by Fanni Pradita , 16
LOLS
Apakah
karena suasana malam terlalu hening sehingga aku bisa mendengar degup jantungku
sendiri? Aku juga tak mengerti kenapa bisa sekuat itu. Nafasku saja aku sampai
tidak bisa mengendalikannya. Cepat sekali. Ini sudah kelima kalinya aku melihat
huruf-huruf itu di dalam tidurku. Aku tidak mengerti sama sekali. Sebenarnya
apa yang ditunjukkan Tuhan sehingga aku selalu terbangun tengah malam seperti
ini?
Aku
beranjak dari tempat tidurku. Memperhatikan diriku melalui pantulan cermin,
kurangkai huruf-huruf itu menjadi sebuah kata. Sembari berpikir, aku
mendongakkan kepalaku. Kudapati diriku yang baru bangun tidur ini sedang
berpikir tengah malam seperti orang bodoh.
***
Gadis
ini lagi-lagi berdiri di hadapanku memamerkan sebaris kawat giginya.
Memandangku dengan tatapan kagum. Dia adalah gadis yang selalu membuatku
pusing. Dia selalu ada di hadapanku. Padahal telah kuperintahkan dia untuk
berhenti. Tapi sepertinya perintahku hanya lewat telinganya saja.
“Hai..
Lou.. Kau sudah sarapan?” tanyanya saat aku mencoba untuk melewatinya.
“Uhmmm..
Mungkin belum” Hanya demi image- ku aku membalas petanyaannya. Pertanyaan sama
yang selalu ia lontarkan setiap pagi.
“Kau
mau ini?” Dia menyodorkan sebuah lolipop kepadaku. Orang lapar mana mungkin
makan lolipop. Pikirku. Tapi demi image-ku, aku terpaksa menerimanya.
“Thanks”
Dia pun tersenyum dengan bahagianya. Masih memandangku. Sedangkan aku hanya
membalasnya dengan senyuman tipis andalanku.
Sepanjang
pelajaran, aku hanya memutar lolipop itu. Tidak memakannya. Apa yang merasuki
perempuan itu? Aku tahu aku memang tampan, tinggi, cool, dan yah.. mungkin
memang tidak terlalu pintar.. tapi sedikit.. ya sedikit pintar, dan
humoris. Tapi dari segi mana,
diriku telihat menarik untuknya? Aku tahu dia memang sedikit nerd, norak, dan
termasuk golongan murid yang selalu belajar, belajar, dan belajar. Aku memang
tidak satu kelas dengannya. Tapi dari kacamatanya yang besar dan selalu
bertengger di hidungnya itu, bisa menjelaskan semuanya.
Lolipop
yang kugenggam ini hampir jatuh saat kudengar suara teriakan yang cukup
familiar di telingaku.. Siapa lagi kalau bukan suara Niall?
“Hey..
Lou.. Apa yang kau lakukan?” tanya Niall menggebrak meja di hadapanku. Terkejut,
aku langsung menyadarkan diriku dan membalas pertanyaannya.
“Uhmm..
Nothing..” jawabku canggung.
“Ayo
kita segera ke kantin.. Aku takut jika stik coklat itu habis diserbu yang lain.
Ayo Lou” Niall menarik tanganku kuat sehingga aku berdiri. Aku baru sadar jika
pelajaran Bu Madison sudah habis digantikan oleh jam istirahat. Selama itukah
aku melamun.
“Apa
itu?” tanya Niall menunjuk lolipop yang masih kegenggam. Langsung saja aku
berikan padanya. Mengingat dia memang penyuka makanan. Tidak salah kan?
“Oh..
Thanks Lou... Tapi kau belum menjawab pertanyaanku.”
“Jika
kau masih menunggu jawabanku, aku akan mengambil lolipop itu kembali” jawabku
dingin. Menjelaskan pada Niall sama saja menghabiskan napas. Detik itu juga
Niall langsung menutup mulutnya dengan lolipop. Lihat.. Dia bahkan lupa membuka
bungkusnya.
***
Ini
hari kedua aku memimpikannya.. Aku memimpikan seorang perempuan memberikanku
secarik kertas bertuliskan ‘brace’ dengan huruf R ‘besar’. Apakah ini tandanya
huruf R setelah sebelumnya aku menemukan huruf G??
