Saturday, July 27, 2013

Love Is Ours

Finalis #1DFanficContest13

oleh Poppy Amelia Sevina , 19

LOLS


*Louis’ Pov*

“Tommy….”

Akhirnya aku menemukan anak lelakiku, setelah hampir saja mengelilingi seisi rumah untuk mengetahui keberadaan dirinya. Ternyata, ia tengah duduk di bawah jendela yang berselimutkan gorden hijau.

Mrs Hatrew, pengasuh Tommy, melapor padaku jika sejak siang tadi, Tommy enggan untuk menyentuh makan. Aku panik, bahkan nyaris tidak percaya jika anak sekecil dia sudah pandai untuk mogok makan seperti ini.

“ Tommy, Ayo habiskan supmu” aku menatap mata bocah lelaki yang genap berusia 4 tahun itu, bola matanya berwarna biru shafir, benar-benar persis seperti mata ibunya.

“Aku tidak mau Dad, aku tidak mau jika bukan Mom yang menyuapiku..” Tommy menggelengkan kepalanya dan melipat tangannya di Dada.

“Aku ingin bertemu dengan Mom…” lanjutnya lagi, kali ini di pelupuk matanya tergenang air.

“Tommy, Mom sedang sakit, supaya Mom lekas sembuh makanya Dad membiarkannya menginap di rumah sakit. Di sana Mom akan di rawat dengan baik oleh dokter dan suster” aku mengambil tangan mungil milik Tommy, lalu menggendongnya.

“Apakah Mom masih lama berada di rumah sakit? Aku sudah sangat rindu padanya”

“Tidak, Mom sebentar lagi akan sembuh. Sekarang Tommy Dad suapkan sup jagung ini ya. Mom pasti tidak suka kalau Tommy tidak mau makan seperti ini, sebab nanti kau akan sakit dan Mom pasti akan sedih..”
Tommy terdiam menunduk, seakan memikirkan ucapanku barusan.
Untuk ukuran balita, ia adalah anak lelaki yang cerdas.

“Kalau kau mau menghabiskan Sup ini, Dad janji akan mengajakmu menjenguk Mom setelah itu”

Raut wajahnya yang muram menDadak berubah berseri-seri, ia mengangkat wajahnya dan menatap mataku.
“Ah, sungguh Dad? Promise?”.

Ya Tuhan, dia sangat mencintai ibunya.
Lagi pula, anak mana yang tidak mencintai ibunya Louis? Kau bodoh.

“ Tentu saja,pinky promise” Aku mengaitkan kelingkingku pada kelingkingnya yang mungil.

“Hm baiklah Dad, aku mau menghabiskan soup ini! Aku ingin Mom cepat sembuh, supaya aku bisa menemani Mom ke taman dengan kursi rodanya  lagi hehe”

“Nah anak pintar, that’s my boy!” aku mengusap-usap puncak kepala Tommy dan memeluknya erat.

Lagi-lagi mata biru shafir itu membuatku terenyuh, Tommy Scott Tomlinson, anak lelakiku satu-satunya yang aku miliki. Satu-satunya juga yang dapat membuat aku tersenyum saat ini.
Isabella Smith, istriku yang juga menjadi ibu dari Tommy.
Aku sudah mengenalnya bahkan sejak sebelum aku tergabung dalam boyband yang hampir 6 tahun ini bersamaku, everyone knows it as “One Direction”.


Bella.  Benar, kesedihanku di selimuti olehnya. Sekarang ini, ia sedang dirawat di rumah sakit.
Bella mengalami gagal ginjal sudah sejak dulu saat aku pertama kali mengenalnya. 
Salah satu ginjalnya sudah tidak berfungsi lagi karena mengalami kerusakan. Hal ini pula menyebabkannya harus bolak-balik ke rumah sakit untuk melakukan cuci darah. Cuci darah sendiri sudah menjadi ketergantungan bagi Bella.

*

Seusai aku menyuapkan Tommy makan, seperti yang tadi kujanjikan padanya, aku akan pergi menjenguk Bella bersamanya.
Tommy pasti merindukan Bella, sudah hampir 3 hari mereka tidak bertemu. Bukannya aku tidak mau mengajaknya menjenguk Bella, namun Bella sendiri yang menyuruhku untuk tidak sering-sering membawa Tommy ke rumah sakit, “Ia masih terlalu kecil untuk bersahabat dengan tempat seperti ini” ujar Bella ketika aku bertanya apa alasannya melarangku membawa Tommy.

