By Natasha Violin
PS : Enjoy the fanfic! :) maaf sudah lama sekali kami tidak mem-post fanfic apapun di blog ini. Jika kalian sebal melihat isi fanfic di blog ini hanya itu-itu saja, mohon sekali untuk bantu mencari orang yang mau menyumbangkan fanficnya di blog ini! info lebih lanjut lihat page "SEND US YOUR FANFIC"! Thanks!
Aku melangkahkan kakiku masuk ke London Underground.
Hari ini Rabu dan semua tempat duduk di kereta terisi. Padahal ini jam 2 siang. Anak-anak masih sekolah dan orang-orang pun seharusnya masih bekerja.
PS : Enjoy the fanfic! :) maaf sudah lama sekali kami tidak mem-post fanfic apapun di blog ini. Jika kalian sebal melihat isi fanfic di blog ini hanya itu-itu saja, mohon sekali untuk bantu mencari orang yang mau menyumbangkan fanficnya di blog ini! info lebih lanjut lihat page "SEND US YOUR FANFIC"! Thanks!
Aku melangkahkan kakiku masuk ke London Underground.
Hari ini Rabu dan semua tempat duduk di kereta terisi. Padahal ini jam 2 siang. Anak-anak masih sekolah dan orang-orang pun seharusnya masih bekerja.
Siang ini aku janji makan siang dengan temanku, Daphne
di salah satu café di sepanjang Carnaby Street , salah satu jalan yang terkenal
di London.
Aku sengaja berdiri di samping pintu, tempat
favoritku. Aku bisa langsung keluar tanpa harus mengatakan permisi ke banyak
orang.
Sejak tadi, aku merasakan pandangan aneh dari seorang
cowok jangkung yang berdiri tepat dihadapanku.
Aku curiga ia copet atau semacamnya karena ia menutupi
wajahnya sedaritadi. Ia mengenakan topi beanie dan kacamata. Benar-benar mirip
seorang copet.
Refleks, aku mendekap tasku lebih erat lagi, takut
bahwa ia benar-benar seorang penjahat yang siap menjahati diriku.
Ia semakin menatapku tajam seperti ingin memakanku ,
dan aku juga semakin takut dibuatnya.
Aku adalah pindahan dari Indonesia.Aku pindah kemari
karena aku mendapat beasiswa di University of London. Meski sudah beberapa
bulan tinggal disini, aku belum terlalu berani berbicara dengan orang-orang
lokal.
Daphne pun imigran dari Amerika. Jadi kami sama-sama orang
baru disini. Tetapi, tentu saja Daphne lebih mudah beradaptasi karena toh
Amerika mengambil kebudayaan eropa. Ia lancar berbahasa Inggris sementara aku
masih sering meleset.
Daphne bahkan jadi pusat perhatian cowok-cowok Inggris
karena ia tinggi dan cantik, juga berbicara dengan aksen yang tidak aneh
seperti orang British. Berbeda denganku yang campuran Batak dan India. Aku
tidak terlalu tinggi dan memiliki kulit yang cokelat kehitam-hitaman. Membuatku
merasa minder berjalan disebelah Daphne.
Saat kereta berhenti di stasiun Carnaby Street , aku
langsung segera keluar dari kereta menjauhi cowok itu. Aku tidak bisa
membayangkan ia datang menghampiriku lalu menculikku ke tempat yang tidak
kuketahui sama sekali.
Sayangnya, yang kutakutkan terjadi. Ia menyentuh
bahuku.
Aku ingin berteriak memanggil siapapun, tapi tangan cowok
itu yang besar lebih dulu menutup mulutku.
Ia membuka kacamata nya. Rasanya aku mau berteriak dan
pingsan melihat Harry Styles dari One Direction adalah cowok yang kusangka
adalah penjahat berada disini, tepat dihadapanku. Bisa dibilang ia juga salah
satu alasan pendukung bagiku untuk kuliah disini.
Aku pastilah berhalusinasi Harry sedang membekap
mulutku! Hahaha.