Gelap,
disini gelap sekali... Aku bahkan tak dapat melihat tanganku. Aku juga bahkan
tak dapat memegangnya!! Apakah ini yang disebut surga? Tapi aku tidak yakin
karena di sini gelap sekali. Jadi di mana aku? Tiba-tiba kurasakan sesuatu yang
lewat di depanku. Aku tidak tahu pasti tapi sepertinya itu seseorang. Dia
berdiri membelakangiku. Ketika hendak membalikkan badannya, tempat ini menjadi terang
kembali. Mengingat seseorang yang telah membuatku penasaran berada di
hadapanku, segera aku mengalihkan pandanganku kepadanya. Tapi yang kudapati
hanyalah ruangan kosong berwarna putih. Tiba-tiba secarik kertas terangsur di
mukaku. Dengan segera aku mengambilnya dan sedikit kurapikan kertas yang sudah
lusuh dengan mengibaskannya. Di sana terdapat 5 susun garis panjang dengan
sebuah not kunci. Aku tidak tahu pasti tapi kuyakini jika itu adalah kunci G
karena berada di awal 5 garis panjang itu. Tak lama seseorang itu memberikan
sebuah kacamata. Kucoba mengamati wajahnya. Tapi tidak kelihatan karena
tertutup rambut panjangnya yang lurus. Aku mencoba menutup mataku dan
membukanya kembali. Ternyata kudapati diriku berbaring di atas kasur.
Kira-kira
seperti itulah mimpiku yang sebelumnya. Aku tidak mengerti dengan mimpiku
sendiri. Kuharap ini bukanlah mimpi buruk.
***
Mimpi
semalam membuatku malas bersekolah. Apalagi Bu Dini mengambil jam pertama.
Membuatku tambah malas.
Sesampainya
di kelas, kudapati Harry si rambut keriting dengan Niall si rambut pirang
menduduki mejaku. Dua bocah ini terlihat sedang mengagumi kacamata. Sepertinya
kacamata baru. Biar kutebak.. pasti ini milik Harry. Aku sudah membayangkan
dirinya menggoda perempuan di sekitarnya dengan kacamata barunya.
“Morning
Louis” sapa Harry melambaikan tangannya dan menunjukkan lesung pipinya.
“Kacamata
yang bagus, Haz” aku memuji kacamata yang bertengger di hidungnya.
“Tentu..
Kacamata ini baru dibelikan Anne kemarin malam” sudah kuduga
“Look
how sexy i am” katanya sambil memeragakan seorang model bergaya di catwalk.
Bedanya, dia mengibaskan rambut keritingnya yang menurutku lucu itu.
“Ya..
ya terserah padamu, Haz.. But your glasses is amazing” kata Niall
“What
about me?” tanya Harry dengan jari telunjuknya mengarah padanya.
“Kau
lebih mirip tukang sampah.. Hahahha” jawab Niall membuatku tertawa geli. Tapi
tunggu.. kacamata? Bukankah itu yang muncul di mimpiku. Glasses di awali dengan
huruf G.
“Hahahahahaha”
terdengar gelak tawa muncul di belakang kami. Sontak aku menoleh dan kudapati
Zayn dan Liam di sana.
“Apa
yang kalian tertawakan?” tanyaku heran saat kuperhatikan sekelilingku. Tidak
ada yang lucu.
“Kenapa
kau tertawa Zayn?” Liam balik bertanya pada Zayn.
“Aku
tertawa karena mereka tertawa” jawab Zayn polos. “Kenapa kau tertawa Liam?”
“Aku
tertawa karena kau tertawa, Zayn” jawab Liam yang sekarang memainkan curls
Harry.
“Watch
out Liam.. Harold is mine” Aku langsung mengambil posisi Liam. Aku tidak ingin
curls Harry dimainkan orang lain. Kalian tahu? Aku berani bertaruh jika jutaan
wanita di dunia ini pasti ingin memegangnya.
Aku
langsung melirik Liam yang sedang menatapku dengan tatapan ‘Okay Lou.. terserah
kau saja’
Aku,
Harry, Niall, Liam, dan Zayn memang berteman akrab bahkan sangat akrab. Kami
bahkan tinggal bersama dengan menyewa tempat di dekat sekolah. Ini memang
sedikit menguji kemandirian kami. Kami saling mengenal satu sama lain. Bahkan
kebiasaan mereka pun aku hapal. Kebiasaan kentut Niall misalnya. Banyak
kejadian-kejadian lucu di antara kami. Aku dan Harry pernah berenang hanya
mengenakan boxer. Setelahnya, kami menempelkan boxer basah itu ke wajah Niall.