Aku menyalakan rangerover hitamku dan berangkat menuju ke salah satu rumah sakit yang berada di Manchester.

Setibanya di rumah sakit, aku segera menuju ke kamar di mana Bella di rawat.

Tok..tok..tok..

Aku mengetuk pintu kamar

“Ya, masuk”
 Suara yang lemah menyambut kedatangan kami.

“Mommmyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyy I miss you so much!”
Tommy langsung menghampiri Bella, ia berlari ke dalam pelukannya..

“Bella, bagaimana keadaanmu?” tanyaku sembari mengecup dahi Bella, wajah cantiknya terlihat semakin pucat.

“Beginilah, badanku masih sering sakit. Oh iya..tadi ibu dan Lottie menjengukku…” tuturnya dengan suara parau.

“I knew, tadi Johanna mengatakannya padaku, maaf aku baru bisa datang hari ini. Aku ada sedikit urusan di kantor kemarin”

Aku memiliki perusahaan kecil, dan berhubung aku sedang vakum di One Direction, aku bermaksud untuk memegang kembali perusahaan itu setelah selama ini dikendalikan oleh asistenku.

“Tidak apa, aku mengerti keadaanmu” Lekukan bibirnya yang membentuk senyuman kembali tersungging. Di antara ketidak berdayaannya, Bella selalu saja bertindak seolah ia perempuan yang sangat tegar, ya..ia memang tegar.

“Mom, kapan Mom pulang? Rumah tanpa Mom menjadi sangat sepi.. aku sangat mengkhawatirkan Mom”  tukas Tommy yang masih nyaman berada di pelukan Bella, bahkan ia memeluknya dengan sangat erat.

Ya Tuhan, Tommy benar-benar mencintai Bella.

Bagaimana aku harus menjelaskannya pada Tommy jika sampai detik ini tidak ada yang menjamin keselamatan Bella, bahkan aku belum menemukan donor ginjal yang tepat untuknya?
Sedangkan kondisinya sendiri semakin memburuk karena keselamatannya bergantung pada cuci darah. Tommy masih terlalu kecil untuk mengetahui hal ini..


“Mom akan segera pulang sayang, Tommy jangan mengkhawatirkan Mom ya.. Mom juga sangat merindukanmu..setiap malam Mom selalu melihat ini, agar rindu Mom sedikit terobati padamu dan Dad”
Bella mengambil sebuah frame kecil dari balik bantalnya dan memperlihatkannya pada Tommy, di sana terdapat foto kami bertiga  ketika mengunjungi Disneyland di hongkong tahun lalu.

“So sweet! Lihat Dad, Mom begitu mencintai kita hehehe”

“Iya, Dad tahu..Mom akan selalu merindukan kita my little Tommo ….” Aku mengangguk dan tersenyum.

Aku patut bersyukur karena sekarang ini, One Direction sedang vakum selama 3 tahun.
Sebab aku, Liam, Harry, Niall, dan Zayn masing-masing memiliki urusan pribadi yang harus diselesaikan dan itu memakan waktu lama, oleh karena itu kami, serta semua anggota dari management One Direction menyetujui hal tersebut.

Hari ini aku memutuskan untuk bertemu dengan the boys di apartement milik Niall di Mullingar.
Yap! Sudah hampir 4 bulan kami tidak bertemu secara langsung satu sama lain. Terakhir kali kami bertemu adalah ketika Harry dan Amelioratte melangsungkan pernikahan mereka pada bulan Maret lalu. Selebihnya, kami hanya berkomunikasi melalui email dan skype.

“Hi Boys! Bagaimana kabar kalian? Haha long time no see!” pekikku begitu melihat sosok-sosok jahil mereka.

“Hey Louuuuu akhirnya kau datang juga! Ah ternyata pantatmu semakin seksi saja hahahaha”

“Harry hentikan itu haha, kau tidak sadar kalau rambutmu semakin mengembang seperti sarang burung?” sambung Zayn sembari menyeruput Coffee miliknya.

“By the way, Niall mana?” aku mencari-cari sosok Niall, masa tuan rumahnya tidak kelihatan dari tadi.

