mulai
melangkah mendekati vampire-vampire itu. Ternyata, penciuman vampire sangat
tajam, Mereka mampu mencium bau manusia dari jarak yang lumayan jauh. Mereka
melihat Zayn. Dengan segala keberaniannya, Zayn menantang vampire-vampire itu
untuk melawannya. Pertarungan sengit pun terjadi diantara mereka. Berulang kali
Zayn jatuh tersungkur di tanah. Kaos putihnya kini kotor dengan tanah-tanah
yang menempel. Tapi ia memang lelaki yang sangat kuat, berulang kali ia
terjatuh, berulang kali pula ia bangkit kembali. Dari balik pohon aku mengintip
pertarungan itu, kalau saja aku punya sedikit nyali untuk melawan mereka,
mungkin aku akan membantu Zayn untuk melawan vampire-vampire itu. Tiba-tiba sesosok
vampire membekap mulutku, aku memberontak melepaskan cengkraman tangan itu dari
mulutku.
“Zayn!!
Tolong aku!!” Zayn sempat melihatku. Pelipis kirinya mengeluarkan darah.
Tiba-tiba
semua vampire yang melawan Zayn mendekat kearahku.
“Aku
telah berhasil menangkapnya” ucap vampire yang kini membekap mulutku.
“Lepaskan
dia!!” ucap Zayn menghampiriku.
“kau
diam!! Selangkah kau mendekati kami, pipi mulus gadis ini akan aku sobek sobek
dengan pisau ini, kau tidak menginginkannya bukan?!” ucap salah satu dari
mereka.
Zayn kini
dilanda dilema, kalau ia mendekat, maka pipiku akan tersobek-sobek oleh pisau
ini, tapi kalau ia tidak menyelamatkanku, aku akan dimangsa oleh mereka.
Secepat
kilat, Zayn memukul dua dari tiga vampire yang ada. Zayn dengan cepat dapat
mengalahkan mereka. Kini hanya tinggal aku, dan vampire dibelakangku.
“Rupanya
kau memang lelaki yang pemberani, kau berani membawa gadis ini masuk kedunia
kami, kau pun berani melawan kawan-kawanku, dan sesuai perkataanku, aku akan mensobek
pipi kekasihmu ini…” ucap vampire itu.
“Tak akan
kubiarkan!” Zayn mencoba mengambil alih pisau yang dipegang oleh vampire itu,
tapi, bukanlah pisau yang ia
dapat, tapi ia mendapati pipiku sudah tergores dengan pisau tajam itu, tanganku
perlahan menyentuh pipi kananku, darah…. Itulah yang terlihat oleh kedua
mataku. Seketika kepalaku mulai pusing, pandanganku mulai kabur dan semuanya
gelap saat aku mulai menutup mataku…..
***
“Jessica,
bangun..kau sudah pingsan lama sekali..” samar-samar terdengar olehku celotehan
Zayn.
Perlahan,
mataku terbuka.
“Zayn,
dimana vampire itu?” aku langsung bangun dan menatap sekeliling-ku.
“Vampire
itu sudah pergi” ucap Zayn seraya mengacak-acak rambutku.
“Lalu kau
sudah mendapatkan cincinnya?”
“sudah,
ini..” Zayn mengeluarkan dua buah cincin dari saku celananya.
“terimakasih
Zayn” aku tersenyum.
“Terimakasih
untuk apa? Ini memang tujuan kita bukan?” Zayn pun ikut tersenyum.
“Tapi…pelipismu
mengeluarkan darah, Zayn” aku menyentuh pelipis kirinya.
“Pipi
kananmu juga” ucap Zayn, wajahnya terlihat sangat menyesal.
“Maafkan
aku, pipimu sampai seperti ini juga karena aku, semua ini karena aku”
lanjutnya.
“Ini
takdir Zayn, Semua yang terjadi di Dunia ini adalah takdir Tuhan, dan sekarang
kita ditakdirkan untuk berpetualang di Dunia ini” Aku menyentuh bahunya, atau
lebih tepatnya sedikit meninju bahunya.
Zayn
mendongakkan wajahnya.
“Kau
lelaki, tak pantas menyerah seperti itu,
kita harus keluar dari sini secepatnya” aku tersenyum lagi.
“Kalau
begitu kita harus kembali ke tempat dimana pertama kali kita sampai ke dunia
ini” ucap Zayn
“Di bawah
pohon besar berdaun merah?”
“Ya”
singkatnya.
Aku dan
Zayn berjalan mencari dimana letak pohon berdaun merah itu.
“Kau suka
bunga?” ucap Zayn.
“Ehm, aku
suka”
“Aku akan
kembali sebentar lagi” Zayn berlari kecil menuju sebuah pohon berbunga.
“Sudah
berapa lama aku berjalan? Rasanya lelah sekali~” Aku bersender di bawah pohon
besar. Memperhatikan sebuah tumbuhan jamur bermotif polkadot.
“Hihihi,
jamur polkadot” gumamku.
