by Stefani Sarilin , 18
LILS
“Selamat
malam, apa kalian sudah siap untuk
memesan?” tanya seorang pelayan kepada empat pria muda di deretan meja
VIP.
“Harry, apakah kau sudah mendapat kabar
dari Liam? Ini bukan seperti Liam, tidak biasanya ia terlambat ke acara makan
malam. Kau tahu, dia kan sangat tepat waktu,” kata Zayn.
“Kurasa
belum. Kami sedang menunggu satu teman lagi,” jawab Niall ramah kepada pelayan
itu.
“Baiklah.
Kalian bisa memanggilku lagi apabila kalian sudah siap memesan,” jawab pelayan
itu sopan seraya tersenyum dan berlalu dari meja One Direction di restoran Le
Cercle, salah satu restoran termahal di London.
“Liam
yang mengajak kita janjian makan malam di restoran ini, tapi dia sendiri yang
terlambat,” gerutu Louis kesal karena sudah menunggu Liam hampir 45 menit.
“Liam
baru saja mengirimkan SMS kepadaku. Guys,
kurasa kita bukan hanya menunggu satu orang lagi, tapi dua. Liam mengajak
seorang gadis untuk makan malam bersama kita,” seru Harry.
“Seorang
gadis? Wow, Liam! Sekarang aku mengerti mengapa Liam meminta kita untuk makan
malam di restoran mahal seperti ini,” ujar Louis sambil tertawa lebar.
“Tapi
menurutku, kalau Liam sampai mengajak seorang gadis untuk diperkenalkan kepada
kita berarti gadis ini sangat spesial untuk Liam. Dia serius dengan gadis ini,”
jawab Harry santai sambil membolak-balik daftar menu.
“Kalian
punya ide siapa gadis yang diajak Liam untuk bertemu kita?” Niall melempar
pertanyaan.
Zayn,
Harry, Louis kompak menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Niall.
“Funny thing is, aku jadi lebih tidak sabar
bertemu gadis itu daripada bertemu Liam,” celetuk Zayn disambut dengan tawa
lebar tiga anggota One Direction yang
lain.
“Hi guys!” sapa Liam
menghampiri meja One Direction. “Aku
minta maaf sekali sudah membuat kalian menunggu hampir satu jam,” ujar Liam
tulus.
“Permintaan
maaf diterima, Liam. Sekarang kenalkan kami dengan gadis yang berdiri di
sampingmu. Dia tamu kehormatan kita hari ini kan?” ujar Niall meledek Liam.
Wajah Liam langsung memerah.
“Guys, ini Victoria Giggs. Dia salah
seorang teman masa kecilku di Wolverhampton dan Victoria, kau mungkin sudah
tahu nama-nama dari keempat temanku ini, tapi kali ini aku akan memperkenalkan
mereka kepadamu secara resmi. Ini Zayn, Harry, Louis, dan Niall,” kata Liam.
“Hi,
Victoria!” ujar keempat anggota One
Direction kompak. Mereka kemudian beralih menatap Liam penuh arti, berharap
ada kesempatan untuk meledek Liam habis-habisan.
“Hi,
guys! Kalian bisa memanggilku Vika,”
gadis itu mengulurkan tangannya, menjabat tangan keempat sahabat Liam.
Zayn
merasa ia pernah melihat Vika beberapa hari yang lalu, tapi ia tidak ingat di
mana. Apa ia salah satu teman Perrie? Ia tidak yakin juga. Zayn mengeluarkan iPhone-nya dan mulai mengetik nama
‘Victoria Giggs’ di mesin pencari Google. Ia cukup terkejut dengan hasil
pencariannya. Sebuah artikel Wikipedia tentang Victoria Giggs. Zayn mulai
membaca artikel itu. Victoria Giggs adalah seorang model pendatang baru di
industri fashion UK. Ia lahir tahun 1995, lebih muda 2 tahun dari Liam. Tingginya
5 kaki 8 inchi. Zayn memperhatikan warna mata gadis itu, ternyata sama seperti
informasi di Wikipedia, biru laut. Hal yang sedikit berbeda dari Wikipedia
adalah rambut Victoria. Di artikel itu, Victoria yang terlihat di foto adalah
seorang gadis brunette dengan rambut
lurus panjang. Namun Victoria yang di hadapan Zayn sekarang berambut platinum blonde. Informasi terakhir yang
ditunjukkan Google adalah Victoria akan tampil di peragaan busana Burberry di Paris Fashion Week minggu depan. Zayn baru ingat, ia pernah melihat
Victoria 3 hari lalu di peragaan H&M
busana di London, di mana Little Mix
menjadi salah satu pengisi acaranya.
Acara makan malam berlangsung lancar.
Meskipun Victoria adalah seorang model, namun tidak ada kesan angkuh dari
perilakunya. Ia ramah, berpengetahuan luas, dan selera humornya sangat baik. Ia
tidak malu untuk tertawa lebar melihat kekonyolan yang dilakukan The Boys selama makan malam. Victoria
juga mampu melontarkan lelucon-lelucon yang membuat The Boys tertawa terbahak-bahak. Mereka berenam sangat menikmati
acara makan malam itu, terutama Liam. Setiap kali Victoria mengucapkan sesuatu,
Harry memperhatikan mata Liam yang memandang dengan Victoria tak berkedip.
Harry bisa melihat bahwa gadis ini sangat istimewa bagi Liam, sangat mudah
untuk melihat kalau Liam sangat menyukai Victoria.