Itu tidak akan kulupakan saat wajah Niall memerah karena kesal. Dia bahkan
pernah tidak mau berbicara denganku saat kucuri chips kesukaannya. Bersama
dengan mereka membuatku melupakan masalah yang kuhadapi.
Sepanjang
jalan menuju kantin, kami berlima melangkah dengan kaki yang sama dan gaya yang
sama. Mantap dan percaya diri. Itulah kami. Puluhan gadis-gadis mengekor di
belakang kami dengan ekspresi mereka yang histeris. Harry yang paling semangat
dalam hal ini. Dia berlagak bak seorang artis yang menjumpai penggemarnya. Dia
bahkan dengan senantiasa menerima nomor handphone yang gadis-gadis itu berikan.
Kami berempat biasanya hanya menggelengkan kepala melihatnya. Aku sendiri tidak
tahu sebab gadis-gadis itu melakukan hal seperti itu setiap harinya. Aku mulai
bosan.
“Hey..
Lou.. Itu penggemar setiamu” Niall menunjuk seorang perempuan dengan kacamata
besar sedang memamerkan kawat giginya. Ternyata perempuan yang sama. Dan
tatapan yang sama.
“Hai..
Lou.. Kau sudah makan?” tanyanya. Masih dengan pertanyaan yang sama.
“Uhmm..
Aku memang sedang mencari makan” jawabku malas.
“Terimalah
ini.” Lagi-lagi gadis ini menyodorkan makanan padaku. Tapi makanan yang dia
sodorkan bukan lagi lolipop melainkan wortel.
“Wortel?
Lou.. dia tahu tipe perempuan yang kau suka” kagum Zayn.
“I
like girl who eat carrots” Liam menirukan gaya bicaraku. Aku hanya menatap
mereka sinis.
“Maaf..
nerd.. aku tak bisa menerimanya.” Jawabku dingin seraya berlalu
meninggalkannya. Menabrak bahunya. The boys mengikuti di belakangku. Aku yang
paling tua di sini. Jadi aku terlihat menjadi leader di antara mereka.
“Sebenarnya
apa yang dia inginkan darimu, Lou?” Harry melemparkan pertanyaan begitu sampai di
kantin yang membuatku hilang nafsu makan.
“Ya,
dia sama sekali bukan tipemu.” Timpal Liam.
“Sepertinya
aku suka dia” tambah Niall mengunyah wortel dan lolipop sekaligus. Heran
darimana dia mendapatkannya, aku mengintrogasinya.
“Sebenarnya
gadis itu memberikannya padaku untuk disampaikan kepadamu. Karena perutku yang
sudah meronta ini tidak sabaran, jadi kumakan saja. Kau tidak keberatan kan?”
Niall terus saja mengunyah wortel itu membuatku kurang mengerti ucapannya.
Karena tahu ucapannya tidak terlalu penting, aku hanya menggelengkan kepala.
Mengiyakan.
“Louis,
kau bahkan tidak menjawab pertanyaanku” Harry memajukan bibir bawahnya tanda
kesal kepadaku. Aku hanya asyik dalam pikiranku sendiri sambil memandangi Niall
yang sedang mengunyah wortel yang masih belum habis. Sepertinya perlu waktu
lama baginya untuk menghabiskannya. Aku yang malah geram dengan tingkahnya, tiba-tiba
muncul pikiran jahilku. Aku mendorong-dorong wortel itu untuk masuk sepenuhnya
ke mulut Niall. Niall meronta-ronta menyuruhku berhenti. Sampai-sampai dia
tersedak. Aku tertawa bersama The Boys yang lain.
“Aku
harus ke toilet dulu. Aku duluan guys” Aku permisi kepada yang lainnya. Saat
aku berbalik, kepalaku dihantam oleh benda yang tidak terlalu keras tapi cukup
menyakitkan. Aku menunduk memastikan benda tersebut. Saat kutolehkan kepalaku,
benar saja Niall mencibirku. “Itu balasanku Lou!” teriaknya. Aku segera
memungut wortel itu dan membuangnya ke tempat sampah.
***
Aku
berada di ruang yang gelap. Gelap sekali. Sepertinya aku sudah pernah
mengunjungi tempat ini. Tapi kapan? Aku berusaha mengingatnya. Seorang
perempuan berambut panjang lurus berdiri di hadapanku. Sepertinya kami pernah
bertemu. Saat aku hendak menghampirinya, ia menghilang. Entah kemana. Aku
berjalan mengelilingi lingkaran kecil. Bingung. Itulah yang kurasakan. Pasrah,
aku membenamkan wajahku di tanganku. Kulihat lagi sekeliling. Kudapati
perempuan itu lagi. Dia menghampiriku. Meskipun wajahnya tak terlihat, tapi
kuyakini wajahnya pasti cantik. Secantik bunga mawar yang tumbuh di antara
bunga yang gersang. Aku menutup mataku. Di sana aku melihat huruf A. Huruf A
untuk smart. Aku tidak yakin tapi bisa kurasakan wanita itu pintar. Karena
kulihat memang seperti itu. Itu bisa dilihat dari mimpi ku kemarin malam.