“I’m coming…” Ujar Niall yang tiba-tiba datang dan membawa beberapa kotak Pizza. Mulutnya sudah penuh dengan makanan. Kurasa kebiasaannya yang satu ini agak sulit untuk dihilangkan.

“Hey jangan melihat saja…bantu aku, ini terlalu banyak”

 “Oh Niallerr, still your typical HAHAHAHA” Liam menggeleng-gelengkan kepalanya lalu berjalan menghampiri Niall, membantunya membawakan beberapa botol minuman bersoda dan gelas kosong.

Kami duduk membentuk lingkaran, seperti yang biasa kami lakukan dulu ketika kami masih berusia remaja.
Sejujurnya aku sangat rindu dengan masa-masa seperti ini, masa di mana kami masih sendiri dan bebas melakukan apa saja. Masa di mana kami sangat digilai oleh fans kami yang tentunya masih setia hingga sekarang. Masa di mana kami tidak memiliki tanggung jawab besar sebagai seorang kepala rumah tangga.

Rasa-rasanya, semua berubah begitu cepat, 4 dari kami telah menikah, sedangkan Niall sendiri sudah bertunangan dengan Saoirse Ronan, artis yang juga berasal dari tempat asalnya, Irlandia.
Aku adalah member One Direction yang menikah pertama kali, lalu di susul oleh Zayn yang menjalani pernikahan dengan seorang gadis cantik keturunan Pakistan yang bernama Sabrina, kemudian Liam yang menikahi Danielle Peazer, pacarnya sejak kami berada di X-Factor,  dan yang terakhir adalah Harry yang menikahi seorang penulis berbakat yang Bernama Amelioratte Hally.


“Lou, bagaimana kabar Tommy dan Bella?, aku merindukan Tommy” Ujar Harry yang membuka kembali percakapan sore itu.
Raut wajahku yang tadinya berseri-seri perlahan menjadi redup.

“Tommy? hmmm sangat baik, tetapi tidak dengan Bella…”

“Apa maksudmu Lou?”

“Kalian tahu kan, Bella mempunyai penyakit gagal ginjal”

Mereka mengangguk.

“ Ya, ginjalnya memiliki kelainan, aku sudah berusaha mencari donor ginjal kemana-mana tapi aku gagal karena memang tidak ada ginjal yang cocok dengan Bella, dia tidak bisa melakukan transplantasi ginjal. Sekarang ini yang membuatnya bertahan hidup adalah cuci darah, Penyakit ginjal juga menyebar kebagian tubuhnya yang lain..komplikasi, begitu dokter menyebutnya”

“dan…dokter memvonis jika umur Bella tidak akan lama lagi” desahku pelan, hampir terdengar seperti berbisik.

“ARE YOU SERIOUS LOU?” Zayn begitu shock hingga ia mengencangkan volume suaranya.

“Oh my god, we’re so sad to hear that Lou”

“Be patient Lou” Liam merangkulku.

“Thanks mate”


“Hm Lou, bolehkah aku bertanya padamu?” Tanya Niall dengan hati-hati. Sebenarnya aku sudah menduga apa yang akan ia tanyakan padaku.

“Tentu Nialler, silahkan”

“Bukankah kau tidak pernah mencintai Bella? Dan bukankah kalian menikah satu sama lain hanya karena keterpaksaan?”

Semuanya diam begitu  mendengar Niall melontarkan pertanyaannya.  Dugaanku terbukti tepat. Niall akan menanyakan hal itu..

“Hm..kau benar Nialler”

“Awalnya memang seperti yang kalian tahu, aku dan Bella menikah karena itu semua adalah permintaan dari mendiang ibu Bella-yang juga sahabat Johanna, padaku. Ia berkata bahwa aku harus menjaga Bella dan menikahinya sebelum ia meninggal, aku sama sekali tidak mencintai Bella, aku masih memiliki perasaan pada Eleanor saat itu”

Aku meneguk air mineral banyak-banyak,lalu melanjutkan ceritaku.