“Guys,
aku rasa aku harus melewatkan makanan penutup bersama kalian. Aku harus terbang ke Paris besok
pagi. Ini sangat menyenangkan, aku
harap kita bisa sering berkumpul bersama,” ujar Victoria berseri-seri. Liam
sangat lega karena Victoria dan anggota One Direction
bisa akrab satu sama lain.
“Have a safe flight Victoria,” kata Niall, “Aku rasa pasti kita akan
sering bertemu lagi nantinya,” ia berkedip kepada Liam.
“Aku akan mengantar
Victoria pulang. Kalian selamat menikmati makanan penutupnya. Ngomong-ngomong,
bisakah kalian memesankan chocolate lava
cake untukku nanti di rumah?” tanya Liam.
“Kalau kami ingat
ya,” ledek Louis.
Liam
dan Victoria baru saja membuka pintu dan melangkahkan keluar dari restoran Le Cercle. Mereka dikejutkan dengan
blitz kamera dari puluhan paparazzi
yang ingin mengambil foto pasangan baru ini. Paparazzi terus mengerumuni dan mendorong Liam dan Victoria. Liam
menggandeng Victoria, berusaha melindunginya agar mereka tidak terpisah di
tengah kerumunan paparazzi. Begitu Liam
menggandeng Victoria, paparazzi
bertambah gila mengerumuni pasangan ini. “Liam, Victoria, sudah berapa lama
kalian bersama?” seru seorang paparazzi.
Liam tidak menghiraukan pertanyaan tersebut dan terus berjalan ke mobil sambil
menggandeng tangan Victoria.
Liam
dan Victoria akhirnya bebas dari kejaran paparazzi
setelah Liam berhasil mengemudikan mobilnya keluar dari restoran Le Cercle. Baru saja Liam menarik napas
lega, tiba-tiba dari kejauhan seorang paparazzi
nekad berdiri di tengah jalan dan mengambil foto dengan blitz. Liam yang saat
itu sedang mengemudikan mobil dengan kencang, menginjak remnya secara mendadak,
membanting setir mobilnya, berharap ia tidak akan menabrak paparazzi tersebut. Liam memang tidak menabrak paparazzi itu, tapi hasilnya mobil Liam menabrak tiang lampu jalan.
Bagian depan mobil rusak berat. Liam tidak apa-apa, airbag dan sabuk pengaman menyelamatkannya dari luka benturan. Liam
melihat ke samping kanannya, mengecek keadaan Victoria. “Victoria, kau tidak apa-apa?” tanya Liam
sambil mengguncang-guncang tubuh Victoria. Victoria tidak memberikan respons
apapun. Liam menyibakkan rambut
Victoria dan ia melihat gadis itu pingsan dengan darah mengalir di pelipisnya.
Paramedis
datang sekitar 15 menit setelah kecelakaan, mereka mengeluarkan Liam dan
Victoria yang masih tidak sadarkan dari dalam mobil. Kemudian ambulans membawa Liam
dan Victoria ke Royal Hospital London untuk mendapatkan penanganan lebih
intensif. Victoria yang masih dalam keadaan tidak sadarkan diri segera
dilarikan ke ruang gawat darurat. Dokter yang memeriksa Liam mengatakan bahwa
kondisi Liam cukup stabil dan ia tidak perlu diopname, namun pihak manajemen Liam
meminta agar Liam diopname semalam di rumah sakit demi memastikan kondisi
kesehatannya.
Hanya
dalam waktu beberapa jam saja, berita kecelakaan mobil yang dialami Victoria
dan Liam menjadi headline berita hiburan
di seluruh dunia. Account twitter
media hiburan seperti @EOnline dan @PerezHilton terus memberikan update berita tentang kecelakaan Liam di
setiap tweet mereka. Hashtag #GetWellSoonLiam dan #DirectionersPrayForLiam
menjadi trending topic worldwide di twitter.
Keesokan
paginya Harry, Zayn, Louis, dan Niall sudah berkumpul di samping tempat tidur Liam
di ruang perawatan VIP. “Selamat pagi Liam!” ujar mereka penuh semangat setelah
Liam membuka matanya. Liam tertawa, “Guys,
mengapa kalian tidak menginap di sini semalam? Kalian kan tahu, aku tidak bisa
tidur tanpa mendengar suara dengkuran Harry,” candanya. “Apa kalian sudah
mendengar kabar tentang keadaan Vika?” lanjut Liam.
“Victoria
baik-baik saja. Dokter sudah menangani luka di pelipisnya dengan beberapa
jahitan. Kemarin ia sempat tak sadarkan diri karena shock berat,” ujar seorang pria yang baru saja masuk ke dalam
ruangan. Pria tersebut adalah James Wilshere, General Manager Syco Records – manajemen dari One Direction.
“Hai
James! Terima kasih sudah datang menjenguk,” kata Liam dari tempat tidurnya,
“Lalu, di mana Vika sekarang? Aku ingin menemuinya untuk melihat keadaannya dan
minta maaf atas kejadian semalam,”
lanjutnya.
“Jangan
dulu Liam, Aku rasa kau belum bisa menemui Victoria sekarang, setidaknya selama
6 bulan ke depan," jawab James dengan nada serius.
“Ada apa James? Kau bilang Victoria
baik-baik saja, tapi kenapa aku baru bisa bertemu dengannya 6 bulan lagi?” Liam
bertanya dengan nada tinggi.
“Kendalikan
dirimu, Liam, kau sedang berbicara dengan seorang petinggi manajemen,” bisik
Zayn menenangkan Liam.