Kacamata. Aku membuka mataku untuk melihat perempuan itu lagi. Tapi yang
kudapati hanyalah diriku terbaring di kasur. Lagi.
***
Aku
sudah menemukan huruf G, R, dan A. Apa maksud dari semua ini. Aku berencana
untuk menceritakan pada The Boys mengenai ini. Tapi rasa maluku
mengurungkannya. Mereka akan tertawa. Apalagi Niall. Aku hanya bisa memukul
kepalaku sebagai perintah bahwa ini akan baik-baik saja. All is well.
“Louis
Tomlinson!!” teriak seseorang yang kuyakini Bu Emma. Terdengar dari suaranya
yang killer itu. Kurasa gerak-gerikku lebih menonjol dibanding yang lainnya. “Apakah
kau menyimak pelajaranku!?” tanyanya dengan mata yang membesar. Aku tidak
berani menatapnya.
“Te-tentu
saja. Trigonometri sangat menyenangkan” jawabku asal.
“Trigonometri?!
Kita bahkan sedang mempelajari Geografi?!” Bu Emma menekan kata Geografi.
Kurasa akan ada singa yang mengaum. Tapi daripada itu, kurasakan gelak tawa
mereka jauh terdengar. Apalagi suara gelak tawa The Boys yang palig keras.
“Baiklah..
Jika kau bisa menjawab pertanyaanku, maka aku akan melepaskanmu. Tapi jika
tidak, aku akan melepaskanmu... keluar” ancam Bu Emma menunjuk kerah pintu.
Aku
hanya menelan ludah dengan susah payah. “Apa yang membuktikan bahwa bumu itu
bulat?” Telunjuknya mengarah padaku. Membuatku bergidik ngeri. Tidak tahu apa
yang harus kulakukan, kujawab maksudku. Aku hanya menggelengkan kepala.
***
Gadis
ini berdiri di hadapanku lagi saat aku menutup pintu kelas. Tapi aku tidak
mengindahkannya. Aku hanya lewat dengan tatapan yang dingin. Heran bagaimana
dia bisa keluar kelas pada saat jam pelajaran. Apakah dia dihukum juga?
“Hei..
Lou..” sapanya. Aku menghentikan langkahku dan berbalik. Hanya demi image-ku.
Aku tidak ingin dinilai seseorang sebagai laki-laki yang angkuh. Saat aku
berbalik, aku melihat ia menyerahkan sebuah kotak kecil kepadaku.
“Ini
untukmu. Aku yakin kau sedang bosan” jawabnya setelah aku memberikan ekspresiku
heranku. Aku hanya diam lalu memasukkan kotak kecil itu ke saku blazer
sekolahku. Kemudian berlalu.
“Kau
tahu?” aku terpaksa membalikkan tubuhku lagi saat ia mengeluarkan sepatah
kalimat. “Yang membuktikan bumi itu bulat adalah ketika kita berjalan ke timur
maka kita akan kembali lagi ke timur. Itu sudah dibuktikan oleh penjelajah
dunia” katanya lagi. Ia tersenyum tipis padaku. Lalu membalikkan tubuhnya dan
segera berlari. Gadis aneh. Pikirku.
Aku
mendapati diriku diam mematung seperti orang bodoh. Ingin rasanya aku
menanyakan.. bukan.. bukan mengenai asal darimana dia tahu mengenai ‘bumi itu
bulat’ karena aku yakin dia memang pintar. You know.. nerd. Tapi lebih mengenai
asal darimana dia tahu mengenai apa yang aku alami barusan. Masa bodoh, aku
segera melupakan kejadian tadi dan bermaksud kembali ke tujuan awalku. Kantin.
Saat
aku membalikkan badanku. Kudapati seorang gadis lagi. Tapi dia tidak memakai
kacamata besar dan berkawat gigi. Gadis ini lebih pantas disebut sebagai gadis yang sebenarnya.
Kaki jenjang, brunette, dan hal-hal cantik lainnya. Aku berjalan
menghampirinya. Dia Elle. Pacarku.