“Namun setelah kami menikah, Johanna dan Mrs Smith terus mendesakku dan Bella untuk memberi mereka cucu. Hingga akhirnya ketika kandungan Bella memasuki usia 6 bulan, Mrs Smith menghembuskan nafas terakhirnya.3 bulan kemudian Bella melahirkan Tommy.
Walaupun Bella dan aku sama-sama tahu kalau kami berdua tidak saling mencintai, ia sangat memperhatikanku, ia selalu rajin mengurus semua keperluanku, ia memasak untukku, ia mengurus Tommy dengan telaten, intinya dia telah menjadi istri yang baik untukku. Dari semenjak itu aku berusaha untuk menerimanya, aku berusaha untuk mencintai Bella sebagaimana aku mencintai Eleanor, dan aku berhasil…”

“Jadi..sekarang kau benar-benar sudah berhasil mencintainya Lou?”

“Iya, Liam.. dan disaat aku sudah bisa mencintainya, malah sekarang dia yang akan pergi meninggalkanku dan Tommy”

Tak terasa air mata yang sedari tadi aku tahan, telah siap untuk mengalir.  Oh God..mengapa  kisahku harus selalu seperti ini?

“Lou! Jangan berkata seperti itu…Bella pasti bisa bertahan, demi kau dan Tommy!” Harry yang kali ini memelukku, yang lain mengikuti.

“Harry benar Lou, kau masih punya kesempatan…Bella tidak akan meninggalkanmu.. “

Hari ini perasaanku sangat tidak tenang, rasa nervous menyelimutiku.
Aku hanya memikirkan Bella, Bella, dan Bella semalaman. Aku takut jika dia tiba-tiba pergi meninggalkanku.
Aku memutuskan untuk pergi ke rumah sakit bersama Johanna siang ini. Aku sengaja tidak membawa Tommy, aku menitipkannya pada Mrs Hatrew dan kedua adik kembarku;Daisy dan Phoebe.

Kondisi Bella semakin memburuk, mulutnya sudah sedikit susah untuk di gerakkan, begitupun kakinya yang seperti mati rasa, efek obat-obat yang di konsumsinya serta “cuci darah” ini sangat mengerikan.
Aku tidak tega melihatnya menderita seperti ini…rasanya aku ingin bertukar tubuh saja dengannya. Ia tersiksa oleh peralatan-peralatan medis yang memenuhi tubuhnya.


“Lou….” Desahnya perlahan.
Aku mengambil tangannya yang terlihat semakin kurus lalu menciumnya.

“Iya dear aku di sini, kau pasti akan sembuh. Aku yakin itu”
Yang bisa aku harapkan sekarang, hanyalah keajaiban, sebab untuk donor atau pencangkokan ginjal sudah tidak mungkin lagi di lakukan, Ginjalnya berbeda. Sedangkan kondisinya saat ini semakin kritis.

“Kau pasti akan sembuh” Ulangku.

Ia menggeleng.

Apa maksudnya?.

“Lou..apa….kau…mencinta…i..ku?” Tanya Bella dengan terbata-bata karena mulutnya terlihat sangat susah untuk digerakkan, ia sulit untuk berbicara.

Ini adalah pertama kalinya Bella bertanya seperti itu padaku sejak pernikahan kamu 2 tahun lalu. Sebelumnya ia tidak pernah menanyakan hal itu… sama sekali tidak.

Air mataku mengalir dengan deras
Kenapa kau siksa aku dengan penderitaan seperti ini?

“Bella, kenapa kau tanyakan hal itu? Aku mencintaimu.. awalnya memang aku belajar untuk mencintaimu, namun aku telah berhasil mencintaimu Bella..” aku menatap bola matanya dengan nanar, aku mengelus pipinya, dan mencium dahinya.

“A..ku..Juga…men..cin..ta..i..mu..Lou”
Ia berusaha tersenyum diantara air matanya yang mengalir.

“Kau..Ha rus ..ber..jan jii.. un..tuk..men..jaga Tommy… kau..harus..mencari..i..bu ya..ng pan..tas..untuk..nya..”

“BELLA! Kenapa kau bicara seperti itu! Bella, kau yang akan mengurus Tommy hingga besar bersamaku. Tolong jangan katakan hal itu Bella, aku mohon…”

Genggaman tanganku  padanya semakin erat.

Dan secara perlahan-lahan mata Bella terpejam. Aku sontak panik dan terkejut. Aku berlari dan memanggil ibuku.

OH SHIT!

“Mom help me..please call the doctor!”

“What happen to Bella Louis?”

“Aku tidak tau Mom, tolong panggilkan dokter sekarang!”