“Semalam
seseorang dari agensi Victoria meneleponku. Aku yakin pasti kalian semua kalau
hari ini seharusnya Victoria berada di Paris melakukan pemotretan untuk Teen Vogue. Karena kecelakaan ini,
Victoria tidak bisa menghadiri pemotretan dan agensi Victoria harus membayar
uang ganti rugi kepada Teen Vogue,” James
menghela napas panjang sebelum menyelesaikan kalimatnya, “Bagian terburuknya, agensi
Victoria menganggap Liam hanya akan membawa pengaruh buruk bagi Victoria dan
mereka memintaku untuk menanda tangani perjanjian bahwa setidaknya selama 6
bulan ke depan, Liam tidak akan bertemu atau melakukan komunikasi apapun dengan
Victoria. Awalnya aku berpikir ini permintaan yang tidak masuk akal, tapi aku
telah berbicara dengan Simon dan ia setuju untuk menanda tangani perjanjian
tersebut. Aku benar-benar minta maaf, Liam. Aku tahu kau bukan orang yang
seperti agensi Victoria pikir,” James mengakhiri kalimatnya dengan lirih.
“Aku
bisa mengerti, James,” balas Liam datar.
“Satu
hal lagi Liam, Simon memintamu untuk kembali ke Wolverhampton, beristirahat
selama sebulan. Saat ini beritamu adalah target utama para paparazzi. Simon khawatir mungkin kau masih belum siap menghadapi
kejaran paparazzi lagi setelah
kejadian semalam. Pihak manajemen sudah setuju untuk memundurkan jadwal tur Take Me Home ke bulan depan. Apabila keadaan
sudah tenang, kau bisa segera kembali muncul di hadapan publik,” ujar James.
Liam
merasa permintaan agensi Victoria agar Liam menjauhi gadis itu benar-benar
tidak adil karena tidak ada sedikit pun niat Liam untuk membuat Victoria
celaka. Namun, Simon sudah menyetujui permintaan tersebut dan Liam tidak berani
membantah keputusan Simon Cowell. Liam meyakinkan dirinya kalau ia tetap
positif pasti akan ada hikmah dari masalah yang sedang dihadapinya. Liam
tersenyum, berusaha keras membesarkan hatinya, “Well, aku rasa memang butuh liburan di rumah,” ujar Liam semangat.
***
Selama
tiga hari pertama di Wolverhampton, Liam menghabiskan waktunya berpikir keras
menemukan cara bagaimana ia bisa menghubungi Victoria. Ia mencoba menghubungi
Victoria lewat telepon atau SMS, tapi sepertinya Victoria telah mengganti nomor
teleponnya. Victoria juga telah memblokir Liam di facebook dan twitter-nya.
Liam benar-benar frustrasi, ia harus minta maaf kepada Victoria dan menjelaskan
bahwa ia tidak seperti apa yang dituduhkan oleh agensi Victoria.
“Ibu,
apakah keluarga Giggs masih tinggal di ujung jalan?” tanya Liam tiba-tiba.
“Ibu
rasa masih. Ada apa Liam?” ujar Karen Payne balik bertanya pada putranya yang
terlihat galau berat.
“Thanks, Mum! Aku akan pergi dulu
sebentar,” seru Liam sambil berlari ke luar rumah. Liam berlari sejauh 200
meter dari rumahnya ke rumah keluarga Giggs. Rumah Victoria masih terlihat sama
seperti terakhir Liam mengunjunginya sebelum audisi X Factor UK. Dalam pikiran Liam,
di sini Wolverhampton, bukan London, tidak ada James atau orang-orang dari
agensi model Victoria yang akan menghalangi Liam untuk menemuinya. Liam merasa
ia harus membayar hutang permintaan maaf dan penjelasan kepada gadis itu. Liam
mengetuk pintu rumah keluarga Giggs.
“Ada
yang bisa kubantu?” seorang gadis membuka pintu rumah keluarga Giggs, tapi ia
bukan Victoria.
“Hai,
aku Liam Payne,” sapa Liam ramah.
“Ya,
aku tahu. Kau anggota One Direction
itu kan?” balas gadis itu.
“Yep,
kau benar, sekali” Liam tertawa kaku. “Apa Vika ada di rumah?” lanjutnya.
“Sejak
Vika dikontrak oleh Wilhelmina Models,
ia hampir sudah tidak pernah di rumah lagi. Kemarin Vika menelepon dari London,
ia berangkat ke Milan hari ini,” jawab gadis itu lagi, “Ngomong-ngomong, aku
Dianna. Kau bisa memanggilku, Didi,” ujarnya. “Secara teknis, Victoria adalah
kakakku, well, kakak tiri. Ibuku
menikah dengan ayah Vika 3 bulan yang lalu,” kata Didi.
“Hai,
Didi. Senang berkenalan denganmu,” Liam menjulurkan tangannya, berjabat tangan
dengan Didi. Secara fisik, Didi tampak sangat berbeda dengan Vika. Didi
memiliki rambut pirang bergelombang dan mata hijau yang besar. Dari postur, Liam
bisa menebak dengan mudah kalau Didi adalah atlet di sekolahnya.
“Ada
lagi yang bisa kulakukan untukmu? Didi menawarkan bantuan.
“Kurasa
tidak, tapi terima kasih, Didi. Sampai bertemu lagi,” Liam berpamitan
meninggalkan rumah keluarga Giggs.
***
Selama
liburan ini, Liam punya kebiasaan baru. Ia jadi lebih rajin berolahraga,
terutama lari pagi. Pagi itu Liam sedang menjalankan ritual lari pagi di taman
dekat rumahnya, ketika tiba-tiba kepalanya tertimpuk bola.
“Ya
Tuhan, maaf sekali. Aku benar-benar tidak sengaja,” seru seorang gadis berlari
kencang menghampiri Liam.
“Didi?