“Kau
kenapa?” tanyaku saat kulihat wajahnya yang sedang gusar itu.
“Aku
dimarahi Bu Diana karena memakai rok terlalu pendek. Apa menurutmu ini terlalu
pendek?” Elle memperlihatkanku roknya yang hanya sebatas paha itu. Aku langsung
membuang pandanganku. Takut pikiran kotorku keluar.
“Kau
tetap cantik Elle” Aku menarik wajah Elle ke arahku. Aku tahu ini dilarang di
sekolah. Tapi aku tidak dapat menahannya. Wangi parfum yang aku suka itu
tercium di hidungku. Elle mulai menarik wajahku ke arahnya sehingga wajah kami
hanya menyisakan beberapa inci. Ketika bibir kami hampir bersentuhan, sesuatu
menyita perhatianku. Seorang peremuan mengintip dari balik dinding itu. Begitu tahu
aku menangkapnya melihatku, ia segera berlari. Aku tidak yakin. Tapi sepertinya
itu memang si nerd. Bisa terlihat dari kacamatanya yang berukuran besar itu. Aku
langsung menjauhkan wajahku ke belakang. Mundur.
“Kau
kenapa babe?” tanya Elle heran.
“Nothing,
babe.. Ayo kita pergi dari sini” bujukku menggandeng tangannya.
***
Aku
dan The boys berencana untuk ke arena futsal siang ini. Maka dari itu, aku
bersiap memakai jersey favorite-ku. Manchester United. Aku sudah menelepon
mereka untuk memakai jersey yang sama. Awas saja jika salah satunya tidak
menuruti perintahku.
Cuaca
yang cerah mengizinkan kami pergi ke luar. Meskipun matahari dengan teriknya memancarkan
pesonanya. Kami tidak begitu memedulikan.
Sesampainya
di halte bus, terkejutnya aku saat kulihat gadis itu berada di hadapanku lagi.
Bedanya, dia tengah memeluk lututnya seraya mengeluarkan air mata. Matanya
memerah. Begitu pula hidungnya. Aku tidak begitu memedulikannya. Lagipula itu
bukan urusanku. Aku diajarkan orang tuaku untuk tidak mencampuri urusan orang
lain. Aku memerintahkan diriku sendiri untuk tidak mencari tahu.
“Dia
gadis yang mengincarmu, Lou” Zayn berbisik padaku.
“Sudah
biarkan saja, Zayn”
“Tapi
dia menangis, Lou” bisik Niall yang tiba-tiba berada di sebelahku.
“Sudah
kubilang biarkan saja, Niall”
“Coba
kau hampiri dulu, Lou” timpal Liam.
“Oh..
Ya ampun aku tidak kuat melihat seorang gadis menangis” Harry memeluk Niall
secara dramatis membuatku hanya menggeleng kepala.
“Heii..
lihat” Syukurlah bus berhenti di depan kami jadi aku tidak pelu repot-repot
meladeni mereka. Kami melangkah memasuki bus. Segera bus melaju meninggalkan
halte. Dari sini, kulihat gadis itu masih memeluk lututnya dengan mata yang
masih berair. Entahlah. Ada sesuatu yang seolah menekan dadaku.
***
“We
break up” aku menekan 3 kata itu supaya terdengar jelas di telinga Elle.
Setelah sebelumnya dia merengek kepadaku untuk menarik ucapanku yang 3 kata
itu.
Kemarin
kami dikalahkan tanpa balas oleh kelompok lawan kami yang memakai jersey
Liverpool. Asal kalian tahu, Manchester United memang musuh dari Liverpool pada
kenyataannya. Tapi kenapa harus kami yang kalah. Tentu saja aku tidak ingin
menanggung malu. Aku berusaha mencari alasan kenapa kami bisa kalah. Dan salah
satunya adalah perbandingan jumlah kelompok mereka lebih banyak dibandingkan
kami. Bukan hanya itu saja yang membuatku kesal. Ternyata salah satu dari
kelompok mereka yang kuyakini adalah leader-nya menjalin hubungan dengan
pacarku Elle di belakangku. Jika kalian jadi aku, kalian pasti akan menghajar
si lelaki itu. Tapi tidak denganku. Aku berusaha meminta penjelasan dari Elle.
Ternyata janji jari kelingking hanyalah 2 buah jari kelingking yang saling
mengait belaka tanpa ada unsur janji yang sebenarnya.