Aku
memetik jamur itu untuk aku bawa pulang. Tapi dimana Zayn? Lama sekali dia
pergi…….Aku menyapu pandanganku ke seluruh area hutan ini. Mataku menyipit
melihat sesosok Vampire tengah membelakangi Zayn yang sedang memetik bunga.
“Hey!
Zayn dalam bahaya!” aku berteriak di dalam hati.
Aku
mencari benda yang bisa dipakai untuk memukul Vampire itu, dan yang aku temukan
hanya sebatang kayu besar. Aku tidak boleh membuang waktuku. Aku berlari
menghampiri Vampire itu dan….
“HIYAAAAAA”
aku berteriak, memukul Vampire itu sekeras mungkin.
Vampire
itu jatuh tersungkur, sepertinya ia sudah tak sadarkan diri. Zayn yang melihat
aksiku hanya terbengong-bengong dengan
mulut yang sedikit terbuka. Sementara posisiku masih mengangkat kayu itu.
“Kau
ternyata sangat pemberani jika tidak penakut seperti kemarin” Zayn berjalan
menghampiriku. Jarak kami hanya beberapa langkah saja. Aku masih tidak bisa
mencerna kata- kata Zayn.
“Maksudmu?”
“Sudahlah,
ini bunga untukmu, karena kau sudah menyelamatkanku, Cantik” Ucap Zayn,
“Aku
memang cantik, terimakasih bunga-nya” aku membalikkan badanku. Zayn menahan
lenganku.
“Ada
apa?”
“Tanda
terimakasih-nya?” ucapnya
“tadi aku
sudah berterimakasih padamu” Aku kembali membalikkan badanku menuju pohon
berdaun merah tadi.
“kau
tidak mengerti..” Dengan bibir yang sedikit dimanyunkan,
Zayn mengikuti langkahku.
“Ini
pohonnnya, lalu dimana cincin itu?” Aku berdiri berhadapan dengan Zayn.
“Aku akan
memberikannya, tapi….” Ia menunjuk pipinya.
Dengan
cepat aku menonjok pipi-nya.
“kenapa
kau menonjok pipi-ku?!” Zayn mengusap-usap pipinya sambil meringis kesakitan.
“Kau kan
tadi menunjuk pipimu….” Aku menggaruk-garuk rambutku.
“Bukan
itu maksudku!!” Kedua tangannya memencet pipi-ku.
“lalu?”
“Cium
pipiku” Ia berterus terang.
“Nanti,
setelah kita keluar dari dunia ini”
Zayn
akhirnya mengeluarkan dua cincin itu. Aku dan Zayn segera memakainya.
Tiba-tiba
aku merasakan sesuatu yang sangat kencang menghempaskan tubuhku. Aku seperti masuk ke ruang waktu, semua
berbentuk jam. Persis seperti di Film kartun Doraemon. Tak lama, aku merasakan
tubuhku ambruk di rerumputan hijau..
***
Aku
berhasil membuka kembali mataku, aku melihat Zayn juga terbaring di sampingku.
Ia belum sadar.
“Akhirnya
aku kembali di duniaku ….” Aku berdiri dan merentangkan kedua tanganku.
Tiba-tiba
sepasang tangan melingkar dipinggangku.
“Hei! Kau
sudah bangun!” aku melepaskan tangannya.
“Bagaimana
dengan petualangan kita?” ia tersenyum
“Ini
sangat menyenangkan” Aku pun tersenyum.
“lalu
bagaimana dengan yang tadi?”
“yang
tadi?” aku mengingat kembali apa yang aku katakan pada Zayn.
“Oh,”
“Hanya
‘oh’?” ucapnya.
Aku
mencium pipi-nya sekilas. Ia hanya tersenyum. Ternyata dibalik sikap nya yang
dingin dan cuek. Ia lekaki yang bertanggung jawab.
“kau
menyukaiku?” Tiba-tiba ia bertanya seperti itu.
“Tidak!
Kau terlalu percaya diri” aku hanya tertawa.
“lantas
apa yang membuat hatimu tergerak
untuk menyelamatkan aku tadi?”
“Ehm,”
mati aku! Aku tak bisa berkata-kata. Aku memang menyukainya.
“Kau tak
perlu takut cintamu bertepuk sebelah tangan, karena aku pun menyukaimu, sejak
dulu”
“kau
bohong. Kau selalu bersikap dingin padaku” aku membuang muka.
“Itu
karena kau selalu membuatku penasaran”
“Penasaran?
Aku tetap tidak percaya” Aku menyatukan kedua alisku.
“Kau
tidak percaya? Aku akan menceburkan diriku kembali kedalam danau ini jika itu
bisa membuatmu percaya” Zayn mengambil ancang-ancangnya untuk kembali menyelam
kedalam danau. Dan, ia memang kembali menceburkan dirinya kedalam danau.
Aku
melotot.
“ZAYN!
KAU SANGAT NEKAT!!” aku berdiri di pinggiran danau.
Apakah
aku harus kembali menyelamatkannya? Mengulang semua kejadian tempo hari yang
hampir membuatku mati?
Sementara
itu, di kedalaman air danau, Zayn tertawa lepas, entah apa yang sedang ia
tertawakan…..
No comments:
Post a Comment