Apakah itu kau? Sedang apa kau di sini?” tanya Liam kaget melihat Didi dengan jersey sepakbola bertuliskan ST CLAIRE’S HIGH SCHOOL dan sarung
tangan kiper.
“Sekolahku
akan mengadakan pertandingan amal dan banyak pencari bakat dari universitas
terkenal yang hadir. Aku harus banyak berlatih supaya bisa memberikan
penampilan maksimal,” jawabnya. “Terima kasih Liam. Aku tidak tahu itu kau.
Kalau aku tahu, pasti aku akan menendang bolanya lebih kencang lagi,” canda
Didi ketika Liam mengembalikan bolanya. Mereka berdua tertawa lepas.
“Liam,
apakah kau baru saja berlari sampai London? Kau tampak sangat lelah dan ini
sudah hampir pukul 12, tidak biasanya kau berolahraga selama ini,” tanya ibu Liam
ketika melihatnya masuk rumah.
“Tadi
aku bertemu dengan Didi di taman dan ia mengajakku bermain bola. She’s a cool girl,” kata Liam.
“Didi? Dianna Giggs? Ya, dia anak yang
baik. Dia baru pindah ke sini 3 bulan lalu. Gadis yang penuh semangat. Kau
tahu, dia juga penggemar klub sepakbola West
Bromwich Albion sepertimu,” ujar
Karen Payne sambil menyeruput tehnya.
Liam
baru saja hendak merebahkan diri ke ranjang saking lelahnya menjadi partner Didi berlatih tendangan penalti
dan telepon genggamnya berdering. “What
is up, Harry?” sapa Liam. “Hey, mate.
Any news from Vika?” tanya Harry penasaran.
“Nope. Kurasa Vika sudah mengganti
nomornya dan memblokirku di account
twitter dan facebook nya. Kemarin aku berbicara dengan adik Vika dan ia
bilang Vika sekarang berada di Milan,” jawab Liam kecewa.
“Kau
kenal dengan adik Vika? Itu bagus Liam!” kata Harry yang mendadak semangat.
“Dianna?
Ya aku baru berkenalan dengannya kemarin. Apa maksudmu kalau aku kenal dengan
Didi adalah hal yang bagus?” Liam balik bertanya.
“Kau
bisa minta bantuan Dianna untuk menjadi perantaramu menghubungi Vika. Vika bisa
saja menolak untuk melakukan kontak apapun denganmu, tapi ia tidak mungkin
menolak adiknya kan?” Harry menjelaskan.
“Ah,
bodoh sekali! Kenapa aku tidak memikirikan ini sebelumnya? Super sekali, Harry!
Aku mengerti sekarang. Aku harus pergi, aku harus berbicara dengan Didi. Bye Harry,” Liam memutus pembicaran
dengan terburu-buru.
***
“Hi
Didi, it’s Liam,” Liam membuka pembicaraan dengan Didi di telepon. “Hi Liam!
What’s up?” jawab Didi di seberang telepon. “Aku ingin menraktirmu makan,
apakah kau ada acara malam ini?” tanya Liam dengan nada suara yang cool. “Sure, Liam. Aku selalu punya waktu untuk makan malam gratis,” jawab
Didi polos.
Liam
tertawa mendengar ucapan Didi, gadis itu selalu berhasil membuat Liam tertawa
dengan ucapan-ucapan yang polos dan apa adanya, sesuatu yang Liam sudah lama
tidak dengar setelah ia menjadi terkenal seperti sekarang. Semua orang jadi
bersikap sangat hati-hati ketika mereka berinteraksi dengan Liam. “OK Didi, aku
akan menjemputmu di rumah jam tujuh malam. See ‘ya!” Liam mengakhiri
pembicaraan.
“This
is not a date, right?” tanya Didi spontan kepada Liam sebelum masuk ke dalam
McDonald’s, tempat Liam menraktirnya malam itu. “Nope. Why?” jawab Liam yang
kaget mendengar pertanyaan Didi. “If I go
on a dinner date with a world class celebrity, like the member of One Direction,
he must take me to a fancy restaurant,” Didi tertawa lebar mengucapkan ini,
tampak giginya yang menggunakan behel berwarna putih. “No Didi, it’s not a date,” ujar Liam.
“Sebenarnya apa motifmu, Liam?” tanya
Didi tiba-tiba di tengah makan malam. “Motif? Apa maksudmu?” Liam batuk-batuk
tersedak Coca Cola yang sedang diminumnya. “Aku seorang kiper, Liam. Aku dilatih untuk membaca
pergerakan orang lain. Semua yang kau lakukan ini tampak sangat mencurigakan
untukku,” Didi menjelaskan.
Ada
jeda yang cukup lama setelah Didi mengucapkan kalimat terakhirnya. Liam
menaikkan alisnya dengan canggung, menarik napas panjang, dan mulai berbicara.
“OK, Didi. You got me. Sebenarnya aku
ingin minta bantuanmu soal Vika. Sejak kecelakaan, aku tidak bisa
menghubunginya sama sekali. Itulah kenapa aku datang ke rumahmu dan mencari Vika
karena aku perlu berbicara dengannya, meminta maaf dan menjelaskan kalau aku
tidak seperti apa yang agensinya tuduhkan kepadaku. Aku akan menulis
penjelasanku di surat dan aku ingin kau memberikan surat itu kepada Vika. Kau
mau menolongku?” kata Liam dengan nada memohon.
“Kau
menyukai Vika?” tanya Didi.
“Sangat,”
jawab Liam pendek.