"Don't scream" katanya dengan suara serak
seperti ciri khasnya.
Aku mengangguk. Harry kemudian melepas tangannya dari
mulutku dan memakai lagi kacamatanya.
"Kenapa kau melakukan ini?”tanyaku dalam bahasa
Inggris.
“Eh, aku butuh bantuanmu” ujarnya.
"Bantuan apa?" tanyaku bingung. Seorang pop
star macam Harry Styles meminta bantuan kepadaku itu agak aneh. Kami baru saja
bertemu di kereta. Kami tidak saling mengenal dan ia berani meminta bantuanku.
Kadang, aku tidak mengerti dengan orang barat.
Harry mengajakku berjalan keluar dari stasiun dan menjauh
ke tempat yang lebih sepi lagi.
Meskipun sekarang aku sedang berjalan dengan idolaku,
aku tetap takut berada di tempat sepi begini. Ia tak bermaksud macam-macam
denganku kan?
Kecurigaanku semakin bertambah ketika Harry berhenti
dan ia membalikkan badannya, menatapku dengan kedua mata hijaunya yang tampak
lebih keren aslinya.
Ia memegang bahuku lagi. Ah! Jangan-jangan ia ingin
menghipnotisku…
“Please, tolong sembunyikan aku. Aku kabur dari
latihan rutinku. Manajerku menelepon berkali-kali dan ia mengancam akan
menelepon polisi…”
Aku terkesiap mendengar penjelasan Harold.
Kabur? Bukan sama sekali hal yang kuharapkan akan ia
katakan…
"Apa maksudmu dengan kabur? Itu hanya latihan
rutin, kan?”
Harry menggeleng. “Well, manajerku merencanakan untuk
membuat lagu duet dengan seorang fans. Pemenangnya adalah cewek yang dulu
pernah menyukaiku di sekolah. Dan ia sangat membuatku takut. Ia menerorku
berkali-kali. Ia tau nomor teleponku bahkan setelah aku sudah terkenal!”
Aku tertawa. Benar-benar tertawa karena mendengar
penjelasan Harry yang lucu. Maksudku, aku kira ia cowok yang cuek, tapi
ternyata aslinya ia panik dan Well, tak bertanggung jawab.
Harry tampaknya agak tersinggung melihatku tertawa. Wajahnya
berubah mengeras. "Kau ingin membantuku atau tidak?”
“Maaf, aku hanya tak percaya kau melakukannya. Aku
ingin membantu” kataku. Tentu saja aku ingin membantu keriting.
Harry mengulurkan tangannya yang besar itu
"Harold" sambil terkekeh-kekeh kesenangan.
"Aku tau. Aku Darcy." Aku balas mengulurkan
tanganku.
Ia melongo mendengar namaku. “Darcy? Serius?”
Aku terkekeh kemudian menggelengkan kepalaku. “Sayangnya
bukan. Aku Nadya.”
Harry mengernyitkan dahinya. “Nadya… nama yang unik.”
Aku tersenyum mendengar Harry memuji namaku yang unik.
Hanya saja ia mengejanya menjadi “Nedia” bukan “Nadia” seperti orang Indonesia.
Harry menggaruk-garuk kepalanya , rambut keritingnya
itu pun bergoyang.
Dari dulu aku ingin sekali memegang rambutnya.
Aku tersenyum dengan rencana jahat di otakku. "Harold,
aku bersedia membantu apapun dengan satu syarat"
“Apa?”
“Boleh aku memegang rambutmu?”
Harry memasang ekspresi bingung, tapi kemudian
menyodorkan rambutnya kepadaku, mempersilahkanku memegang rambutnya.
Aku dengan semangat memainkan rambut Harry. Rasanya
geli dan menggelitik di tangan. Aku senang akhirnya bisa memegang rambut Harry
yang asli…
"I love your hair. Keep it" kataku berpesan.