“Baiklah boo, baik..Mom akan memanggilnya….”

Tidak lama kemudian dokter beserta para suster datang dan memasuki ruangan  tempat Bella di rawat.

Aku dan Mom menunggu di luar dengan perasaan tidak karuan.

Ya tuhan aku tidak mau kehilangan Bella, bagaimana dengan Tommy yang begitu menyayangi ibunya? Bagaimana aku menjelaskan hal ini pada Tommy?


“Mr Louis Tomlinson”

“Yes I am, bagaimana keadaan Bella  dokter Jill? dia masih bisa di usahakan kan?”

“Iya dokter bagaimana keadaan Bella?” kali ini  Mom yang berbicara.

Dokter Jill hanya diam membisu.

“Hey, jawab aku Dokter! Jangan diam saja!” aku mengguncangkan tubuh yang terbalut serba putih itu.

“Maaf..istri anda telah tiada, kami telah berusaha semaksimal mungkin..”


Hari yang kelabu, begitu aku menyebutnya. Semua orang yang berada di sini berpakaian serba hitam.
Ya, hari ini adalah hari di mana Isabella Smith akan dimakamkan, Bella..istriku.
Mataku sudah sembab, air mataku terasa kering sebab aku tidak berhenti menangis sejak semalam.

The boys dan semua crew One Direction mendatangi pemakaman Bella hari itu.

“Bro, kami turut berduka cita atas kejadian ini.. kau pasti bisa melaluinya…”

“Kau tidak usah khawatir Louis, kami akan di sini mendampingimu”

“Ya, kami akan selalu ada jika kau membutuhkan bahu untuk menangis..” Niall mengusap air matanya yang jatuh ke pipi.

Mereka memelukku.

“Thank you mate.. thank you so much..”

“Dad, kenapa Mom dimasukkan kedalam peti?”  rengek Tommy yang sedari tadi digendong oleh ayah tiriku, Dan Deatkin, berjalan mendekati.

“Mom, akan bahagia di sana Tommy, itu adalah tempat terindah untuk Mom”

“Iya, benar! Sekarang Mom akan tinggal di sana, di tempat yang bernama surga”

“Surga? Apakah itu jauh uncle Zayn? Aku ingin ke surga…”

“Not now Tommo, nanti kau akan ke surga dan bertemu Mom” Harry mengambil Tommy dari gendongan…

“yeay!..aku akan surga dan bertemu Mom”

“Lou…be patient” Liam menepuk-nepuk bahuku, ku lihat matanya mulai me-merah.

Sekarang hidupku benar-benar menyedihkan, aku akan merawat Tommy tanpa Bella. Membuatku harus memutuskan untuk tinggal di Australia untuk sementara waktu. Aku tidak sanggup jika harus terus-menerus berada di London saat ini, sebab kenangan tentang Bella masih membekas begitu kental.
Rasanya sulit untuk menerima kenyataan jika orang yang kau cintai sudah menginjak dunia yang berbeda denganmu.
Kau tidak akan pernah bisa merasakan, jika kau sendiri tidak pernah mengalami hal itu.


2 tahun kemudian, ketika Louis sudah kembali ke kota London.

*Author’s Pov*

“Ya Tuhan, aku meninggalkan Tommy! SHIT!”

Lelaki berjas hitam tersebut panik bukan kepalang, Bagaimana tidak? Ia kehilangan anak lelakinya di Mall sebesar ini. Walaupun ia tahu Tommy sudah berusia 6 tahun, ia tetap saja panik. Louis tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri jika terjadi sesuatu pada Tommy.


Seorang wanita bersama anak perempuannya yang berusia mungkin sekitar 4 tahun sedang duduk di salah bangku yang terdapat di sebelah toko ice cream. Ia dan anak perempuannya itu memiliki wajah yang luar biasa cantik.

“Emily, apakah kau suka ice creamnya sayang?” Tanya wanita itu sambil mengusap puncak kepala anak perempuannya.

“Yeah Mom, I love it!”

“Aku juga suka Ice cream..” tiba-tiba terdengar suara renyah dari seorang bocah lelaki yang kini duduk bersamanya dan Emily di bangku itu.