“Baiklah
aku akan menolongmu, tapi dengan satu syarat. There’s this guy in my school, named Aiden. I have a huge crush on him,
tapi sepertinya Aiden menyukai orang lain, namanya Trisha. Gadis itu penyanyi
solo terbaik di sekolah. Minggu depan ada talent
competition di sekolah dan aku ingin kau bernyanyi denganku di kompetisi
itu,” ujar Didi malu-malu.
“Jadi ini adalah misi ‘Aiden, I’m better than that girl’?” Liam
balik meledek Didi yang wajahnya memerah. Didi mengangguk dengan cepat, “Are
you in or not, Liam Payne?” tanya Didi kesal. “You got a deal,” Didi dan Liam berjabat tangan menyetujui
perjanjian mereka.
“Apakah
kedua orang tua kalian membenci aku karena telah mencelakakan Vika?” tanya Liam.
“Apakah aku terlihat seperti orang yang membencimu?” balas Didi cepat. Liam
menggelengkan kepalanya. “Begitu juga dengan orang tuaku,” lanjut Didi.
***
Liam
dan Didi sepakat untuk berlatih setiap hari setelah jam pulang sekolah di rumah
Didi. “Hei Didi, aku tidak pernah melihat orang tuamu, ke mana mereka?” tanya Liam.
“Orang tuaku sedang ke Berlin menghadiri konferensi dokter gigi tingkat dunia,
tapi mereka janji akan pulang tepat waktu untuk menyaksikan penampilanku di talent competition minggu depan,” jawab
Didi. “Kau sudah pilh lagu yang akan kita nyanyikan?” Liam bertanya lagi. “Yep,
lagu ini,” ujar Didi sambil memperlihatkan sebuah video youtube di laptop nya. Liam melihat video itu dan tampak 2 bintang youtube Megan Nicole dan Jason Chen
sedang berduet menyanyikan lagu One Thing.
“Wow! Aku tidak tahu kalau One Thing
bisa cocok juga dijadikan lagu duet. Aku baru melihat video ini pertama kali,
tapi kurasa mereka melakukan pekerjaan yang baik mengcover lagu kami,” komentar Liam senang. “Sekarang, aku ingin
mendengar kau bernyanyi,” pinta Liam kepada Didi. “Kau serius? Aku adalah penyanyi
solo terburuk di dunia,” seru Didi. “Baiklah sekarang tunjukkan kepadaku
seberapa buruk kau bernyanyi,” Liam memaksa.
Didi
meminjam gitar yang dibawa Liam dan mulai menyanyikan lagu Taylor Swift – You Belong With Me. Suara Didi sebenarnya tidak seburuk
apa yang ia gambarkan. Ia memiliki suara yang pure dan penjiwaannya juga baik, mungkin karena lagu itu juga cocok
dengan situasi Didi sekarang. Didi tampak seperti Taylor Swift, tapi dengan
aksen British. Liam tersenyum
memperhatikan penampilan Didi, lalu ia bertepuk tangan begitu Didi selesai
bernyanyi. “Well done, Dianna Swift,”
puji Liam tulus.
“Oh
iya Didi, aku sudah selesai menulis surat untuk Vika,” ujar Liam seraya
mengeluarkan sepucuk surat dari kantong jeans
nya. “Boleh aku buka suratnya?” tanya Didi. “I
don’t mind,” jawab Liam santai.
Talent competition semakin dekat, Didi dan Liam pun
semakin akrab. Ibu Liam benar, Didi adalah gadis yang baik dan penuh semangat. Celetukan
polos Didi selalu berhasil membuat Liam tertawa. Liam senang menghabiskan
waktunya bersama Didi. Sebulan lalu, Liam yakin 100% kalau perasaannya hanya
untuk Victoria, namun sekarang kehadiran Didi membuat Liam meragukan
perasaannya sendiri. Liam berusaha kembali fokus pada tujuan utamanya
berkenalan dengan Didi, yaitu untuk memperbaiki hubungannya dengan Victoria.
Lagipula, Didi dan Liam tidak akan terjadi, Didi juga sudah menyukai orang
lain.
***
“Hei
Didi, kau yakin kalau peraturan kompetisi memperbolehkan kau berduet dengan
penyanyi profesional?” Liam menghampiri Didi yang sedang bersiap-siap di backstage. “Ayolah Liam, ini kan cuma talent competition sekolah. Satu-satunya
peraturan yang harus kau taati adalah jangan mempermalukan dirimu di hadapan
seluruh sekolah,” jawab Didi santai sambil merapikan rambutnya. Untuk
penampilan mereka, Liam memilih mengenakan polo
shirt berwarna ungu sesuai warna favoritnya, dengan sepatu Converse dan Didi mengenakan floral dress berwarna pink dengan sepatu
flats. “Vika sudah membalas suratmu,”
Didi memberikan sebuah amplop kepada Liam. “Berjanjilah padaku, kau baru akan
membaca surat itu setelah kita tampil,” tegasnya. Liam mengangguk cepat dan
segera menyimpan surat itu di saku jeans
nya.
Panitia
acara sudah memberikan kode kepada Liam dan Didi bahwa giliran mereka sebentar
lagi. Didi dan Liam berdoa sebelum mereka mulai berjalan menuju panggung. “Kau
terlihat cantik Didi,” kata Liam malu-malu sampai ia tidak berani menatap Didi.
“Benarkah? Thanks, Liam. Ini
sebenarnya baju Victoria,” jawab Didi tersenyum manis. “Let’s break a leg!” lanjut Didi dengan penuh semangat sambil
menarik tangan Liam ke atas panggung. Liam tidak bisa melawan perasaannya untuk
Didi, jantungnya berdebar kencang.
