Saturday, September 1, 2012

Niall Love Story


by @adindawungo , 17

Contestant of 1D Fanfic Contest

“Princess..”

Aksen Irlandia terdengar sayup di telingamu yang masih setengah terjaga. Perlahan kau membuka kedua kelopak matamu, membiarkan berkas sinar matahari menerangi iris mata cokelat gelapmu. Di sisimu, seorang pemuda pirang bermata sebiru samudera menyambutmu dengan dekapan hangat. Kau bisa merasakan sepasang lengan kekarnya memelukmu dengan protektif.

“Good morning, Nialler..”

“Mornin sleepy-head.” Sahut pemuda pirang tersebut lembut, “Today is a big day for ya, isn’t it? I will take care of you all day long.”

Kau hanya tersenyum tipis, “You’re too hyperbolic. Aku sudah sering melewati hari-hari semacam ini,” tukasmu sederhana, “Puluhan kali, just for your information. This ain’t my first time.”

Pemuda yang kau sapa Nialler tadi hanya mengangguk singkat, “You’re beautiful, and too strong for a little girl. That’s why I love you.” Sebuah kecupan singkat mendarat mulus pada keningmu. Membuatmu tertawa renyah.

“I love you too, my Fiancée.”

Ya, kau---gadis yang beruntung bisa memiliki seorang Niall Horan di sisi tempat tidurmu setiap hari---rupanya tak seberuntung kelihatannya. Mata cokelat bersinarmu memang bisa menyembunyikannya, begitu pula dengan bibir merah mudamu yang selalu merekahkan senyum. Jauh di dalam dirimu, ada sebuah penyakit berbahaya yang mengancam hidupmu. Kau terlahir dengan kelainan jantung, dan membuatmu kerap melakukan operasi klep jantung setiap beberapa bulan sekali.

Hari ini, adalah yang kesekian puluh kalinya kau menjalani operasi tersebut. Niall tahu akan hal itu, dan hal itu pula yang membuat pemuda Irlandia tersebut begitu mengagumimu sebagai tunangannya. Kau adalah gadis yang kuat, sangat sangat kuat.

Niall mendaratkan satu lagi ciuman pada dahi mulusmu, “C’mon get up from the bed. There’s some breakfast for you down stair, (Y/N).”

“Thank you, you’re the best.” Kau membawa Niall dalam pelukanmu, sebelum akhirnya berdiri dan turun untuk sarapan.

------------------

Sepanjang hari dihabiskan oleh kalian dengan duduk berdampingan di sofa dengan selimut, popcorn, soft drink dan setumpuk DVD. Siang telah berlalu dan sore kini menjelang, Niall memeluk tubuhmu---kekasihnya yang telah mendampingi hidupnya sejak dua tahun belakangan---dan menyandarkan dagunya pada bahu mungilmu, seolah tak akan pernah ingin dipisahkan.

“I love you, (Y/N).. Too much. You’re like an ecstasy, and I’m overdose.”

Kau tersenyum dengan rona merah pada pipimu. Tetapi sebelum kau sempat membalas ucapan Niall, pintu apartemen kalian menjeblak terbuka tanpa diketuk terlebih dahulu. Sedetik kemudian, muncul sosok pemuda berambut cokelat gelap ikal, disusul dengan yang berambut hitam legam kemudian di belakangnya muncul lagi dua pemuda berambut cokelat kacang. Yes, they are Harry, Zayn, Liam and Louis..

“Hey massive lazy couple,” Harry datang dengan wajah ceria, “Don’t you say that you guys spend all the day with a tons of DVD and cuddle up on couch..”

Niall melemparnya dengan sebutir popcorn, “Haha! Unfortunately, that’s pretty rite.”

Harry menangkap popcorn yang dilempar Niall dengan mudah, kemudian memasukannya ke dalam mulutnya, “By the way (Y/N), how are you today? You will go to the hospital tonight?”

“Yeah we’re here to support you.” Liam menyambung kalimat Harry.

Kau tersenyum simpul, memandang pada empat sahabat terbaikmu, “Yeah it will be my.. twenty first time? Or twenty third, maybe? Hah, I don’t even count that anymore..”