Wanita itu terus mengamati wajah si bocah lelaki tampan dan memiliki warna mata yang menarik. Ia memperhatikan setiap detail yang ada pada bocah lelaki itu, lebih-lebih pada style berpakaiannya yang nampak familiar. kaus superman yang dihiasi dengan suspender berwarna coklat, mengingatkannya pada seseorang.

“Kau juga suka ice cream? Kita sama! Hehehe” tutur Emily pada bocah lelaki itu.

“Ya, Dad suka membelikan ice cream terlezat untukku haha”

“By the way, namamu siapa anak tampan?” sapa wanita itu dengan ramah sambil menyunggingkan senyum terbaiknya.

“Namaku Tommy”

“Tommy? Such a good name.. ”

Wanita itu nampak berfikir seolah ia mengingat sesuatu tentang nama itu. Entah hanya perasaannya saja yang berpikir berlebihan atau memang anak ini mendeskripsikan seseorang yang begitu dikenalnya.

“Namaku Emily….nice to meet you Tommy..”
 Emily menjabatkan tangannya pada tangan Tommy.

“Nice to meet you to Emily, and what’s ur name Mrs?” Tommy melirik ke arah wanita berblazer hitam tersebut.

“Oh ya, aku belum memperkenalkan diri. Namaku Eleanor Jane Calder”

 “Kalian mempunyai nama yang cantik, tak kalah cantik seperti wajah kalian ” Ujar Tommy dengan lugu, ia tersenyum memperlihatkan deretan gigi rapihnya.

“Hey, kau ini sudah pandai merayu ya haha. Kau sendirian di sini? mana ibu dan ayahmu?”

Eleanor memperhatikan sekelilingnya, ia tidak menemukan tanda-tanda yang menunjukkan jika orang tua Tommy berada di sekitar sana.

“ Ya ampun ayahku! Tadi aku pergi bersama ayahku. Namun aku tidak tahu dia berada di mana, dia menghilang tiba-tiba”

“Hah? Jadi kau tersesat?, yaampun! Apa kau ingat di mana kau terakhir bersama ayahmu?”

“Entahlah aku tidak tahu. Aku lupa, tiba-tiba saja aku sudah berada di sini” ia menggelengg sambil memegangi perutnya.

“Mom, sepertinya dia lapar…”Emily menunjuk ke arah Tommy sambil berbisik ke Eleanor.

Eleanor mengangguk.

“Tommy, kau lapar? Ayo kita makan siang dulu. Kau boleh ikut bersamaku dan Emily, aku akan sangat senang jika kau mau bergabung”

“Kau memaksaku Mrs Eleanor?”

“Iya, aku memaksamu hahaha”

“Baiklah Mrs Eleanor jika kau memaksa, aku ikut” timpal Tommy, yang di iringi dengan anggukan.


*Louis’ Pov*

Ya tuhan, kemana anak sih bocah lelaki itu? Lain kali aku benar-benar harus memberikannya sebuah handphone agar dapat berkomunikasi dengan mudah. Aku sudah mondar-mandir mencarinya ke sana ke mari. Bahkan sudah mengelilingi tempat yang sama dan bertanya pada satpam untuk yang kesekian kalinya, namun tetap tidak ada. Mana sudah jam makan siang, Tommy pasti kelaparan.
Aku memutuskan untuk membeli 2 paket makan siang terlebih dahulu. Setidaknya jika aku sudah menemukan Tommy, aku bisa langsung memberinya makan.

Aku memasuki Mcd yang berada di Mall itu, dan segera memesan orderan paketanku.

“DAAAAAAAADDDDDDDDDDDDDDDDDD”

Aku seperti mengenal suaranya…

“DAAAAADDDDDDYYYYYYYYYYY”

“Tommy?! Oh my god!” Aku menghampirinya dan langsung memeluknya

“Dari mana saja kau bocah nakal? Dad mencemaskanmu, tiba-tiba kau hilang begitu saja. Kau baik-baik sajakan? Kenapa kau bisa berada di sini?”

“Keep calm Dad hehe, aku juga bingung kenapa aku bisa terpisah denganmu. Iya tadi aku ke sini di ajak oleh Emily dan Mrs Eleanor yang cantik dan baik hati” tukasnya dengan mulut penuh makanan.

‘Eleanor’? Tidak perlu waktu lama untuk mengingat nama itu. Tapi tidak mungkin itu “dia”.