Murid-murid
St. Claire’s High School yang
perempuan berteriak histeris, ketika melihat Liam naik ke atas panggung. Liam
adalah idola seluruh penduduk kota Wolverhampton. “Selamat malam semuanya, aku
Dianna Giggs. Tentu saja kalian semua sudah kenal dengan partner duetku, Liam Payne,” kata Didi mengawali penampilannya. Didi menyanyikan lagu “One Thing” secara akustik dengan
iringan gitar Liam. Didi menyanyikan sebagian besar bagian dari lagu itu dan Liam
membantu di bagian harmonisasi. Berkat latihan bersama Liam, bakat menyanyi
Didi semakin terasah. Chemistry Liam
dan Didi terlihat natural di
panggung, mereka berdua terlihat sangat menikmati kebersamaan satu sama lain.
Tepuk tangan meriah mengakhiri penampilan Didi dan Liam. Didi kaget melihat
respons yang sangat positif dari para penonton. “Terima kasih banyak, Liam,”
bisik Didi.
Begitu
kembali ke backstage, ternyata sudah ada tamu istimewa menanti Liam dan Didi. “Niall,
Louis! What a surprise!” wajah Liam
langsung berseri-seri melihat kedatangan dua sahabatnya. Liam segera
memperkenalkan Didi pada Louis dan Niall. “Kami juga punya kejutan lain
untukmu,” ujar Niall. Louis dan Niall saling bergerak ke samping dan ternyata
di belakang mereka ada Victoria. Liam langsung tersenyum lebar melihat Victoria,
sedangkan Didi terlihat cemas. Didi berusaha menutupi kecemasannya dengan
tersenyum canggung dan memeluk Victoria. “Vika, mengapa ayah dan ibu tidak
bersamamu? Aku tidak melihat
mereka dari tadi,” tanya Didi. “Didi, mereka masih di Berlin. Kebetulan aku
mendapat jatah libur tiga hari, jadi aku segera pulang ke Wolverhampton karena
ingin melihat penampilan adikku. Benar kan kataku, kau sangat berbakat, Didi,”
ujar Vika. “Victoria, bisakah aku berbicara sebentar denganmu?” pinta Liam
dengan nada serius. Vika dan Liam segera berjalan meninggalkan Niall, Louis,
dan Didi di backstage.
“Penampilan
yang hebat, Dianna. Kau sangat cocok dengan Liam,” puji Louis. Didi tersenyum
sopan “Terima kasih,” balasnya pendek. Mata Didi tidak berhenti memandangi Liam
dan Vika yang sedang berjalan berdua keluar ruangan. “Didi, kau luar biasa!”
seorang murid laki-laki datang menghampiri Didi juga. “Thank you so much, Aiden,” balas Didi datar. “Hei Didi, apakah kau
tertarik menonton pertandingan Wolverhampton
akhir pekan ini? Mereka akan melawan Hull
City. Kau mau kan Didi? ujar Aiden setengah memaksa. “Baiklah Aiden, tapi
hanya kalau kau yang traktir tiketnya,” balas Didi sambil bercanda. “Tidak
masalah, Didi. Sampai bertemu besok di kelas,” katanya. Setelah Aiden pergi,
Didi kembali terlihat murung. “Didi, Liam pernah cerita kepada kami sebelumnya
tentang alasan kau ikut talent
competition ini. Apakah tadi itu orangnya? Dia baru saja mengajakmu jalan,
tapi kenapa kau malah terlihat tidak bersemangat seperti ini?” tanya Niall penasaran.
“Well, anggap saja aku berubah
pikiran tentang Aiden dan tujuanku mengikuti kompetisi ini,” balas Didi murung.
Niall dan Louis saling bertukar pandang, sepertinya mereka tahu apa dan siapa
yang menyebabkan Didi seperti ini.
“Didi,
bisakah kita bicara di luar?” kata Liam dengan nada serius dan wajah yang amat
tegang. Didi terlihat makin cemas, wajahnya langsung pucat. Firasatnya
mengatakan sesuatu yang buruk akan terjadi. Didi menatap Niall dan Louis
dalam-dalam, seolah memberi kode agar mereka menolong gadis itu.
“Aku
mau kau mengaku sekarang,” Liam membuka pembicaraan seriusnya dengan Didi.
“Apa
maksudmu, Liam?” tanya Didi sambil tertawa menutupi rasa takutnya.
“Jangan
tertawa, Didi! Ini tidak lucu. Kau telah membohongiku,” Liam terdengar sangat
marah.
“Aku
tidak mengerti, aku tidak pernah membohongimu,” balas Didi.
“Aku
baru berbicara dengan Vika dan dia bilang ia sama sekali tidak tahu kalau ada
surat dariku,” kata Liam.
“Apakah
kau sudah membaca surat yang kuberikan padamu?” tanya Didi.
“Untuk
apa aku membacanya? Apapun isinya, aku tidak peduli lagi karena itu hanya
karanganmu. Aku benar-benar kecewa Didi, kau tega membohongi dan memanfaatkanku,”
Liam setengah berteriak di akhir kalimatnya.
“Kau
benar Liam, aku memang memanfaatkanmu. Tapi kau harus ingat Liam, kau duluan
yang memanfaatkanku untuk menghubungi Vika. Aku hanya bersikap adil, aku
membantumu dan kau membantuku. Apa itu salah menurutmu? Sekarang aku minta kau
baca surat itu,” Didi balas berteriak.
Nial
mulai membuka surat yang diberikan Didi dan ia terkejut sekali,“Apa maksudmu,
Didi? Tidak ada tulisan di kertas ini. Kau mau aku membaca apa?” tanya Liam
kesal.