Kalian semua tertawa. Tetapi jauh dalam hatimu, kau bertanya-tanya.. Kapan semua ini akan berakhir?

Beberapa jam ke depan kalian habiskan dengan memasak dan menonton The Dark Knight Rises, film favorit kalian berenam. Hingga akhirnya malam menggantung di langit, kau harus bersiap-siap berkemas menuju rumah sakit untuk operasi. Orang tuamu dalam perjalanan ke sana, menemanimu melewati semuanya seperti biasa.

Harry bangkit berdiri dari sofa, “Well (Y/N), we have to go to do an interview. And Niall, join us as soon as possible. It won’t take a long time.” Ujarnya padamu dan Niall.

“We will visit you tomorrow with Perrie, El and Dani,” Zayn mengambil jaketnya, disusul dengan yang lain, “Good luck babe!”

Kemudian Louis memelukmu, “Yeah, we love you (Y/N)! Good luck. See you tomorrow.”

Keempat sahabat lelakimu bergantian mengucap salam, memelukmu dan berjanji akan datang menjengukmu besok. Kemudian mereka meninggalkan apartemenmu dan kau bersiap-siap menuju rumah sakit.

------------------

Hujan turun membasahi London pada malam itu. Kau duduk nyaman di dalam mobil sementara Niall memegang kemudi. Kalian berdua terdiam, menunggu satu sama lain untuk mengucap kata.

“Princess..”

“Yes, babe?”

“Are you alright?”

Kau hanya tertawa kecil, “Yes of course. Ini hanya operasi klep jantung biasa, Nialler… Bukan operasi besar, apalagi pencangkokan jantung..”

“Kapan kira-kira kau akan mendapatkan donor?”

Raut wajahmu berubah muram, “I don’t know.. Maybe someday.” Jawabmu singkat. Bertahun-tahun kau menunggu untuk mendapatkan donor, tetapi sampai sekarang hasilnya masih nihil. Hanya itu satu-satunya cara untuk memulihkanmu. Selama kau belum mendapat donor untuk operasi cangkok jantung, kau tak akan pernah sembuh.

“Yeah, Princess.. I believe one day you’ll be healthy as everyone else. I will always be by your side. I won’t go anywhere. I promise, Princess..” Niall berkata lirih dengan senyum khasnya. Senyum yang selalu membuatmu tergila-gila.

Bentley yang dikemudikan Niall berhenti pada lobby rumah sakit yang sangat familiar denganmu. Kau melihat kedua orang tuamu berdiri di dekat meja front office, menunggu kehadiranmu.

“I gotta go for a while to do a short interview.” Ujar Niall sembari menghela nafas.

Kau mengangkat bahu, “Okay, no problem.”

Niall menggenggam tanganmu, kemudian membawamu pada pelukannya. Ia tahu kalau kau sangat suka dipeluk, dan ia selalu mencoba melakukannya sesering mungkin. Bagimu, tak ada tempat yang lebih nyaman dibanding berada dalam pelukan Irish leprechaun-mu.

“You will survive, Princess.. You will life until you get very very old. We will make a good family..”

Setengah heran, tetapi kau hanya mendekap Niall-mu lebih erat lagi, “Yes babe, I will, we will. I love you.”

Nafas Niall berhembus hangat di tengkukmu, “I have a surprise for you. But you have to do your surgery first,” suara kekasih pirangmu berubah menjadi sebuah bisikan, “Aku akan menjadi orang pertama yang kau temui ketika kau bangun besok, as usual Princess.. And I will bring the surprise.”

Kau menjadi penasaran, tetapi rupanya kau menikmati rasa penasaran tersebut sehingga kau enggaan mendesak Niall untuk membeberkan rencananya, “Well, Prince.. Promise me?”

“I promise babe.”

Kemudian Niall mendekatkan wajahnya pada wajahmu, menciummu tepat di bibir untuk beberapa saat.

“Well, masuklah ke sana. Aku akan menyusulmu nanti, Princess..”

Kau mengangguk, kemudian mengambil tasmu dan membuka pintu mobil.

“Princess..”

Kau berbalik, “Yes, Nialler?”