“Oh ya? Mereka mana? Aku dari tadi tidak melihat siapapun di sini”

“Tadi mereka ke toilet, but wait..Itu mereka!”

Mata ku menoleh ke arah sosok yang di tunjuk oleh Tommy, seorang wanita yang cantik terbalut Blazer hitam dan kaos bermotif spiral, serta anak perempuan kecil.

Jantungku berdegup kencang.
Aku berusaha untuk meyakinkan jika pandanganku keliru, atau salah. Namun tidak. Aku tidak salah sama sekali.
Itu benar-benar Eleanor .
Eleanor mantan kekasihku, astaga dan itu? Apakah itu putrinya? Cantik sekali.

Mataku dan mata Eleanor saling bertautan, seolah sama-sama tidak percaya jika kami akan bertemu lagi. Mantan kekasih yang terpisah dengan cara yang begitu terhormat. Karena kebaikan hati Eleanor yang mengerti keadaanku waktu itu, ia rela mengorbankan perasaannya terhadapku.
Bahkan ia mengikhlaskan aku untuk menikahi Bella walau awalnya aku sangat terpaksa menjalaninya. Namun, Eleanor menghilang dari hidupku sejak saat itu.
Kami terpisah bertahun-tahun tanpa ada komunikasi melalui apapun.

“Louis? Kau Louis kan?”

“Iya, Mrs Eleanor. Dia ayahku, Louis Wiliam Tomlinson, kalian saling kenal?” Tommy mengerenyitkan dahinya.

Aku masih terpaku dan diam sampai akhirnya Tommy mencubit pantatku.

“Ouccch Tommy what are you doin, huh?”

Eleanor tergelak.

“Heey Eleanor, kau Eleanor Jane Calder kan?! long time no see..” sapaku canggung. Aku hanya mampu menyunggingkan senyumku.

“Yeah, bagaimana kabarmu? Ternyata dia benar anakmu, aku tadi hampir menduganya..lihat saja suspender dan kaus superman itu haha”

“You still remember it Ele..”

Muka Ele menDadak jadi merah seperti tomat. Oh god, need your help.

“How about you? Is that your children?”
 Ujarku sambil memperhatikan Emily yang sedang bermain bersama Tommy.

“Iya, dia anakku. Emily Jane Calder…”

“Cantik sekali, dia sangat mirip denganmu”

“Terima kasih, anakmu juga tampan. Sepertimu, dan tentu ibunya yang juga cantik…” kata Eleanor sambil tersenyum.

“Louis, aku minta maaf jika 2 tahun lalu aku tidak menghadiri pemakaman Bella, terus terang aku sedang tidak berada di London, I’m really sorry” lanjutnya lagi.

“Tidak apa Ele aku mengerti. Kau kemana saja selama ini? Sejak saat “itu” kau menghilang dari ku, dari the boys, dari semua orang terdekat kita..”

“Hm, aku melanjutkan kuliahku ke Canada Louis. Aku memang sengaja tidak memberi tahu siapapun. Aku memulai hidupku yang baru saat itu..” tutur Eleanor.

“Well, it’s okay! Hehe Suamimu mana? Aku dari tadi tidak melihatnya..”

“Suami? Haha aku single Louis. Aku sudah bercerai dengan suamiku tahun lalu”

“Sorry Ele, I just—“

“Nope Louis. Santai saja, itu semua sudah berlalu”

Eleanor melirik jam tangannya dan menepuk dahinya.

“Oh my God! Aku punya meeting sore ini. Louis so sorry..i gotta go”

“Okay, but may I have your phone number?”

“Of course you may Louis. Haha This”
 Ele memberikanku secarik kertas yang bertuliskan beberapa digit angka.

“Emiillll come here dear! Ayo kita pergi, Mom punya janji sore ini”

“But Mom, aku masih ingin bermain dengan Tommy” rengek Emily pada Ele.

“Hey cantik, kau bisa bermain dengan Tommy kapan saja kau mau. Nanti kita akan bertemu lagi, ya kan Ele?”
Ujarku sambil tersenyum dan mencubit pipi bocah cantik dan menggemaskan itu.

“Tentu” Ele mengangguk.

“Whoaaa uncle Louis, you’re da best!”