"Yeah, aku akan menjaganya asal kau bisa membantuku bersembunyi”
Aku mengangguk. “Well, sebenarnya aku ada janji dengan
temanku di café. Café nya ada di dekat sini kok”
Harry bergumam tidak setuju. “Aku bisa mudah dikenali
nanti..”
“Memangnya kau siapa sih?” Aku pura-pura memberi
pertanyaan jebakan kepadanya. Aku ingin tertawa melihat Harry jadi salah
tingkah.
"Uhmmmm, aku… aku… kau tau One Direction?”
“Istilah pesawat? Tiket searah?” ujarku pura-pura
lagi.
Ia menarik nafas lalu menjelaskan bahwa itu adalah
nama band. Ia cukup narsis juga mengatakan “band terkenal” dengan banyak fans
cewek-cewek yang gila dan antusias.
Aku berakhir mengatakan bahwa sebenarnya aku tau One
Direction dan aku menyukainya. Aku juga mengaku, ia adalah anggota favoritku.
Ia langsung mencubitku karena telah membohonginya.
Sambil masih bercanda, kami berjalan menuju salah satu
taman di dekat sana yang jauh dari keramaian.
***
"Jadi, kau suka musik apa? Jazz? Kau seperti
balerina" kata Harry sambil memakan es krimnya.
Sekarang disini lah kami berada. Di taman sambil
memakan es krim kami masing-masing sembari mengobrol tentu saja.
Aku yang sedang menyesap esku penuh nikmat langsung tersedak
mendengar harry kira aku ini ballerina. Yang benar saja, memangnya tubuhku lentur?
Badanku kaku semua malah.
"No! aku tidak suka Jazz. Aku suka musikmu.
Tunggu, aku CINTA musikmu” tuturku.
Harry menjauh sedikit dariku. Menjaga jarak. “Tapi kau
tidak akan menculikku atau menjualku ke seseorang, kan?” tanyanya aneh.
Aku tertawa. "Tentu saja tidak! Aku membayangkan,
dulu jika suatu saat aku bertemu denganmu aku akan kelabakan, tapi ternyata aku
baik-baik saja! aku bahkan hampir putus asa karena kupikir tidak mungkin bisa
bertemu denganmu”
Harry menyunggingkan senyum kepadaku. "Baguslah.
Memangnya kau dulu tinggal dimana?”
“Indonesia”
“Oh. Kalau begitu mau tidak foto denganku?”
Aku melotot kaget. Foto??? Harry minta foto denganku.
IA yang MEMINTA bukan aku. ARTIS nya sendiri yang meminta bukan FANS nya.
Ia melihatku, “oh tidak ingin?”
Aku menggelengkan kepalaku. "Here" Aku
memberikan handphone-ku kepadanya.
Harry tersenyum jail , membuatku tak kuasa untuk tak
tersenyum juga.
Ia merangkulku ke bahunya , baru kemudian
menjepretnya.
"Good" Ia melihat hasil fotonya , kemudian
melihatiku.
Aku mengangguk setuju dengannya.
Ia kemudian tanpa kuduga memegang lesung pipi-ku. “Aku
senang kita berdua punya lesung pipi, hehehe”
Aku tersipu malu. Karena ia , aku memperhatikan lesung
pipiku. Karena ia , aku bangga aku juga punya lesung pipi.
Kami berdua malah jadi foto-foto bersama. Pose aku
memegang lesung pipinya ( yang dalam!) dan ia juga memegang lesung pipiku, lalu
kami ber-pose muka jelek, dan terakhir Harry mencium pipiku! ARGH.
"Eh, itu bukannya Louis?" tanyaku menunjuk
sosok Louis yang kukenal baik. Selain Harry , aku kebetulan juga menyukai
Louis. Aku terperangah bisa melihat idolaku satu lagi dalam hari yang bersamaan
dengan aku bertemu Harry. Aku jadi takut ini hanya mimpi.
Aku tak kaget jika Louis bisa disini mencari Harry.
Mereka bukannya sudah seperti pasangan homoseksual?