“I really love you.”

------------------

Niall Horan mengemudikan Bentleynya dengan kecepatan sedang. Hujan belum kunjung reda, namun kabut mulai menipis. Si pemuda pirang kini berada dalam perjalanannya menuju rumah sakit setelah ia selesai dengan beberapa interview mendadak dari sebuah stasiun radio. Kota London mulai sepi, mengingat ini hampir tengah malam. Operasi tunangannya akan berlangsung kira-kira satu jam dari sekarang dan ia telah memperkirakan bahwa ia akan datang tepat waktu.

Tangannya merogoh saku jaketnya. Ia menggenggam kotak kecil berbahan beludru yang telah ia persiapkan jauh-jauh hari. Besok adalah saatnya, pikir Niall. Ia mencintai kekasihnya sebegitu dalamnya, walaupun ia tahu kalau kekasihnya sangat ringkih dan lemah. Tetapi hal itulah yang membuat Niall jatuh cinta. Bagaimana bisa ia melupakan sepasang mata bersinar yang selalu memancarkan kekuatan besar dibalik penyakit berbahaya yang membayanginya? He loves her, so damn much..

Kemudian pemuda tersebut meraih BlackBerrynya, membuka menu message dan mengetik pesan singkat. Ketika matanya sedang terpaku pada layar telepon genggamnya, tak sadar mobilnya melaju menerobos lampu merah.

“Shit, shit!”

Dan dalam tempo waktu bersamaan, sebuah truk besar datang dari arah samping. Niall menginjak pedal rem sedalam-dalamnya, namun naas sekali segalanya telah terlambat. Bunyi klakson truk dan Bentley pemuda Irlandia tersebut membahana, kemudian sepersekian detik selanjutnya, bunyi hantaman memekakkan telinga antara dua buah material sama keras membelah malam dan hujan.

Bentley Niall terhempas begitu saja sejauh beberapa puluh meter. Bunyi tubrukan antara logam dan aspal yang menyayat hati berkali-kali terdengar sebelum akhirnya mobil mewah tersebut teronggok mengerikan di pinggir jalan. Teriakan beberapa orang terdengar, meminta pertolongan kepada siapapun.

“Hey!! Is he still alive?”

“He’s still breathing!”

“Hold on, Kid! Please hold on!”

“Damn! His body stuck between the dashboard and seat!”

“Holy shit, he’s bleeding! So freakin much!”

Selanjutnya bunyi sirene ambulans menyusul. Orang-orang segera mengangkat tubuh tak berdaya Niall setelah menariknya paksa dari jepitan dashboard, air bag dan jok mobil.Lalu detik berikutnya, bau obat-obatan di dalam ambulans adalah hal terakhir yang dirasakan Niall Horan.

‘Good luck for your surgery. I’ll be there as soon as possible. I love you forever and always princess xx’

His message was still waiting to be sent.

------------------

“Mom, where’s Niall? He said he would be here before my surgery.” Kau bertanya pada ibumu dengan setengah kesal, “I was trying to call him but there’s no answer.”

Ibumu hanya mengangkat bahu, “I don’t know. Maybe he’s on his way, Sweetie..”

Seorang dokter dan beberapa suster memasuki kamar rawatmu. Ini berarti operasimu akan segera dimulai.

“No, no.. Can you delay my surgery? Just for a few minutes.. I’m still waiting for someone.” Tukasmu pada tim dokter yang akan mengoperasimu. Mereka hanya mengangguk, dan kemudian meninggalkan kamarmu.

“Damn, Nialler! Where are you?” kau mengumpat pada layar telepon genggammu saat operator telepon yang menjawab panggilanmu, not your Nialler.

Pintu kamarmu dibuka lagi, kali ini ayahmu yang muncul, “Hey, I wanna talk to you about something.” Ujarnya kepada ibumu. Kemudian tanpa berkata apa-apa mereka keluar kamar, meninggalkanmu sendirian yang masih sibuk dengan rasa kesalmu.

------------------

“Niall kecelakaan…”

Wanita paruh baya tersebut terperanjat mendengar pernyataan suaminya. Matanya membesar, “Then?”