“Okay, kami pergi dulu ya, bye Tommy..bye Louis.. see you later”

“Bye…”


Sejak pertemuanku dengan Eleanor saat itu, hubungan kami semakin akrab. Aku semakin sering bertemu dengannya di waktu senggangku. Hubungan Tommy dan Emily pun semakin akrab layaknya kakak dan adik.
Perasaanku yang dulu seakan tumbuh lagi dengan Ele, sosok wanita yang tegar dan rela berkorbannya masih membekas di ulu hatiku sampai detik ini.
Bukan maksudku untuk menggantikan posisi Bella, Bella akan selalu hidup di hatiku. Namun, aku juga harus terus melanjutkan perjuanganku sebagai seorang ayah bagi Tommy. Aku rasa aku membutuhkan seseorang lagi sebagai pendamping hidupku, untuk menemani aku membesarkan Tommy dan menikmati kehidupanku selanjutnya.

Liam, Niall, Harry, dan Zayn langsung tertawa begitu mendengar ceritaku mengenai hal ini.

Lou, kalau jodoh itu tidak akan kemana, mau bagaimanapun caranya..dan di manapun. Jika kalian memang di takdirkan untuk bersama, kalian akan bertemu lagi. Dan perasaan itu akan tumbuh lagi secara murni

Kata-kata Harry di telpon tempo hari terus terngiang di telingaku.

Right, aku telah menemukan lagi tambatan hatiku, aku sudah berjanji pada Bella untuk menemukan penggantinya yang ‘pantas’. Kurasa..Eleanor adalah orang yang tepat. Mengingat  Eleanor yang begitu menyayangi Tommy seperti dia menyayangi Emily, begitupun aku yang menyayangi Emily seperti anakku sendiri.

“Ele….” Panggilku dengan lembut malam itu saat kami berdua sedang makan malam di restoran Italia favoritku.
Wajah Ele benar-benar sangat cantik, ia masih terlihat seperti remaja meskipun Emily sudah berusia hampir 5 tahun. Apalagi dengan balutan dress hitam yang ia kenakan malam ini, perfecto.

“Yeah Lou.. ?”

“Kurasa sudah saatnya aku mengatakan ini padamu”

“Mengatakan apa?”

Aku berlutut dan mengeluarkan sebuah kotak kecil yang berisi 1 cincin yang memiliki 2 berlian sebagai hiasan di bagian atasnya.

“Aku hanya ingin kau menjadi pendamping hidupku, memulai semua dengan awal yang baru. Aku ingin kita bersama-sama merawat dan membesarkan Tommy serta Emily, aku ingin kau yang membuatkan sarapan dan memasangkan dasiku saat aku pergi ke kantor pagi hari. Aku ingin melihatmu disampingku jika aku sedang lelah dan butuh teman bersandar. Aku ingin menyayangi dan memilikimu seutuhnya. Aku ingin bahagia bersamamu. Aku ingin kau menjadi istriku Eleanor Jane Calder, I love you so much.. would you marry me?”

Tangis Ele pecah detik itu juga. Aku tidak tahu apakah aku salah atau benar mengatakan hal ini. Aku hanya ingin mengatakan apa yang sebenarnya aku rasakan padanya. Hanya itu.

“Lou….aku….aku….”

“Maaf Ele aku tidak bermaksud membuatmu menangis begini. Maafkan aku..”

“Tidak Louis! Kau tidak perlu meminta maaf bodoh. Kenapa kau tidak pakaikan cincin itu di jari manisku?”

Matanya yang merah dan masih mengeluarkan air mata berubah menjadi senyuman dan tawa.

“Ja..jadi kau menerimaku?”

“Tentu saja Lou. Yes I would baby, cause I love you, and I love Tommy, you guys are the reason behind my smile…”

“Thankyou so much Eleanorrrr”

Aku memakaikan cincin itu di jari manis miliknya.
Dengan ini, aku resmi melamarnya.

Dalam hati aku benar-benar berterimakasih pada tuhan. Karena ia yang telah mengatur segalanya. Ia membuatku menepati janjiku pada Bella, menemukan penggantinya yang tepat.


Bella, jika kau mendengar aku sekarang, kau jangan khawatir..hembusan nafasmu masih terasa di ruangku.
Aku akan menikahi Eleanor dan membahagiakannya, membahagiakan Tommy serta Emily.
Semoga kau selalu tenang di surga sana Isabella Smith..



No comments:

Post a Comment