"Jangan lihat ia, aku takut ia cuma jadi
pengalih”
"Okay" ucapku menurutinya.
Untungnya Louis tidak melihat kearah kami. Ia ngeloyor
pergi keluar dari taman begitu saja.
“Ia sudah pergi”
Harry tidak menjawab. Ia sedang sibuk memencet tuts
ponselnya.
Harry tampak ceria membaca SMS nya. "Uh! Kurasa
Louis mencariku karena ingin bilang kalau cewek yang duet dengan kita dipecat.”
"Wow, Okay"
Dalam hati aku sangat kecewa. Sebentar lagi aku akan
ditinggal oleh Harry. Kapan kami bisa bertemu lagi di kota yang tidak kecil
ini? Memangnya ada yah kebetulan yang kedua kalinya?
Seolah dapat membaca pikiranku , ia mengatakan sesuatu
padaku.
"By the way , aku boleh tau nama twittermu?"
Aku melongo sebentar, kemudian memberikan nama twitterku
padanya. Lama-lama berada di samping Harry bisa membuatku serangan jantung.
Daritadi ia terus memberiku kejutan-kejutan kecil yang sangat berarti bagiku.
"Well, aku hanya bisa memberimu ini sebagai imbalan
telah menemaniku”
Ia tampak asyik memainkan blackberry nya kemudian
menunjukkan
sesuatu padaku. “Nih" Ia menunjukkan layar
blackberrynya menunjukkan ia mem-FOLLOW ku!!!
Aku mengangguk berterima kasih. Ah, hari ini tanggal
berapa? di-follow Harry bisa masuk menjadi buku sejarah hidupku! Bukankah Harry
termasuk yang paling pelit mem-follow fansnya padahal ia yang paling banyak
di-follow?
Ia menghela nafas lalu bangkit berdiri. "Well,
kurasa aku harus pergi sekarang. Thanks sekali lagi telah menemaniku, Nadya”
katanya seraya pergi meninggalkanku sendiri di taman.
***
Daphne dapat kupastikan marah besar kepadaku. Ia
menunggu setidaknya 5 jam di café tempat kita janjian. Baterai handphone-nya
habis, membuat ia tidak bisa menghubungiku. Sebenarnya, kami tinggal satu flat
tetapi karena ia hari ini ada kelas sementara aku libur, ia langsung berangkat
dari kampusnya ke tempat kami janjian.
Sebagai imbalan telah menungguku begitu lama, ia
memaksaku mentraktirnya.
Aku menyerah karena gadis Amerika jika sudah marah sangat
seram sekali.
Lebih baik aku terpaksa mengeluarkan uang jajanku yang
tidak banyak itu daripada mendengarkan ia terus mengoceh tanpa putus.
Daphne tampak puas ia tak perlu mengeluarkan uang
sepeserpun untuk makan. Sama seperti nasibku, ia juga tidak punya banyak uang
di akhir bulan. Ia selalu menghabiskan uangnya di awal bulan untuk membeli baju
dan makanan. Salah satu kebiasaan orang Barat yang buruk.
"Eh, kau tau tidak aku baru bertemu dengan siapa?
"Siapa? Richard?" godanya.
Richard adalah cowok Pakistan yang menyukaiku.
Sebenarnya ia cukup ganteng, tapi sayangnya ia punya banyak tattoo yang
membuatku il-feel setengah mati. Caranya berjalan pun tidak enak dilihat mata.
Ia selalu berjalan mendongak seakan ia yang paling keren.
Aku menggeleng kencang. "Bukan”
“Lalu siapa?
“Harry Styles"ujarku enteng.
Daphne menunjukkan muka tak percaya. "Serius? Harry
Styles dari One Direction begitu?"
"Tentu saja!!!” aku mulai berteriak kesenangan.
Daphne ikut berteriak. Kami sampai dilihati oleh
pengunjung café yang terganggu karena kami.