“A truck hit his car. They can’t help him.. He’s dead.”

Wanita tersebut tak merespon, di wajahnya hanya tergambar keterkejutan yang amat sangat, seperti langit runtuh. Tubuhnya merosot, terduduk pada kursi di ruang tunggu.

Niall? Bagaimana bisa?

“Dia meninggal saat perjalanan ke rumah sakit,” pria tadi melanjutkan ucapannya, “And you know what? Nurses in the ambulance said that..” nadanya berubah, lirih sekali, “Niall’s last word was.. ‘If he was dead, gave his heart to (Y/N). He loved her so much.”

Ada hening yang sangat panjang, sebelum wanita tersebut pecah dalam tangis, “You must be kidding me! How could… Oh my God, Niall! I can’t believe it!”

“Yeah, yeah.. Me too. He’s too young, talented, and.. He loves our daughter, so does she..” ujar sang pria sembari memeluk istrinya.

Masih dalam tangisan memilukan, wanita tersebut bertanya, “Lalu, bagaimana?”

“Orang tua Niall tahu tentang hal ini. Mereka dalam perjalanan dari Mullingar menuju London. Dan mereka setuju untuk memberikan jantung Niall pada (Y/N). You know, his parents love (Y/N) so much.. Niall’s mother crying so hard.. Oh my God..” terang pria tersebut, berusaha menyembunyikan dukanya, “Niall ada di rumah sakit ini, jantungnya telah diambil dan golongan darahnya cocok. Tim dokter pencangkokan jantung dalam perjalanan ke sini. Kondisi (Y/N) dinyatakan prima untuk menjalani operasi besar ini.”

Wanita tersebut hanya diam, menangis pilu. Tak membayangkan reaksi anaknya jika tahu tentang hal ini. Semuanya akan menjadi sangat sulit.

Kemudian, derap langkah terburu-buru terdengar. Zayn, Harry, Liam dan Louis tergopoh-gopoh menghampiri pasangan paruh baya tersebut.

“Is Niall.. Is Niall…”

Louis bertanya panik, tak ada lagi ekspresi jenaka pada wajahnya. Hanya kengerian dan ketakutan yang amat sangat, sementara sang pria baya hanya mengangguk dan memeluk pemuda bermata cokelat tersebut.

Detik berikutnya, empat pria muda tersebut jatuh dalam tangis. Tangis yang paling pilu semenjak mereka tergabung dalam sebuah keluarga.

------------------

“They can’t wait anymore, (Y/N).”

Kau hanya menatap kesal pada telepon genggammu, kemudian gantian memandang ayahmu, “Well, well.. Let say Niall got a massive discount in Nandos and now he’s spending his time there. Very funny.”

Ayahmu hanya menatapmu pilu, tak bisa membayangkan reaksimu jika tahu yang sebenarnya. Kau bisa saja sangat shock dan penyakitmu kambuh, kemudian mengancam nyawamu juga, “Okay, love? Good luck. I love you.”

Kau membaca kekhawatiran dan kesedihan mendalam di mata ayahmu, “Oh c’mon dad, just a little surgery. I’m not the first-timer.. Where’s mom, by the way?”

“Yeah not a huge surgery..” ayahmu berusaha keras menutupinya, “Your mom is talking with the doctor.” Bohong ayahmu. Karena sesungguhnya ibumu sedang berada di Unit Gawat Darurat---tempat Niall sebenarnya berada---dan tak bisa menemuimu karena takut tak bisa membendung air mata.

Beberapa suster kemudian mendorong tempat tidurmu menuju ruang operasi. Kau tak tahu, kalau beberapa saat lagi jantung orang yang paling kau cintai akan menggantikan jantungmu.

------------------

“Well done, well done..”

Suara tim dokter berbisik di dalam ruangan operasi. Operasi selama beberapa belas jam telah berhasil ditaklukan, dan tak ada reaksi penolakan dari tubuhmu atas jantungmu yang ‘baru’.

Jantung Niall rupanya berfungsi. Sangat berfungsi dan cocok untukmu.

Because.. He loves you so much until the rest time of his life, perhaps?

------------------

Four days later..