“Kertas
itu kosong karena Vika memang tidak pernah membalas suratmu. Dan sekarang kau
masih menuduhku mengarangnya? Aku memang tidak pernah menyebutkan kalau kau
mengirim surat untuk Vika. Aku sudah mencoba mengungkit dirimu dalam
pembicaraan kami, tapi Vika bilang kalau ia sudah tidak ingin membicarakanmu
lagi di dalam hidupnya. Vika sudah punya pacar sekarang dan ia hanya
menganggapmu bagian dari masa lalunya. Sebelum kau menuduhku, berteriak-teriak
seperti orang gila di halaman sekolahku, seharusnya kau membaca surat itu. Aku
sudah bilang kan kalau kau bisa membacanya setelah penampilan kita,” jawab Didi.
Air mata mulai mengalir dari sudut mata Didi, tapi ia tetap berusaha tenang
agar suaranya tidak tercekat.
“Lalu
mengapa kau tidak jujur padaku dari awal?” tanya Liam lagi.
“Aku
takut kalau aku tidak berhasil mendapatkan balasan surat dari Vika, kau akan
membatalkan perjanjian kita. Sebenarnya aku senang menghabiskan waktu
bersamamu, Liam. Namun sekarang itu sudah tidak ada artinya lagi, perjanjian
kita sudah selesai. Aku sudah memberikan balasan surat Vika kepadamu dan kau
juga sudah bernyanyi bersamaku. Kau bisa meninggalkanku sekarang. Good bye Liam. Thanks for everything,”
Didi mulai berjalan meninggalkan Liam. Kali ini ia tidak bisa menguasai dirinya
lagi, Didi menangis terisak. Liam diam saja, ia tidak melakukan apapun, apalagi
mengejar gadis itu.
“Liam,
kenapa kau tidak mengejarnya? Kau membiarkan seorang gadis berjalan malam-malam
sambil menangis? Apakah hatimu terbuat dari batu?” Niall mengguncang-guncangkan
tubuh Liam, ia benar-benar marah melhat Liam yang tidak peka pada perasaan
Didi. “Untuk apa lagi? Didi telah membohongiku dan ia sendiri yang telah
mengusirku dari hidupnya,” balas Liam sengit. Niall hampir saja menonjok Liam
sebelum Louis mencegahnya. “Didi, tidak berbohong, Liam. Aku sudah berbicara
dengan Victoria dan apa yang dikatakan Didi itu semua benar. Victoria memang
sudah punya pacar sekarang dan ia hanya mengganggap kau sebagai masa lalunya.
Bahkan Victoria sendiri yang bilang kalau kau lebih cocok dengan Didi daripada
dengannya,” ujar Louis. “Apabila takdir memberikanmu seorang gadis seperti
Didi, aku hanya berharap kau tidak mengacaukan kesempatanmu, Liam,” Niall
menasehati sahabatnya.
***
“Didi!
Kau harus dengar ini, One Direction
akan menjadi pengisi acara di pertandingan amal sekolah kita,” Katie berlari
dengan semangat menghampiri Didi di ruang ganti pemain.
“Benarkah?
Aku kira sekolah kita tidak mampu membayar honor One Direction. Mereka kan artis terkenal,” balas Didi sinis sambil
mengikat tali sepatu sepakbolanya.
“Oh,
Didi! Apakah ini masih karena Liam? Kejadian itu sudah sebulan yang lalu, kau
harus memaafkan Liam dan melanjutkan hidupmu,” Katie menasehati Didi. “Lagipula
Coach Hudson bilang mereka mau tampil
di acara sekolah kita secara gratis,”lanjutnya.
Selama
pertandingan Didi tidak bisa berkonsentrasi karena ia terus-menerus memikirkan
kalau nanti ia akan bertemu lagi dengan Liam. Kata-kata Liam ketika terakhir
kali mereka bertemu sangat menyakiti perasaan Didi. Didi bukan orang yang
gampang menangis, tapi Liam telah membuat Didi patah hati. Orang-orang bilang
patah hati yang pertama adalah yang terberat dan itulah yang dialami Didi sekarang.
Bertemu lagi dengan Liam tidak akan membantu Didi melupakan rasa sakit hatinya.
“Fokus
Didi, tim membutuhkanmu untuk menjaga gawang. Hari ini banyak pencari bakat
yang datang ke pertandingan. Kau tentu tidak mau mengacaukan kesempatanmu
mendapat beasiswa sepakbola di Universitas Cambridge kan?” Coach Hudson menegur Didi dari pinggir lapangan. Penampilan Didi
sangat buruk hari ini, mungkin terburuk selama karirnya sebagai kiper tim
sekolah. Beberapa kali gawang Didi hampir kebobolan, kalau Katie, rekan satu
tim Didi yang bermain sebagai bek, tidak membantu Didi untuk menghalau serangan
tim lawan.
Begitu
pula ketika penampilan One Direction
di jeda paruh waktu, Didi hanya duduk di kursi pemain dengan wajah muram.
Seluruh pemain dan para penonton lain berteriak histeris, melompat-lompat
mengikuti irama lagu “One Way or Another”
yang menghentak penuh semangat. Didi tidak berhenti menatap Liam dari kejauhan.
Ia belum bisa melupakan Liam, tapi rasa sakit hati Didi membuatnya bingung
harus membenci atau tetap menaruh perasaan pada Liam. Didi tidak tahu kalau
sebenarnya Liam juga diam-diam memperhatikan Didi dari atas panggung. Liam merasa
bersalah karena telah membuat Didi yang ceria, penuh semangat menjadi seorang
yang pemurung.
Pertandingan
amal St. Claire High School melawan Wolverhampton State School berakhir 2-0
untuk kemenangan St. Claire. Didi yang berhasil menguasai dirinya lagi,
melakukan banyak penyelamatan gemilang di babak kedua.