Ia juga Directioner, meski ia menyukai Niall. Tetapi
kurasa jika kau benar-benar seorang Directioner, mau bertemu dengan siapapun
rasanya pasti ingin pingsan. Meski bukan dengan anggotanya yang kau sukai.
"Kau merokok dengan ganja yah?” tanya Daphne.
"Daphne! Aku serius! aku sedang tidak mimpi…”
"Okay, jika kau ketemu dengannya lalu mengapa kau
telat LIMA JAM?” erangnya masih tidak terima ia harus menunggu lima jam.
Menurutnya, ia bahkan sampai kembali ke flat dulu , mengira ada apa-apa
denganku. Tetapi aku tidak ada, dan ketika sampai di café lagi, aku pun belum
menunjukkan batang hidungku. Well, jangan salahkan aku Daphne.
"Hhmm, agak konyol sebenarnya. Ia memintaku untuk
menyembunyikan dirinya dari manajernya a.k.a Paul dan dari teman-temannya juga”
“Memangnya kenapa? Ia mencuri? Atau dia melakukan
kejahatan?”
“Tidak. Ia hanya kabur dari latihan karena Paul
menerima cewek yang pernah menyukai Harry saat di sekolah dulu, sementara Harry
tidak menyukainya” jelasku.
Daphne hanya mengangguk-angguk prihatin. “Lalu, apa
imbalan darinya?”
Aku menoleh kekiri-kekanan memastikan tidak ada
Directioners lain selain kami.
Kukeluarkan handphone-ku dan menujukkan kepadanya
bahwa Harry mem-follow Twitter-ku.
Ia melongo, tidak bisa berteriak. “Wow, Nad… itu keren
sekali. Selamat”
“Thanks, Daph! Aku juga masih tidak percaya… ah, aku
takut ini mimpi..”
“Sayangnya, ini nyata. ARGH , KAPAN aku di-follow
dengan Niall, Nadya?? Kapan?” Ia mulai frustasi.
“Maaf, jika kalian berdua berteriak sekali lagi. Saya
tidak segan untuk mengusir kalian berdua keluar dari café ini” ujar sang
manajer tepat di sebelah kami.
Kami berdua langsung diam. Berhenti membicarakan One
Direction dan kembali fokus kepada makanan kami.
***
Harry’s POV
"Harry! Kau pikir kabur itu lucu? Kau membuat
cemas kami semua” kata Paul sambil memarahiku.
“Maaf. Makannya lain kali jika kau ingin membuat
rencana duet, bicarakan dulu dengan kita!” teriakku tidak senang.
"Ia baik kok, har. Dia membuatkan kita pai
bahkan” timpal Niall.
Aku menatap Niall jengah.
"Shut up, she’s horrible”
"Sudahlah, dia sudah tidak disini lagi."
Kali ini Liam berusaha menenangkanku.
Aku mengangguk. Masih dengan kesal, aku masuk ke dalam
ruang santai tempat biasanya kami berlima berkumpul.
Di dalam sana hanya ada Louis yang sedang sibuk
menonton TV.
“Hai!” sapaku.
Louis menoleh kearahku dan menepuk sofa kosong
disebelahnya. Aku menurutinya dan duduk disana.
“Aku tau sebenarnya kau bersembunyi di taman, kan?”
tanya Louis.
Aku mengangguk mengakuinya. “Yeah”
“Bersama dengan cewek kalau aku tidak salah liat. Ia
siapa? Pacar diam-diammu yang tidak ingin kau ceritakan kepada siapapun
termasuk kepada teman band-nya sendiri?” Louis menatapku lalu mematikan TV.
“Tidak! Aku baru bertemu dengannya di kereta tadi
siang.”
“Oh begitu. Siapa namanya?”
Aku mengeluarkan ponselku, mencari fotoku dengan Nadya
di taman tadi. Setelah berfoto dengan ponsel milik Nadya, aku meminta foto dua
kali dengannya menggunakan ponselku. Aku diam-diam punya folder foto diriku dan
fans. Jadi, lumayan menambah foto.
“Lihat, namanya Nadya.”