“Hey (Y/N)! You’re finally awake!”

Kau merasa begitu lelah, tubuhmu kaku, tetapi kau tak pernah merasa sesehat ini sebelumnya. Suara husky Zayn menyadarkanmu dengan cepat.

“Hello Zayn..” ujarmu lirih, “Where’s Niall? Where’s my mom and dad? Where’s the other lads?”

Zayn menggigit bibirnya---kebiasaannya ketika ia panik dan nervous, “Uh, emm.. The other lads are going to get their brunch. Your parents are talking to the doctor.”

“And Niall? Where’s that Irish bastard?”

Kini Zayn mengacak rambutnya, makin panik, “Uh, Niall.. He went to.. Mullingar! Yeah, he went to Mullingar yesterday..”

Wajar, kau merasa begitu marah, “WHAT? MULLINGAR? He promised me that he would be the first person I saw when I opened my eyes..” dan memberimu kejutan, tentu saja.

“Err.. I don’t know, (Y/N).. Really.” Tukas Zayn cepat, “Are you feeling great now?”

Kau mengacuhkan Zayn dan meraih telepon genggammu untuk menghubungi Niall, tetapi ketika kau melihat tanggal dan hari yang tercantum, kau terperangah.

“Zayn! Today is Sunday!”

“Yeah rite. Why?”

“God! I supposed to wake up at Thursday! I slept for 4 days! Something’s wrong here!”

Zayn makin panik, “Err.. Why did you ask me? I don’t know anything babe..”

Kemudian pintu kamarmu dibuka dan tiga sosok pemuda serta tiga perempuan menghambur ke arahmu, menghujanimu dengan pelukan. All the rest of the lads are here, except your lovely Nialler..

“Hello El, Perrie, Dani, Liam, Louis, Hazza..”

“Hi (Y/N)! How are you?” Eleanor mengusap rambutmu dengan senyum.

“I’m feeling so damn great and healthy..” jawabmu pendek, “Guys, where’s Niall? He went back to Mullingar? Is he kidding me?”

Pertanyaanmu dijawab dengan keheningan.

“Why did he left me and break his promise? He supposed to be here when I woke up! He said he had a surprise for me!” kalimatmu berurut panjang, mengabsen kekecewaanmu pada pria pirang yang kau cintai.

Tak ada jawaban, hanya Danielle dan Eleanor yang keluar dari kamar tanpa permisi.

Harry berdeham, “Err.. Ehm, (Y/N).. Niall was..”

“Sweetie?”

Ucapan Harry dipotong oleh suara ibu dan ayahmu yang tiba-tiba memasuki kamarmu.

“Tell me the truth.. Where’s Niall?” kekecewaan dan kekhawatiranmu tak bisa disembunyikan, “Mom, Dad.. Where’s Niall?”

Ada jeda panjang yang diisi oleh keheningan. Ibumu mulai terisak. Kau mencium ada sesuatu yang tidak beres, “Mom, why did I sleep for 4 days? It supposed to be only a day..”

“(Y/N), listen to us.” Akhirnya ayahmu angkat bicara.

“Yeah I’m currently listening to you.”

“Niall isn’t here.”

“I know, he’s in Mullingar. Isn’t he?”

Ayahmu mengangguk, “Yeah..”

Semua tertunduk, kini giliran Perrie yang keluar kamar, menahan tangis.

Kau heran, jelas sekali ada sesuatu yang salah di sini. “Damn, what happened? Why all the girls cried?” tukasmu. Kemudian ibumu menghampirimu, memelukmu erat sembari ayahmu memberikan penjelasan. Ayahmu tahu, cepat atau lambat semuanya akan terbongkar. Tak ada gunanya merahasiakan semua darimu.

“His body is in Mullingar.. Lay down forever there..”

Semakin tak mengerti, kau mulai histeris, “What?!”

“When Niall drove his car to back to this hospital, he had a car accident..”

Kau terperanjat, merasa duniamu hancur saat itu juga.

“Then…” kalimatnya tertahan di tenggorokan, “He’s dead..”