Didi
baru saja hendak berjalan meninggalkan lapangan sepakbola seusai pertandingan, ketika
ia mendengar di belakangnya sebuah suara yang tidak asing menyanyikan salah
satu lagu kesukaannya.
Girl I see it in your eyes you’re disappointed
‘Cause I’m the foolish one that you anointed with your heart
I tore it apart
And girl what a mess I made upon your innocence
And no woman in the world deserves this
But here I am asking you for one more chance
‘Cause I’m the foolish one that you anointed with your heart
I tore it apart
And girl what a mess I made upon your innocence
And no woman in the world deserves this
But here I am asking you for one more chance
Didi dengan cepat mengenali kalau itu
adalah suara Liam yang menyanyikan lagu “Gotta Be You” yang memang lagu
kesukaan Didi di album pertama One Direction. Meskipun Didi sangat
penasaran, tapi ia tidak berani menengok ke belakang karena ia takut akan
menangis apabila melihat Liam. Didi tetap terus berjalan.
Can we fall one more time?
Stop the tape and rewind
Oh and if you walk away I know I’ll fade
‘Cause there is nobody else
It’s gotta be you
Only you
It’s got to be you
Only you
Liam terdengar sangat tulus menyanyikan lagu ini, ia benar-benar
menyesal atas perbuatan buruknya dan berharap Didi mau memberikan kesempatan kedua
untuk memperbaiki keadaan. Bgitu Liam selesai menyanyikan chorus pertama, Didi berbalik dan berjalan mendekati kelima anggota
One Direction. Liam terlihat sangat
lega ketika Didi akhirnya berbalik arah.
“Kau mau apa, Liam?” tanya Didi dingin.
“Kurasa kau melupakan pialamu, Dianna Swift,” Liam berusaha
mencairkan ketegangan Didi dengan sedikit bercanda sambil memberikan piala
juara talent competition tempo hari.
Mereka berdua berhasil menjadi juara pertama, tapi Didi tidak
ada waktu penyerahan piala karena ia sudah keburu pulang setelah bertengkar
hebat dengan Liam.
Didi mengambil
piala itu dari tangan Liam, “Kau menyebalkan sekali, Liam Payne,” ujar Didi
kesal sambil kembali berjalan meninggalkan Liam. Liam terlihat bingung, tidak
mengerti apa yang terjadi. Zayn yang gregetan melihat ketidak pekaan sahabatnya
segera mendorong Liam untuk berlari mengerjar Didi. Liam berlari kencang dan
berhenti untuk menghalangi jalan Didi.
“Didi, aku sudah pernah membuat kesalahan besar satu kali karena
tidak mengejarmu ketika kau pergi malam itu dan kali ini aku tidak akan
mengulanginya. Aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi. Aku benar-benar minta
maaf Didi, aku sudah bersikap bodoh, egois, dan sama sekali tidak peka. Aku
ingin kau memberikanku kesempatan lagi untuk memperbaiki semuanya, mengenalmu
lebih baik, menghabiskan waktu lebih banyak denganmu. Sama sepertimu, aku juga
senang bisa menghabiskan waktu bersamamu,” Liam mengatakan ini dengan mimik
muka serius, wajahnya menjadi merah padam, tapi ia sudah tidak mempedulikan itu
lagi, ia hanya ingin Didi mengerti maksud kalimatnya.
Didi tetap terdiam, memandangi Liam dengan tidak berkedip. Zayn,
Harry, Niall, dan Louis sangat cemas menunggu jawaban apa yang akan diberikan
Didi.
Didi mulai tersenyum, kemudian ia tertawa lebar, “Pidato yang
bagus Liam,” ledek Didi. Liam menarik napas lega melihat reaksi Didi. Keceriaan
sudah kembali menghiasi raut wajah Didi. “Jadi, kau sudah memaafkanku?” tanya Liam.
Didi mengangkat alisnya, terlihat ragu-ragu sebentar, kemudian ia mengangguk
dengan mantap.
“This
time, no more McDonald’s, Didi. Only fancy restaurants, as you wish,” ujar Liam.
“You mean, you’re going to
take me on a real date?” tanya Didi ragu-ragu.
“Ada yang salah?” balas Liam takut membuat Didi marah.
“Aku berubah pikiran, aku tidak mau makan di restoran mewah.
Makanannya terlalu sedikit dan table
manner terlalu membingungkan. Aku tidak suka,” kata Didi polos.
Zayn, Harry, Niall, dan Louis berteriak heboh di belakang,
mereka ikut bahagia melihat Liam dan Didi. “Liam, jangan lupa traktir kami juga
ya? Kami kan ikut membantumu merencanakan semua ini,” ledek Zayn. Harry, Louis,
dan Niall ikut memasang muka memelas berharap ditraktir Liam.
Liam tertawa lebar melihat keisengan keempat sahabatnya, kemudian
ia mengalihkan pandangannya pada Didi. Ia menyadari bagaimana perasaannya
terhadap gadis itu. Liam memeluk Didi erat dan di benak Liam mulai muncul kilas
balik bagaimana kecelakaan yang dialami Liam dan Victoria bisa membawanya
bertemu dengan Dianna. Liam tersenyum mengingat semuanya lagi. Apa yang Liam
yakini dari awal ternyata benar. Apabila ia tetap bersikap positif dalam
menghadapi sesuatu, pasti akan selalu ada berkah tersembunyi dari setiap
kesulitan. Untuk Liam saat ini, Dianna adalah hadiah terbaik yang pernah Tuhan
berikan untuk dirinya.
No comments:
Post a Comment