Louis mengambil ponselku dan tersenyum melihat fotoku
dan Nadya. “Wow, kalian cocok sih. Wajahnya unik begitu juga dengan namanya”
“Yeah begitulah. Masa ia tadi meminta izin untuk
memegang rambutku” ujarku lapor kepada Louis. Aku memang suka menceritakan kegiatan
kecilku kepada Louis.
“Rambutmu memang aneh, Harry. Kau tidak meminta nomor
teleponnya?”
Aku menggeleng dengan polosnya. Bodoh! Mengapa tidak
terpikirkan olehku? Bagaimana jika aku ingin mengajaknya pergi? Aku cukup
senang bisa mengobrol dengannya.
“Bodoh, bodoh… lalu bagaimana kalau kau ingin bertemu
dengannya lagi? Membagikan selembaran begitu?” tanya Louis sok bercanda.
Aku tertawa getir, tetapi kemudian teringat bahwa tadi
aku mem-follow twitternya. “Eh, aku mem-follow twitternya kok!” belaku.
“Hah! Baguslah! Hampir saja kau membiarkan peluang
emas mendapatkan pacar yang mungkin bisa bertahan lama denganmu!”
“Thanks, Louis. Haruskah aku mengajaknya pergi? Kapan?
Kita kan sedang sibuk sekarang…”
“Besok kita bebas, jadi kau bisa mengajaknya pergi
besok. Ia tidak bersekolah kan?”
Aku mengangkat bahu karena kami tidak membahas umur
sama sekali tadi.
Louis menatapku jengkel lagi. “Sudah, yang penting
sekarang tanya apa dia bisa pergi atau tidak. Di DM tentu saja, jangan
sekali-kali kau meng-tweetnya atau wajahmu akan berakhir di semua majalah
besok”
Aku mengangguk menuruti nasehatnya. Sudah menjadi
peraturan dasar menjadi artis kok. Tidak mengumbar kehidupan pribadinya di
media massa.
Aku memencet tombol DM kepada Nadya, lalu mengetik
“Hey Nadya, wanna go out tomorrow?”
***
"Daph... apa aku bermimpi lagi? HE ASKED ME
OUT" erangku.
Daphne berteriak. Kami berdua menari-nari gembira
seperti orang gila. Ah aku diajak pergi dengan Harry! Kami bisa bertemu lagi.
Aduh, aku tidak ingin pergi dari negara ini.
“Besok tidak ada kuliah kan, kau?” tanya Daphne.
“Ada kuliah pun aku akan bolos, Daph!!”
Well, hanya cewek gila yang menolak ajakkan Harry
Styles!!! Aku bisa melihat kampusku kapan tapi melihat Harry? Mungkin hanya dua
kali seumur hidup.
"Balas, Nadya!”
Aku menurut segera membalas DM dari Harry.
"Uhm, sure. Where?"
Aku menanti balasan darinya seperti orang gila
sungguhan. Aku gemas bahkan sampai mengigit bantal tempat tidurku kencang. Tak
pernah rasanya aku sesemangat ini dalam hidupku.
Tidak lama kemudian terdengar notification berbunyi.
Aku segera melihatnya. Dan benar saja Harry membalas.
"Wait me tomorrow in front of harrods @ 7 PM.
I'll pick up u :) dress nicely , Nadya. Love"
Tanpa disuruh pun tentu aku akan dandan Harold Edward
Styles!!
***
Aku sudah menunggu tiga jam di depan Harrods seperti
yang dijanjikan Harry kemarin. Jalanan yang dari sangat ramai sekali sekarang
mulai sepi. Harrods bahkan sudah tutup. Mungkin ini juga salah satu karma dari
Daphne yang kemarin juga lelah menungguku.
Aku sudah sengaja berdandan secantik yang kubisa ,
karena jujur aku tak suka dandan. Aku telah memakai baju terfeminim yang pernah
kupakai,
dress pink dan bolero orange ( dua warna favorit Harry
).