“Tunggu,
Lou!!” teriak Elle saat aku sudah berada di seberang koridor. Aku tidak perduli
dengan orang-orang yang mulai memperhatikanku. Menyebutku sebagai laki-laki
yang tidak punya perasaan. They don’t know the fact.
Aku
membawa diriku sendiri ke gudang sekolah. Menyembunyikan tanganku di saku
blazer seragamku ini. Hari ini sungguh dingin. Sedingin suasana hatiku.
Kusalahkan hujan sebagai penyebabnya. Aku meraba benda asing di sakuku. Heran,
aku segera mengeluarkannya dari sana dan kuamati. Memiringkan kepalaku sembari
berpikir. Pernah kulihat kotak ini sebelumnya. Aku memaksakan diriku untuk
mengulang kejadian kemarin-kemarin. Selang beberapa menit, baru kusadari bahwa
kotak kecil ini adalah kotak yang diberikan oleh si nerd. Maksudku gadis dengan
kacamata besar dan kawat giginya. Kotak berwarna coklat dengan ukiran bunga di
atasnya. Dengan rasa penasaran yang berkecambuk, aku membuka kotak tersebut
perlahan. Kudapati patung gadis kecil berdiri dan berputar sesuai dengan alunan
lagu yang dikeluarkan dari dalam kotak ini. Di sana tersimpan secarik kertas
berlipat-lipat kecil. Membuka lipatan-lipatan kecil itu dengan perlahan,
munculah beberapa baris tulisan rapi yang kuyakini adalah tulisannya.
I Wish
She takes your hand
I die a little
I watch your eyes
And I’m in little
Why can’t you look at me like that
I die a little
I watch your eyes
And I’m in little
Why can’t you look at me like that
When you walk by
I try to say it
But then I freeze
And never do it
I try to say it
But then I freeze
And never do it
My tongue gets tight
The words can’t trade
The words can’t trade
I hear the beat of my heart getting louder
Whenever I’m near you
Whenever I’m near you
But I see you with her slow dancing
Tearing me apart
Cause you don’t see
Tearing me apart
Cause you don’t see
Whenever you kiss her
I’m breaking,
Oh how I wish that was me
I’m breaking,
Oh how I wish that was me
She looks at you
The way that I would
Does all the things, I know that I could
If only time, could just turn back
Cause I got three little words That I’ve always been dying to tell you...
The way that I would
Does all the things, I know that I could
If only time, could just turn back
Cause I got three little words That I’ve always been dying to tell you...
Aku membaca kata demi kata dengan mengerutkan
keningku. Aku bisa membuat kesimpulan bahwa dia menyukaiku dan cemburu ketika
aku bersama Elle. Sudah kuduga dia menaruh hati padaku. Bel masuk berdentang.
Aku segera melipat-lipat kecil kertas itu dan menyimpannya di tempat semula. Baru
kusadari jika gadis itu belum menunjukkan batang hidungnya hari ini.
***
Aku
berada di tempat yang terang. Terang sekali. Aku sampai menutupi mataku dengan
kedua tanganku menghalangi cahaya yang masuk. Aku mencoba menerka aku di mana.
Detik itu juga, seorang gadis berambut lurus dan panjang menghampiriku. Dia
terlihat berbeda. Sedih sekali. Dia memberikanku sejumlah permen. Aku meraihnya
dan tersenyum. Entah kenapa aku juga merasakannya membalas senyumku.
Aku
segera memeriksa tanganku. Tapi yang kudapati hanyalah tanganku yang sedang
menggenggam. Tak tahu menggenggam apa. Ternyata aku terbangun lagi. Masih
dengan mimpi yang sama. Kali ini gadis itu memberikanku permen. Aku mencoba
menebak huruf apa selanjutnya. Permen diawali dengan huruf C dengan Candy.
Pikirku. Jadi huruf selanjutnya adalah C?
***
Sepertinya
otakku sudah mulai tidak waras. Kudapati diriku menunggu gadis itu. Aku juga
tidak tahu apa yang merasukiku. Aku hanya ingin melihatnya memberikanku permen
lolipop di sana dan tersenyum memamerkan kawat giginya itu. Tapi itu sepertinya
tidak akan terjadi pagi ini. Karena dia tidak menunjukkan tanda-tanda dirinya.