Lagi, kau hanya terdiam. Tubuhmu mendadak kaku, dan buliran-buliran air mata membasahi pipimu. Pikiranmu kosong, seperti dirampas tiba-tiba. Kau tak bisa berpikir, berbicara, atau bahkan bergerak. Kau pasti hanya bermimpi.. Mungkin ini adalah salah satu dari rencana Niall untuk mengejutkanmu.. Ya, pasti begitu.. Niall tak mungkin pergi meninggalkanmu.. Apalagi untuk selamanya..

“And the nurses in the ambulance said..” ayahmu menarik nafas panjang, suaranya hanya menjadi sekilas bisikan, “Niall last word was.. Commanded to gave you his heart..”

Air matamu mengalir deras, sangat deras. Kau merasa seperti ada palu besar yang menghantammu tepat di dada. Sakit, sangat sangat sakit.

“You lie!” kau mulai menangis, “Niall said.. He would never leave me.. He would always be with me..” kalimatmu mengalir pilu, “And you know? NIALL HORAN NEVER BREAKS HIS PROMISE!”

Ibumu memelukmu erat, begitu juga dengan Zayn, Liam, Harry dan Louis. Saat itu juga kau sadar kalau mereka tak berbohong. Louis tak bisa pura-pura menangis, begitu pula Zayn, Harry dan Liam. Tetapi kini kau melihat mereka pun menitikan air mata pilu. Kau berontak, berusaha menangis sejadi-jadinya dan memukul-mukul dadamu, berharap kau akan jatuh pingsan seperti biasanya jika kau merasa terlalu marah atau sedih. Tetapi semuanya nihil, jantung Niall dalam dirimu bekerja terlalu baik.

“I DON’T NEED HIS HEART!! ALL I NEED IS HIM!”

“We know.. We know, (Y/N).. We need him too..” suara Liam terdengar pecah, “But that already happened..”

“BULLSHIT!! HE SAID HE WOULD BE HERE AND GAVE ME A SURPRISE!” kau berteriak, masih berharap kau akan jatuh pingsan dan terbangun dengan Niall berada di sisimu dengan lengannya yang memelukmu erat seperti biasanya, “I DON’T NEED A SURPRISE LIKE THIS HORAN!”

Kau tak pernah membayangkan akan kehilangan Nialler-mu, tak pernah sedetikpun. Yang kau takutkan selama ini adalah kau yang akan meninggalkannya karena penyakitmu, bukan sebaliknya. Kini kau tak akan pernah lagi mendengar sebutan ‘Princess’ yang sangat kau sukai, atau menghabiskan waktu dengan bersandar pada dada bidangnya sembari bercerita tentang hari-hari yang kalian lewati.

“Nialler.. You’re a liar.. WHY DID YOU LEAVE ME? YOU’RE A FUCKIN BASTARD! ”

Kau begitu mencintai pemuda pirang Irlandia-mu. Kau menyukai caranya tertawa, kau menyukai kejutan-kejutan kecilnya, kau menyukai caranya menciummu atau caranya bermain dengan rambutmu. Dia selalu bilang bahwa kau begitu wangi, itu sebabnya ia selalu memelukmu. Kau masih ingat saat terakhir kau bertemu dengan Niall-mu, bagaimana ia memelukmu, bagaimana ia mengecupmu, bagaimana ia memanggilmu princess, dan bagaimana caranya berkata kalau dia mencintaimu.

Ayahmu kemudian menghampirimu, dengan matanya yang mulai berkaca-kaca, ia merogoh saku jasnya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah.

“They found this in Niall’s pocket..” ayahmu meletakannya di telapak tanganmu yang gemetar hebat, “I guess.. That’s the surprise.. I’m so sorry sweetie..”

Kau menggenggamnya dan kemudian dengan tanganmu yang lemah dan gemetar kau membukanya.

Adalah sebuah cincin perak dengan berlian berwarna kebiru-biruan yang berkilau indah---mengingatkanmu pada warna mata Niall-mu, mata yang membuatmu tak pernah bisa melupakannya sejak pertama bertemu. Di dalamnya terukir halus sebuah frasa sederhana---membuat tangismu semakin pecah.

‘Forever yours, xx’


No comments:

Post a Comment