Tetapi penantianku sia-sia. Well, tak perlu banyak
berharap. Harry pasti lupa ia ada janji kencan denganku. Lagipula aku siapa
sih? Hanya cewek yang kebetulan bertemu dengan Harry. Cewek yang kebetulan
dipilihnya untuk menemaninya. Jelas aku bukan Caroline Flack , yang meskipun
sudah tua tetapi digossip-kan dekat dengan Harry.
Akhirnya , ketika jam menunjukkan pukul 11 malam, aku
pulang kembali ke flat-ku dengan hati yang hancur.
Meski itu Harry One Direction pun aku juga punya batas
kesabaran menunggu. Bagaimana pun aku tak ingin dipermainkan cowok. Termasuk
dengan Harry Styles, idolaku.
***
Harry's POV
Sialan. Bagaimana bisa aku lupa punya janji dengan Nadya???
Aku sudah ingat jelas pagi tadi akan membelikannya
bunga untuk kencan nanti malam.
Sayangnya , semua rencanaku mendadak terlupakan begitu
saja ketika Paul menyuruhku datang ke studio. Padahal ia sudah bilang hari ini
semuanya libur. Karena aku bisa dibilang vokalis utama, aku butuh rekaman lebih
banyak dibanding yang lain. Jadinya, aku harus terpaksa tidak libur.
Karena terlalu asyik dengan segala hal tentang rekaman,
aku tak sadar hari sudah malam. Kelewat malam bahkan.
Ketika sadar sekarang sudah menunjukkan hampir pukul
11 , aku minta izin pulang. Aku berharap sekali Nadya masih disana, walau .
Bodohnya aku tidak menanyakan nomor ponselnya.
Aku sampai di Oxford Street sepuluh menit kemudian
dengan hasil ngebut tentu saja.
Harapanku pupus sudah ketika melihat cewek yang
kutaksir itu berjalan pergi dari Harrods , naik ke salah satu taksi...
Aku agak tersentuh mellihat dandannya. Dress pink dan
bolero orange... Oh betapa bodohnya aku menyia-nyiakan gadis sepertinya!
Aku membanting setir mobilku geram. Sebagai ganti
kekesalanku, aku membelokkan mobilku ke salah satu pub.
Ketika aku melihat timeline Twitter-ku, aku melihat
Nadya meng-tweet sesuatu. Aku jadi semakin kesal melihatnya.
@NadyaSiahaan : Thanks for wasting my time! 4 HOURS OF
NOTHING!
***
Aku menangis dalam pelukan Daphne sepanjang malam
menyakitkan itu. Ia kaget melihatku pulang dengan muka sembab karena sepanjang
perjalanan pulang aku menangis. Ia malah mengira aku pulang jam segini karena
terlalu asyik dengan Harry, tapi ternyata karena aku menunggunya sia-sia.
“Well, tak perlu dipikirkan, Nadya. Mungkin ia
benar-benar tidak bisa datang.”
“Tapi setidaknya ia bisa memberitahuku bukannya
membiarkanku menunggu begitu saja..” ujarku sambil terisak.
“Itulah cowok. Brengsek”
Aku mengangguk sambil menangis.
Keesokan harinya, pagi-pagi ketika aku ingin mandi,
berangkat kuliah aku melihat setidaknya ada lima DM dari Harry.
Ia mengirimnya dari semalam rupanya. Pantas aku tidak
melihat karena aku sudah tidak nafsu melihat handphone-ku.
"Nadya, maaf aku tidak bisa datang. Tadi, aku
ditelepon oleh studio untuk rekaman.”
"Nadya, aku tau kau marah denganku, tapi please
maafkan aku L “
"Aku tidak bermaksud meninggalkanmu sampai larut
malam begitu, Nad. Aku benar-benar minta maafff”
"Okay that's it. I will find where do you live!"
Aku tak merespon satu pun DM dari Harry. Aku masih
sakit hati. Mungkin ia jujur mengatakan ia tak bisa datang karena rekaman, tapi
ah sudahlah.