Di
seberang sana kulihat Elle sampai di sekolah. Sepertinya dia di antar oleh
lelaki sama yang ber-jersey-Liverpool kemarin. Dilihat dari seragamnya,
sepertinya dia bukan siswa sekolah ini. Tidak tahu kah dia jika aku ke sini
mengandalkan kakiku di tengah hujan? Hanya saja hujannya sudah reda. Jika
belum, aku akan berada di sana yang pertama kali menertawaimu dengan pacarmu
yang kurang ajar itu basah kuyup
Aku
memerhatikan seseorang yang sedari tadi berada di belakang Elle. Perlu waktu
lama bagiku untuk menyadari jika dia adalah.. nerd? Tapi seseorang di
sebelahnya lebih menyita perhatianku. Dia laki-laki yang juga nerd. Apakah
seorang nerd juga berpacaran dengan seorang nerd? Aku memperhatikan mereka
sampai mereka menghilang di balik belokan koridor itu. Yah.. itu bukan
urusanku. Lebih baik urus dirimu sendiri Lou. Aku mulai memerintahkan diriku
sendiri.
Seusai
pelajaran, aku menghabiskan jam kosong dengan pergi ke kantin. Bersama dengan
The Boys tentunya. Inilah kebiasaan kami setiap ada jam kosong. Sepanjang
jalan, kami berpapasan dengan nerd perempuan dan nerd yang laki-laki. Gadis itu
bahkan tidak mengindahkanku. Sontak Harry, Liam, Niall, dan Zayn menyerbuku
dengan beribu kalimat.
“Dia
sudah punya pacar, Lou..” seru Liam antusias.
“Kau
bahkan kalah darinya Louis” timpal Zayn.
“Hahahahaahah”
Niall tertawa cukup keras. Membuatku menutup telinga.
“Kau
yang sabar, mate” tambah Harry merangkulku secara dramatis.
“Guys..
sekali lagi, itu bukan urusanku” Aku menggerak-gerakkan tanganku di udara
seperti seorang pejabat yang melakukan orasi di depan rakyatnya. Tapi the boys
malah merespon dengan tatapan menggoda. Menggodaku untuk mengatakan yang
sesungguhnya.
Aku
yang sudah tidak tahan, meninggalkan
mereka berempat yang sekarang saling menatap bergantian.
***
You’re so pretty whn
you cry, when you cry
Wasn’t ready to hear
you say goodbye..
Now you’re teraring
me apart.. Tearing me apart..
You’re tearing me
apart
You’re so London..
Your own style.. Your own style
We’re together. Its
so good, so girl why..
Now you’re tearing me
apart.. Tearing me apart..
You’re tearing me
apart
Did I do something
stupid.. Yeah girl if I blew it
Just tell me what I
did lets work through it.
There’s gotta be some
way to get you want me..
Like before...
Senandungku
saat kurasakan tak ada lagi yang bisa kulakukan. Dengan petikan gitar dan
suaraku-yang menurutku bagus- ini, lagu ini terdengar sempurna. Meskipun lagu
ini memiliki makna yang mendalam. Jangan tanya aku apa maknanya.
Aku membenamkan wajahku di antara kedua pahaku.
Mulai berpikir. G, R, A, C.. Huruf-huruf yang muncul di mimpiku. Aku mulai
menerka huruf apa yang akan muncul selanjutnya. L, H, N atau mungkin Z? Ah..
Aku tidak sabar. Selang beberapa menit, baru kusadari, jiaka aku punya tugas
Matematika. Dengan segera aku beranjak dari dudukku dan membuka resleting
tasku. Mencari buku yang dimaksud. Tidak menemukan buku yang dimaksud, aku
malah menemukan benda yang tidak seharusnya berada di tasku. Ratusan permen
lolipop. Lolipop ini yang sering diberikan oleh gadis nerd itu padaku. Apakah
ratusan lolipop ini diberikan oleh gadis yang sama? Sesaat handphoneku bergetar
menandakan pesan masuk. Aku melihat ke layar dan mengerutkan kening. ‘Ku harap
kau suka :DxxX’ seperti itulah yang tertulis. Aku bergidik ngeri. Aku
membayangkan seorang gadis tidak terlihat memerhatikanku ku diam-diam, Tapi tak
lama aku tersenyum. Senyum kali ini aku tidak mengerti artinya.
***
Aku tengah berada di suatu tempat. Tapi tempat
kali ini tidak seburuk sebelumnya. Kalau sebelumnya tempat itu gelap dan
terang, kali ini berbeda. Tempat ini berwarna pink. Apakah warna ini menandakan
suasana hatiku? Aku memperhatikan sekelilingku. Mataku tertuju ke arah gadis
yang selalu muncul dalam mimpiku itu. Rambut lurus dan panjang. Aku membalikkan
badannya yang membelakangiku. Berbalik, dia memberiku secarik kertas berbentuk
hati. Aku menerimanya. Dan kusimpan kertas itu di saku yang aku kenakan. Sesaat
gadis itu hilang. Aku menutup mataku dan terkejut. Kudapati diriku berbaring di
atas lantai.