Perasaanku sedang sensitif. Dan aku sudah membulatkan
hatiku aku tak akan jatuh cinta pada Harry. Biarkan ia jadi idolaku saja, tak
perlu berharap banyak. Biarkan ia dengan artis cewek lain yang jauh lebih
dariku.
@NadyaSiahaan : I don’t care J
“NADYAAAA” teriak Daphne dari luar sana kencang
sekali. Kurasa ia baru saja membangunkan tetangga sebelah.
Aku berlari kecil kearah teriakan Daphe yang berasal
dari pintu flat. Apa ada penculik di depan?
Langkahku mendadak kaku ketika melihat lima orang
cowok dengan pakaian keren seperti artis berada tepat di depan flat-ku dan
Daphne.
Well, kurasa aku mengerti mengapa Daphne berteriak
SANGAT KENCANG.
Masih dengan pakaian tidurku, aku bertemu dengan
mereka. Aku bertemu dengan idolaku dalam pakaian tidur! Hahaha…
Harry Styles memang gila. Kukira dia hanya mengancam
akan mencari dimana aku tinggal.
Aku tak pernah menyebut dimana tempat tinggalku atau
dimana aku kuliah, tetapi ia bisa tau dimana aku tinggal. Mungkin ia melihatku
masuk dari stasiun Cleveland dan mungkin ia menyimpulkan aku tinggal disana.
Hah, ia cowok pintar juga ternyata.
Harry menatapku sedih. Ia meminta izin masuk ke dalam,
tetapi aku menolaknya. Biar saja ia sebentar lagi dikejar fans.
“Tutup pintunya, Daphne” pintaku.
Daphne menatapku tidak setuju. Ia memberi kode seperti
mengatakan “Yang benar saja!!!”
Jika aku jadi Daphne, aku juga tidak akan menutup
pintu itu. Pasalnya, Harry baru saja membuatku sakit hati. Apa iya aku begitu
saja memaafkannya? Aku harus punya harga diri sedikit dong…
Aku melototinya menyuruhnya untuk menutupnya. Dengan
berat, Daphne menutup pintu.
Ia berteriak di depanku dan mengatakan aku ini bodoh
membiarkan One Direction pergi begitu saja.
Sementara itu, di luar sana tiba-tiba aku mendengar
suara mereka menyanyikan salah satu lagu di album mereka, Everything About You.
“It's everything about you, you, you. Everything that you do, do, do. From the way that we touch, baby to the way that you kiss on me. It's everything about you, you, you The
way you make it feel, new, new, new, like every party is just us two, And there's nothing I could point to..
it's everything about you, you, you, everything about you, you,you, it’s
everything that you do,do,do… it’s everything about you…”
Tanpa sadar aku membuka pintu flat begitu saja dan
melihat Harry dengan ekspresi yang tidak bisa kuungkapkan.
Rasanya aku ingin memeluknya sekarang. Jika para pakar
psikologis mengatakan bahwa cewek lebih menggunakan perasaan mereka dalam
berpikir, mungkin aku setuju.
Baru dua menit lalu aku masih sakit hati dan membenci
Harry tetapi selanjutnya aku sudah luluh karena ia dan teman-temannya bernyanyi
untukku. Aku terharu karena aku baru saja dinyanyikan oleh One Direction, hiks…
idolaku yang sebelumnya hanya bagaikan pungguk merindukan bulan bagiku. Yang
sebelumnya hanyalah sebuah mimpi untukku.
“Aku minta maaf , Nadya. Aku berjanji akan mencintaimu.
Apakah kau juga berjanji akan mencintaiku juga?” tanyanya dengan pandangan mata
yang mampu melelehkan es di kutub sana. Aku tidak bohong.
Sambil menahan air mata, aku meringis lalu
menganggukan kepalaku.
Ia memelukku dan aku balas memeluknya erat.
Sekarang aku percaya bahwa mimpi itu bisa menjadi
kenyataan.
The End
No comments:
Post a Comment