***
Memperhatikan
diriku melalui pantulan cermin, kurangkai huruf-huruf itu menjadi sebuah kata.
Sembari berpikir, aku mendongakkan kepalaku. Kudapati diriku yang baru bangun
tidur ini sedang berpikir tengah malam seperti orang bodoh. Hati berarti cinta.
Cinta adalah Love. Love artinya diakhiri dengan huruf E. Jika kugabungkan
menjadi satu, maka akan menjadi G, R, A,C,E..
GRACE???
***
GRACE..
Aku terus menggumamkan 1 kata itu. Aku tidak
tahu apa maksudnya.. Apakah ini nama seseorang yang tidak kuketahui selama ini?
Entahlah.. Sikap dinginku ini membuatku kurang bergaul dengan murid-murid
lainnya. Kurasa aku perlu mengurangi sikapku ini.
“Kau kenapa Lou? Kurang tidur?” tanya Harry
memperhatikan mataku yang sembab. Seteah mimpi itu, aku tidak bisa memejamkan
mataku lagi. Mungkin itu alasannya.
“I’m fine, Haz” jawabku tenang. Harry hanya
menganggukkan kepala perlahan.
“Ayo, Guys.. Kita disuruh berbaris.. Ada yang
ingin disampaikan oleh Bu Maddie” Niall mengumumkan. Kami segera beranjak ke
tempat bisa kami berbaris.
“Sekolah kita baru saja memenangkan sebuah
olimpiade Fisika” Aku sama sekali tidak menghiraukan pidato kepala sekolah. Aku
hanya larut dalam cerita Niall mengenai kakaknya yang baru saja kemarin
menikah. “Mari kita sambut.. Anak yang berprestasi tersebut” Semuanya bertepuk
tangan menciptakan irama yang senada. Aku yang sedari tadi tidak tahu apa-apa
hanya mengikuti. Tak lama, Nerd perempuan dan nerd laki-laki berdiri di podium
menyampaikan pidato mereka. Baru kusadari bahwa mereka baru saja memenangkan
sebuah olimpiade fisika. Hebat. Pikirku. Baru kusadari juga, aku melihatnya
tanpa kedip. Perhatianku hanya berpusat padanya. Menyadarkan diriku, aku segera
memandang arah lain. Kepala sekolah menyebut nama mereka masing-masing dengan
bangganya. Dan baru kusadari juga bahwa gadis nerd itu mempunyai nama. Tapi..
tiba-tiba Aku bergeming mendengar namanya. Itu.... Nama yang kucari-cari..
Aku segera berlari setelah Kepala Sekolah
menyudahi pidatonya. Mencari seorang perempuan. G untuk Glasses.. R untuk
bRace, A untuk smArt, C untuk Candy, E untuk lovE. Semuanya jika digabungkan
menjadi akan mengarah pada satu orang. Aku yakin ini adalah petunjuk dari Tuhan
setelah sekian lama aku mengalami pengalaman pahit tentang cinta. Aku berhenti
menyadari ikat sepatuku yang belum terikat. Tersadar bahwa inilah sebab langkahku
melambat. Aku menundukkan badanku. Mengikatnya.
Tiba-tiba sebatang permen lolipop terangsur di
depan wajahku.
“Hei.. Lou kau sudah sarapan” tanya seorang gadis
memamerkan kawat giginya yang baru sekarang kusadari manis itu. Aku hanya
menggelengkan kepalaku. Entah karena pertanyaannya atau tanda bahwa aku sedang
tidak percaya berhadapan dengannya. Ini yang kutunggu-tunggu.
Tak lama, gadis itu menyuruhku mengecek saku
blazerku. Di sana kudapati secarik kertas yang begitu kubuka adalah secarik
kertas berbentuk hati.
Aku segera mendongakkan wajahku dan
mendapatinya memegang secarik kertas berbentuk hati. Sama denganku. Dia
melepaskan kuncirannya dan mengibaskan rambutnya yang panjang dan lurus itu.
Kemudian dia menarik lepas kacamata besarnya memperlihatkan matanya yang
berwarna Hazelnut. Aku sampai membuka mulutku tak percaya.
“GRACE?!”
No comments:
Post a Comment